[9] - Kegelapan

88 12 0
                                    

"Seth!"

Lei merasakan serbuan angin di sekelilingnya sebelum sesuatu yang hangat tiba-tiba menutupi kedua mata Lei.

Lalu sebuah suara menyahut, yang kontan membuat Lei ingin menangis saking leganya.

"Anda memanggil saya, Tuan Putri?" Seth bertanya dengan lembut di telinga Lei, sangat berkebalikan dengan nafasnya yang tersengal pelan.

Tubuh lelaki itu terasa sangat panas di belakang Lei, begitu juga dengan detak jantungnya yang bertalu-talu, menandakan bahwa Seth berlari dengan sangat cepat menuju dimana Lei berada.

Lei merasa sangat amat lega. Seluruh ketakutan tadi seolah lenyap tak berbekas. Seth sudah ada disini. Lelaki itu sudah datang untuk Lei. Dia tidak perlu takut lagi.

Perempuan itu sudah pasti akan jatuh merosot ke lantai kalau bukan karena Seth yang menarik Lei untuk bersandar ke tubuhnya dan menopangnya.

Kedua mata Lei masih ditutup oleh telapak tangan Seth yang hangat. Lei berbalik, membiarkan dirinya tenggelam dalam dada Seth dan menutup mata.

Baru kali ini Lei sadari, Seth beraroma seperti matahari dan kayu cendana yang manis. Membuat Lei amat sangat nyaman.

Seth yang sepertinya menyadari apa yang sedang terjadi sigap menarik tudung kepala Lei untuk kembali menutupi rambut panjangnya yang berwarna putih. Teriakan dan seruan orang-orang masih terdengar, kali ini mereka bahkan menyebut Seth sebagai pelayan sang siluman.

Kedua tangan Lei mencengkram ujung kaos yang dikenakan Seth seolah hidupnya bergantung disana.

Seth masih sempat-sempatnya menanyakan keadaan Lei. "Anda tidak apa-apa, Tuan Putri?"

Lei menggertakkan gigi. Aroma busuk yang mewarnai udara itu sudah hampir tidak tercium lagi oleh Lei karena wangi tubuh Seth yang kini mendominasi indra penciumannya, namun Lei tidak berani berbalik, takut mendapati kegelapan itu masih terbang di atas mereka dan mengintainya.

Ia menggeleng dan menarik pelan ujung kaos Seth yang dicengkramnya.

"Kenapa? Anda terluka?"

Seth menunduk hingga jarak mereka sangat amat dekat. Lei mendapati kecemasan yang kental dalam sepasang iris coklat jernih itu. Bahkan Lei dapat melihat bayangannya sendiri terpantul disana, wajah pucat dengan mata menyorot ngeri.

"Pergi." Bisik Lei penuh permohonan. "Bawa aku pergi dari sini."

Lei tidak peduli lagi dengan orang-orang yang masih berkerumun di sekelilingnya. Dia bahkan tidak peduli lagi bahwa dirinya dan Seth mungkin sekarang menjadi tontonan yang menarik bagi mereka.

"Dimengerti."

Tanpa kata, Seth menyelipkan tangannya di belakang lutut Lei dan menggendongnya dengan mudah. Lei tidak memberontak, ia mengalungkan lengannya di leher Seth dan menyandarkan kepalanya tepat di ceruk leher lelaki itu.

Seth mengeratkan dekapannya pada tubuh mungil Lei sebelum melangkah.

"Anda aman bersama saya sekarang, Tuan Putri." Ujarnya menenangkan.

***

Entah sejak kapan Lei tertidur, yang pasti dia terbangun tepat pada saat Seth akan meletakkannya di atas tempat tidur.

"Tuan Putri, Anda sudah bangun?"

Lei mengerjapkan kelopak matanya yang terasa berat sebelum mengucek matanya pelan. Kantuk masih belum meninggalkannya. Butuh beberapa saat bagi Lei untuk menyadari bahwa dia sudah berada di dalam kamarnya.

Jendela yang terbuka menerbangkan gorden putih, sekaligus meniupkan udara sejuk pada kulit Lei yang memanas.

Seth mengatur bantal agar Lei bisa berbaring dengan nyaman dan menyelimuti perempuan itu hingga ke dada. "Tidurlah, Tuan Putri. Semuanya sudah baik-baik saja."

Rêveuse ✔Where stories live. Discover now