Part 1

63.7K 2K 36
                                    

Melvi Adelard Ivander Januarta.

Lelaki tinggi, tampan, hidung mancung, rambut hitam legam dan memiliki tatapan mata tajam tersebut adalah most wanted di SMA Bangun Kusuma. Banyak yang menjulukinya es hidup, dingin dan cuek terhadap perempuan adalah ciri khas seorang Melvi.

Kehidupannya sangatlah datar. Pergi bersekolah, berlatih basket dan istirahat. Kegiatan Melvi hanya seputar itu, tak ada yang menarik, 'kan? Tapi bagi Melvi itu semua kehidupannya.

"Melvi?" panggil gadis dengan lesung pipit dari arah belakang. Melvi memutar tubuhnya menatap gadis yang baru datang tersebut.

Melvi tak menjawab namun dia mengangkat sebelah alisnya, gadis di depannya menghembuskan napasnya kesal. Selalu saja seperti itu.

"Cuek bener, Pak. Lo mau ke kelas? Bareng yuk, males jalan sendiri gue," Melvi hanya mengangguk, dia berjalan meninggalkan Fania yang masih berdiri di tempatnya.

Fania segera berlari menyusul sahabat lelakinya, dan menyetarakan langkah kakinya dengan Melvi. Fani yang tengah menatap kanan-kiri berdecak, banyak yang menatap Melvi kagum namun Melvi tetap acuh seperti biasa.

"Mel, cewek disini pada kegatelan sama lo. Masa iya lo gak ikut kegatelan?"

"Berisik!"

Fania nenggembungkan pipinya dengan mata mendelik, sahabatnya tersebut sangat tak bisa di ajak bercanda sama sekali. Saat sampai di ambang pintu kelas, senyum Fania terbit.

"Pagi Keyra," sapa Fania riang saat melihat sahabatnya tengah berkutat dengan buku tulisnya.

"Hem, Melvi di cari Pak Arkan tadi." Melvi menatap Keyra dengan alis bertautan, untuk apa calon kakak ipar mencari dirinya?

"Yee ni anak malah bengong, cepet, Mel." Melvi mengangguk dan berjalan meninggalkan kelas.

"Ada apa sih, Key?" tanya Fania sembari menaruh tasnya di atas meja.

"Mana gue tahu, Fan." Tukas Keyra kesal.

Fania mengangkat kedua bahunya acuh, dia tak terlalu ingin tahu urusan sahabat lelakinya. Semakin dekat dengan Melvi, Fania akan semakin jengkel dan kesal.

~~~

Melvi mengetuk pintu ber-cat coklat di depannya dengan pelan, saat mendapat izin masuk dari pemilik ruangan, baru lah Melvi masuk. Namun matanya membelalak melihat gadis yang sedang duduk di depan gurunya.

"Melvi?" panggil gadis tersebut dengan cengiran khas. Tubuh Melvi menegang, matanya menatap gadis tersebut hampir tak percaya. Kepalanya menggeleng dengan alis bertautan.

"Gak kangen sama Ava?" tanya Ava sendu.

"Ini beneran kamu?"

Mata Melvi berkedip beberapa kali untuk memastikan bahwa penglihatannya tak salah. Namun benar, Ava ada di depannya. Dan dalam bentuk nyata, bukan lagi khayalan seperti sebelumnya.

"Ehem. Kakak pergi dulu, ya Dek. Kamu bicara dulu sama Melvi." Ava mengangguk dan tersenyum lebar.

Saat kakaknya sudah pergi, baru lah Ava mendelik kesal. Melvi masih berdiri layaknya patung di depan pintu ruangan kakaknya.

"Melvi ih! Ini beneran Ava tahu!" dengkus Ava saat Melvi masih menatapnya dengan pandangan sulit di artikan. Bahkan dia masih tetap berdiri seperti tadi.

"Kamu kapan pulangnya?"

"Ehem kapan, ya? Bantu mikir dong," telunjuk Ava menekan dagunya pelan, matanya melirik kesana kemari, menunjukan pada Melvi bahwa dia sedang berfikir keras.

MelVa (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang