[21] - Kota Kacwasdu

114 9 0
                                    

Happy Independence's Day, people! Hope you guys have a nice weekend :))

***

Seth mengernyit, masih dalam keadaan setengah sadar. Sudah berapa lama Seth tidak pernah merasakan tidur senyenyak ini? Rasanya seluruh tubuhnya seperti terlahir kembali. Seth merasakan kekuatan baru mengalir dalam pembuluh darahnya, seolah-olah kejadian pembantaian penuh darah semalam hanya mimpi buruk belaka.

Lei!

Nama itu menyentakkan Seth ke alam sadar. Matanya kontan membuka lebar, langit-langit berwarna kecoklatan menyapanya pertama kali. Seth beranjak duduk dengan tergesa-gesa mendapati Lei yang tidak ada disampingnya sebelum kemudian membeku.

Lei ada di sampingnya, sedang berdiri menatap ke luar jendela yang tirainya telah dibuka lebar. Matahari yang cerah menerobos tanpa segan-segan, membuat rambut perak Lei semakin bersinar.

Mendapati pergerakan di sekitarnya, Lei menoleh, menatap Seth lurus dengan matanya yang berwarna biru jernih, begitu menusuk hingga Seth tidak mampu berkutik.

"L—Lei..." Seth berucap dengan tidak percaya. "Kamu...baik-baik saja?"

Seth merutuk dalam hati, bagaimana mungkin dia bisa ketiduran dengan pulas semalam dan membiarkan Lei begitu saja? Padahal sudah menjadi tugasnya untuk melayani segala kebutuhan perempuan itu, tapi lihatlah, Seth malah kebablasan tidur hingga siang dan membiarkan Lei menunggunya.

Matanya menelusuri tubuh Lei dari atas hingga bawah, lalu ketika menyadari tangan dan kaki Lei masih menempel pada tubuhnya, barulah Seth membuang nafas lega.

"Kamu sudah membaik?" tanyanya sekali lagi.

Senyum samar tertarik di ujung bibir Lei, seakan berkata, "Menurutmu?"

Dan memang Lei benar-benar sudah pulih saat itu, Seth tidak berlebihan dengan berkata bahwa bahkan udara di sekitar mereka seakan berubah hanya dengan kehadiran Lei, segala yang berada di dekat perempuan itu seperti terjernihkan, seolah ada aura magis yang melingkupi semuanya, dan sumbernya adalah Lei.

Sekali lagi, Seth dibuat membungkam.

"Bagaimana perasaanmu?"

Suara itu diucapkan dengan begitu lembut, begitu sarat akan kekhawatiran hingga mau tak mau, wajah Seth sedikit memanas. Ia mengintip raut wajah perempuan itu dan mengalihkan pandangan secepat kilat. Bagaimana dia bisa bersikap tenang setelah...setelah apa yang terjadi semalam?

Dan kenapa wajah Lei selalu datar seperti biasa seakan-akan tidak ada yang terjadi di antara mereka?

Wajah memerah Lei yang bergantung pada lehernya masih menempel dengan jelas dalam memori Seth, deruan nafasnya yang hangat, cengkeramannya di baju Seth, dan lembutnya...

"Seth?" Perempuan itu berjalan mendekat. "Kamu baik-baik saja? Kenapa kamu menampar dirimu sendiri?"

"Tidak, saya baik-baik saja," Seth buru-buru berdiri lalu meregangkan tubuhnya dengan sedikit berlebihan untuk membuktikan kebenaran perkataannya. "Sebaliknya, saya malah merasa terlalu baik."

Seth tidak berbohong, dia tidak pernah merasa sesegar ini hanya dengan istirahat satu malam.

"Oh ya?" tanya Lei polos. "Baguslah kalau begitu."

Seth tersenyum, menampakkan lesung pipinya sebelah kanannya sebelum kemudian jatuh berlutut. "Maafkan kecerobohan saya semalam hingga mengakibatkan Anda mengalami hal seburuk itu, Tuan Putri. Akan saya pastikan semuanya tidak akan terulang kembali." Ucap Seth sopan.

Aura magis yang melingkupi Lei seakan mendorong Seth untuk tunduk, melakukan segala perintah Lei tanpa melawan, berlutut tanpa daya dan mengeluarkan kata-kata sopan. Meski Lei sudah pernah memintanya untuk berbicara informal, namun sesekali Seth seperti mendapat dorongan untuk memperlakukan Lei bagai tuan putri.

Rêveuse ✔Where stories live. Discover now