[5] - Menyebalkan

113 15 3
                                    

Dulu, setiap kali Lei merasa sesak, ia selalu pergi ke atap gedung sekolahnya untuk mendinginkan kepala.

Atap gedung sekolah Lei biasa dibiarkan terbuka. Meski begitu, tetap saja tidak ada murid yang mau kesana, kecuali Lei. Disana tidak ada apa-apanya selain sebuah lahan luas dengan dinding-dinding tua yang mulai dirambati lumut yang menghijau. Bahkan ada beberapa sudut dinding yang sudah mengelupas saking tuanya.

Intinya, siapapun yang berada disana akan merasa jijik dengan lumut-lumut lebat dan binatang-binatang yang mengancam akan menempeli seragam—atau lebih buruk lagi masuk ke dalam rambut—kapan saja.

Tapi Lei tidak.

Menurutnya, disana adalah tempat yang paling damai. Tempat dia bisa merasa sendiri di dunia ini tanpa ada orang-orang yang mempedulikannya. Tempat dia bisa mengagumi betapa luasnya langit yang membentang diatas dan betapa Lei hanyalah sebuah partikel kecil yang tidak berarti di alam semesta yang luasnya tak terkira itu.

Disana tempat satu-satunya Lei bisa melupakan sejenak semua masalah yang menggelayuti pundaknya.

Meskipun ini bukan pertama kalinya Lei merasa sesak—bahkan perasaan itu seperti teman dekat yang setia menemani hari-harinya—akan tetapi ini pertama kalinya Lei merasa sangat ingin membuat mulut seseorang diam dan melemparkannya sejauh-jauhnya.

Lei tarik kembali kata-katanya tentang Seth yang mungkin dapat dipercaya.

Lelaki itu sangat, sangat, sangat menyebalkan.

Seakan belum cukup dengan seluruh tatapan aneh yang diterimanya, Seth selalu mengikutinya kemana-mana dan mengomelinya tentang hal-hal yang tidak perlu.

Seharusnya malam itu Lei tidak menggeser duduknya untuk memberikan tempat kepada Seth. Sepertinya lelaki itu merasa bahwa Lei sudah membuka diri padanya dan sekarang bersikap seakan-akan dia berhak untuk menemani Lei kemanapun dia pergi.

Lei benci. Dia butuh ruang untuk menenangkan diri.

Lei ingin sendiri akan tetapi Seth seperti tidak akan pernah meninggalkannya sendiri.

Contohnya saja, Lei tidak pergi ke sekolah sehingga perempuan itu tidak tahu harus menghabiskan waktunya seperti apa. Sebenarnya Lei ingin berjalan-jalan ke area sekitar Kapital karena sudah menjadi mimpinya sedari dulu untuk bisa mengunjungi kota pusat ini, dan sekarang ketika Lei benar-benar ada disini, ia tidak mau menghabiskan waktu dengan hanya melamun di dalam kamar.

Akan tetapi, memikirkan seluruh tatapan menyelidik yang akan diterimanya membuat Lei mengurungkan diri untuk melakukan hal tersebut.

Sebenarnya Lei sangat ingin berkunjung ke kota untuk melihat hiruk pikuk kehidupan rakyat di Kapital, tapi lagi-lagi menyadari bahwa rambut putihnya akan membuat orang-orang ketakutan melihatnya, maka Lei pun tidak jadi melakukan hal tersebut juga.

Akhirnya, perempuan itu memutuskan untuk kembali ke daerah pepohonan di belakang kuil Dewi Zephyra. Dia ingat bagaimana suasana kehijauan disana membuatnya sangat nyaman dan damai.

Lei baru saja beberapa langkah meninggalkan kamarnya ketika suara Seth memanggilnya dari belakang. "Tuan Putri!"

Mau tak mau Lei memutar bola mata.

Tidak sampai dua detik Seth sudah berdiri di hadapannya. "Anda mau kemana, Tuan Putri? Biarkan saya mengantarkan Anda." Tawarnya.

Lei memandangnya dalam-dalam lalu menggeleng pelan.

Ia pun melangkah menjauh. Lei yakin jawabannya sudah cukup jelas bahwa dia tidak menginginkan teman, akan tetapi Seth sepertinya tidak berpikiran begitu.

Rêveuse ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang