BUM - 26

789 101 13
                                    

Terlambat semua terlambat kau tinggalkan aku, kau pilih dirinya
Ternyata kau cinta sahabatku

- Marcel -

💕💕

"Tidaaakk!" Mondy terbangun dengan nafas yang terengah-engah dan keringat yang bercucuran memenuhi sebagian wajah tampannya.
Ternyata Mondy tertidur di sofa ruang perawatan Raya. Dengan nafas yang masih tak beraturan ia mengalihkan pandangannya pada Raya yang ternyata masih terbaring belum sadarkan diri. Seolah masih tak yakin karena pengaruh mimpi yang baru saja dialaminya Mondy kembali memukul sebelah pipinya cukup kuat membuatnya mengaduh kesakitan.

"Huhft... Syukurlah." Mondy mengusap dadanya, sedikit bernafas lega karena ternyata yang dialaminya hanyalah mimpi buruk di siang hari.
Tapi apakah mimpi itu tidak akan terjadi? Entahlah.
Tak ingin terlalu memikirkannya Mondy memilih bangkit dan  membersihkan dirinya di kamar mandi agar terlihat lebih segar.
Setelah dirasa penampilannya sudah lebih baik, Mondy duduk di kursi sebelah tempat tidur Raya.

Mondy menggenggam lembut tangan kanan Raya yang bebas, mengecupnya sekilas kemudian menempelkannya pada pipi kanan milik Mondy.
"Hei... Kapan kau akan sadar?"

"Kau tahu Ray, aku sangat sedih dan terpukul saat kau meninggalkanku." ujar Mondy sedih.

"Semangat hidupku seolah hilang bersamaan dengan perginya kau dan.... anak kita."

Hening.

Tidak ada jawaban apapun dari wanita dihadapannya yang masih setia memejamkan matanya.

Wajah Mondy tiba-tiba berubah sendu. Ia tersenyum miris ketika teringat kembali bayangan sikap jahatnya pada Raya selama ini.

"Maaf." ujar Mondy lirih.

"Aku sadar aku memang jahat dan egois padamu, rasa sakit hati dan dendam yang kurasakan akhirnya membutakanku hingga membuatku selalu bersikap kasar kepadamu." ujar Mondy sambil masih menatap Raya dan menggenggam tangannya.

"Tapi... Dibalik itu semua perasaanku tak berubah sedikit pun. Walau seribu kali bibirku mengatakan bahwa aku membencimu, tapi hatiku tidak bisa berbohong Ray. Rasa itu masih sama, cintaku masih sama besarnya seperti saat aku menyatakan cinta padamu dulu. Dan mungkin sekarang kembali bertambah besar karena ada anak kita di dalam sini." Mondy tersenyum kemudian sebelah tangannya tergerak mengelus pelan perut Raya dan mengecupnya sekilas.

"Mon."

Mondy mengangkat wajahnya dan saat itu juga tatapannya bertemu dengan tatapan lembut milik Raya.

"Ray... kamu..." Mondy hampir tak bisa berkata apa-apa lagi, hatinya sangat bahagia hanya karena Raya menyerukan namanya. Mondy bahagia mimpi buruk yang baru saja ia alami benar-benar tidak menjadi nyata. Mondy memeluk Raya erat sebagai ekpresi dari rasa bahagia dan harunya. Raya membalas pelukan Mondy tak kalah erat.

Sebenarnya Raya sudah sadar beberapa menit yang lalu, namun saat mengetahui Mondy tengah menyampaikan isi hatinya Raya memilih tetap memejamkan matanya dan Mondy mengira wanita itu masih tertidur.
Raya mendengar semua, curahan hati Mondy tentang isi hati Mondy yang sesungguhnya.

"Sebentar, aku akan memanggil dokter." Raya menahan pergelangan tangan Mondy dan menggelengkan kepalanya pelan membuat Mondy mengurungkan niatnya untuk memanggil dokter Arya.

"Bantu aku duduk." ujar Raya yang langsung direspon Mondy. Pelan-pelan ia membantu Raya agar bisa duduk dengan nyaman, membantunya minum dan kemudian kembali duduk di sebelah Raya.

"Maaf... Aku mendengarnya."

"Aku sudah sadar sejak kau menggenggam tanganku dan mengecupnya." lanjut Raya dengan ekspresi malu membuat Mondy meringis dan menggaruk tengkuknya yang tak gatal merasa salah tingkah karena Raya memergokinya.

Benci Untuk MencintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang