BUM - 25

585 101 23
                                    

Mondy menatap cemas dokter Arya yang tengah memeriksa keadaan Raya. Sepuluh menit yang lalu Raya telah sadar dan membuka matanya hal itu tentu saja membuat Mondy bahagia karena ia menjadi orang pertama yang dilihat Raya.

Mondy tersenyum sangat manis pada Raya, ia mengenggam tangan kanan Raya yang bebas namun Raya melepaskan tautan tangan mereka begitu saja. 

Senyum manis yang terpatri di wajah Mondy tiba-tiba menghilang digantikan dengan ekspresi kebingungan milik Mondy karena pertanyaan yang keluar dari bibir Raya.

"Kau siapa?"

Mondy terpaku di tempatnya. Ia menatap Raya tak percaya bagaimana Raya bisa bertanya seperti itu. Apa dia amnesia?

Tidak! Tidak!

Mondy menggelengkan kepalanya berusaha menghilangkan berbagai pikiran buruk yang mulai menghantuinya dan sungguh ia tidak akan siap kalau benar hal buruk itu menimpa Raya. Mondy menarik nafasnya dalam dan menghembuskannya, berusaha untuk menenangkan dirinya agar ia bisa bicara dengan lembut dan tidak menyakiti Raya nantinya.

Pelan-pelan Mondy mencoba menjelaskan kepada Raya siapa dirinya dan apa hubungan mereka namun Raya sama sekali tidak bereaksi apapun wanita itu hanya diam dan menatap Mondy datar.
Mondy tidak menyerah, kedua tangannya menyentuh bahu Raya lembut.

"Raya... aku Mondy. Aku adalah calon suamimu dan sekarang kau sedang mengandung bayi kita."

Mondy tersenyum saat perlahan tangan kanan Raya mulai meraba perutnya yang masih terlihat datar. Ia berharap semoga melalui anaknya yang ada dalam kandungan Raya, Raya dapat mengingat dirinya lagi.

Namun yang terjadi kemudian diluar dugaan Mondy, wanita itu malah memegangi kepalanya yang tiba-tiba berdenyut sakit dan mengerang kesakitan. Mondy panik, oleh karena itu ia bergegas memanggil dokter untuk memeriksa keadaan Raya.

"Bisa kita bicara diluar pak?"

Mondy tersadar dari lamunannya, ia mengangguk pelan kemudian dengan langkah gontai ia mengikuti dokter Arya keluar dari ruang perawatan Raya.

"Kenapa dia tidak bisa mengingat saya dok?"

"Berdasarkan diagnosa saya, dengan berat hati saya harus mengatakan bahwa pasien mengalami amnesia."

"Tapi bukankah anda bilang bahwa Raya hanya mengalami cedera ringan di kepalanya?"

Dokter Arya mengangguk membenarkan ucapan Mondy.
"Itu benar, tetapi pak Mondy bukan berarti cedera ringan di kepala pasien berarti tidak akan ada resiko yang mungkin terjadi setelahnya. Hantaman keras yang mengenai kepala pasien mungkin menyebabkan adanya kerusakan pada bagian otak yang berfungsi memproses ingatannya, kami akan melakukan pemeriksaan kembali untuk mengetahui jenis amnesia yang diderita oleh nona Raya."

Seluruh tubuh Mondy terasa lemas seketika, ia sampai hampir tidak bisa menopang tubuhnya hingga membuatnya hanya bisa terduduk lemah dan memijit kepalanya yang tiba-tiba terasa pusing.

Baru saja Mondy merasa senang karena ia akan memulai dan memperbaiki hubungannya dengan Raya namun kini yang terjadi Mondy harus menelan pil pahit kekecewaan kembali karena keadaan Raya yang tidak bisa mengingat dirinya. Hancur sudah semua harapan Mondy. Raya tidak bisa mengingat apapun tentangnya itu berarti Raya juga tidak akan mengingat janjinya untuk memberikan Mondy kesempatan lagi.

💕

Marcel baru saja tiba di ruang rawat Raya saat ia melihat Mondy yang berbicara dengan dokter Arya di depan pintu.
Ia menghentikan langkahnya tepat dihadapan Mondy sesaat setelah dokter Arya meninggalkan Mondy sendiri.

"Bagaimana keadaannya?" tanya Marcel datar. Ia melihat ekspresi wajah Mondy yang terlihat sedih.

"Raya sudah sadar. Tapi..."

Marcel menaikkan sebelah alisnya, ia diam menunggu apa yang akan dikatakan oleh Mondy.

"Dia mengalami amnesia." ujar Mondy lirih.

Mondy melirik Marcel yang hanya diam, namun dapat Mondy lihat ekspresi Marcel yang terlihat biasa saja tidak menunjukkan ekspresi terkejut maupun sedih seperti dirinya. Kenapa?
Marcel tidak lagi terkejut karena sudah memikirkan kemungkinan ini sebelumnya.

Tanpa berkata apa-apa lagi, Marcel melanjutkan langkahnya masuk ke ruang perawatan Raya diikuti Mondy dibelakangnya.

Marcel berjalan mendekati ranjang dimana Raya sedang duduk bersila diatasnya sedangkan Mondy ia mengambil posisi duduk di sofa sambil memperhatikan interaksi kedua manusia dihadapannya.

"Hai... Syukurlah kau sudah sadar." Marcel tersenyum sambil mengelus pelan pucuk kepala Raya dan dibalas senyum tipis dari wanita dihadapannya.

"Aku dengar kau mengalami amnesia." Marcel sekilas melihat Mondy membuat Raya  mengikuti arah pandang Marcel dan dapat Raya lihat seseorang yang tak ia kenal duduk di sofa dan memperhatikannya dengan tatapan sendu.

"Apa kau mengingatku Ray?"

Raya terdiam sebentar mencoba mengingat-ingat siapa pria di hadapannya ini. Beberapa detik kemudian ia tersenyum manis.
"Marcel kan?" ujar Raya antusias.

Marcel tersenyum puas saat Raya melafalkan namanya. Ternyata Raya tidak melupakan dirinya.

Marcel kembali melirik ke arah Mondy yang kali ini tertunduk dengan kedua tangan mengepal erat.
Kekecewaan Mondy bertambah saat Raya dengan mudahnya mengingat Marcel tapi tidak dengan dirinya.
Bagaimana bisa?
Amnesia macam apa itu? Pikir Mondy.

Saat Mondy kembali mengangkat wajahnya saat itu pula pandangannya dan Marcel bertemu. Marcel tersenyum penuh kemenangan, ia senang bisa selangkah lebih maju dari Mondy. Dan dengan keadaan Raya yang tidak mengingat Mondy seperti ini tentu akan mempermudah Marcel untuk mendapatkan Raya seutuhnya.

Rahang Mondy mengeras tatapannya menajam seolah ingin menelan hidup-hidup Marcel dengan beraninya Marcel memeluk erat tubuh mungil Raya.
Mondy menyadari Marcel sengaja melakukannya untuk memancing emosi Mondy, namun ia tak bisa berbuat apa-apa.
Tangan Marcel berpindah mengelus mesra perut Raya.
Dan sialnya Raya sama sekali tak keberatan atas semua perlakuan manis Marcel padanya.
Kedua manusia itu saling bercanda dan tertawa bahagia tanpa memikirkan perasaan Mondy yang masih ada disana.

Cukup sudah! Mondy tidak tahan lagi.
Mondy bangkit dari duduknya dan keluar dari ruangan yang membuat dadanya sesak seperti ditusuk ribuan belati. Ia tidak tahan melihat kebahagiaan Raya dan Marcel disana. Mondy merasa mereka berdua seolah sedang menertawakan Mondy.

Mondy terus berjalan menjauhi ruangan Raya hingga ia tak mampu lagi berjalan dan terjatuh di lantai dingin rumah sakit itu.

Air mata yang sedari tadi coba Mondy tahan akhirnya sudah tidak dapat ia bendung lagi. Untuk kesekian kalinya Mondy menangis. Menangis karena wanita yang sangat dicintainya.

Hatinya sangat sakit saat Raya bisa dengan mudah mengingat Marcel tapi tidak dengan dirinya. Padahal ia lebih dulu hadir di kehidupan Raya bukan Marcel. Kenangan Raya bersama Mondy lebih banyak dibandingkan bersama Marcel, tapi kenapa tidak ada satupun kenangan yang bisa Raya ingat tentangnya? Bahkan sikap kasarnya selama ini.

"Kenapa ini harus terjadi Ray?"

"Apa aku memang tidak pantas untuk menerima kesempatan darimu lagi?"

"Kenapa Ray?"

"KENAPA?!!!" Mondy berteriak histeris di lorong sepi rumah sakit itu, berkali-kali ia menghantamkan tangannya ke dinding hingga tangannya memerah dan lebam. Tapi ia tak peduli, ia butuh pelampiasan untuk menyalurkan rasa sakit di hatinya yang berkali-kali lipat lebih sakit dari luka di tangannya.

Benci Untuk MencintaNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ