Prt1• Pertama

37K 981 29
                                    

Pilihan orang tua adalah pilihan yang terbaik.

***

Setelah kericuhan yang sangat lama. Kini suasana kembali hening. Tidak ada satu orang pun berkeliaran dan berbicara di sekitarnya.

Matanya terus menerus berada di luar jendela. Menatap beberapa kendaraan sudah terparkir di pekarangan rumahnya. (Namakamu) sudah lengkap dengan kebaya putih melengkapi tubuh beserta hijab berwarna senada. Tidak bisa di pungkiri lagi. Kini statusnya akan berubah. Menjadi istri orang.

Entahlah. Perasaan apa yang ada dalam hatinya. Ia tidak tahu. Mungkin marah, karena Risma. Ibu kandungnya telah menjodohkannya dengan laki-laki pilihannya-dijodohkan. Atau mungkin kecewa, karena harus menikah dengan seorang duda anak dua.

Buliran air menetes di pipi. (Namakamu) segera menarik tissue di atas meja. Menekan pada bawah mata lalu kembali menatap ke arah jalanan. Tamu semakin ramai berdatangan.

"Gue tahu apa yang lo rasain." Bidi. Kakak kandungnya berdiri di sebelahnya. Sudah rapi dengan pakaian kemeja putihnya. "Tapi lo harus ikhlas. Ini demi Mama, Papa dan keluarga. Pasti Papa udah mikirin ini matang-matang."

"Lo gak akan tahu rasanya jadi gue."

Bidi mengangguk. Menyudahi obrolan singkatnya. Mengusap punggung adik kesayangannya berusaha menenangkan. Apapun yang terjadi hari ini sudah pasti akan terjadi.

"Semua udah nunggu di bawah." Risma berada di sebelah Bidi. "Jangan kecewain mereka. Termasuk Papa kamu. Ini semua juga demi kebaikan kamu! Udah. Gak usah dramastis lagi, okay? Kalau ada apa. Mama ada di garda terdepan. Semangat!!"

(Namakamu) berdiri. Menatap lirih Risma. "Untuk di menit terakhir ini, Ma! Tolong pikirkan lagi tentang kuliah, masa depan, dan pacar aku."

Risma menggeleng. "No! Keputusan Mama sama Papa itu udah bulat. Jadi kami gak bisa membatalkan begitu saja! Dengar (Namakamu), keluarga dari calon suami kamu udah datang. Jadi please. Mama mohon sama kamu tolong jangan bikin malu keluarga kita. Satu lagi, menikah denga siapapun, kuliah kamu akan tetap lanjut. Tapi Mama gak bisa jamin masa depan kamu akan cerah kalau menikah sama orang lain."

"Kita ke bawah." Ajak Bidi. Merangkul adiknya berusaha menjauhkannya dari Risma. "Lo gak punya waktu lagi kalo ngomongin soal ini. Tapi, gue sangat yakin kalo pilihan Mama pasti yang terbaik."

"Mama tunggu di bawah!" Risma melangkah pergi. Meninggalkan (Namakamu) masih tak bergeming.

Bidi menatap adiknya lagi. "Lo harus bahagia di hari spesial lo, okay?"

(Namakamu) mengangguk. Menahan rasa sedihnya. Bidi menuntunnya untuk keluar dari kamar. Dan menuruni anak tangga untuk bertemu calon suaminya di bawah.

***

Ada kalanya kita harus merasa bahagia meski itu terlalu rumit. Bukan masalah hanya memberikan seutas senyuman sebagai tempat penyembunyian sebuah rasa sedih.

Jika baru saja (Namakamu) merasa hidupnya akan segera berakhir. Tapi, tidak untuk lelaki yang duduk di depan penghulu. Bibirnya selalu menampilkan senyuman yang benar - benar murni dari hatinya. Walaupun yang bisa menebak hatinya hanya Iqbaal sendiri tapi autor juga, meski hanya sebuah pernikahan sederhana dan hanya undangan dari sanak keluarga.

Pernikahan hanya dilakukan sekali seumur hidup. Tapi tidak bagi Iqbaal yang sudah melaksanakan pernikahan dua kali termasuk yang sekarang.

Little WifeWhere stories live. Discover now