BUM - 10

801 106 21
                                    

Ahhhkkk !!!!

Raya berteriak saat kedua tangan kokoh mendekap dan mendorong tubuhnya ke belakang. Tubuhnya terputar dan akhirnya terhempas di atas tubuh seorang pria yang saat ini berada di bawahnya. Raya yang terkejut hanya bisa diam tanpa bergerak sedikitpun.
Pria itu meringis pelan saat merasakan ngilu di bagian belakang tubuhnya.

"Kau tidak apa-apa ?" Kesadaran Raya kembali saat pertanyaan keluar dari mulut pria yang saat ini masih berada di bawah tubuhnya. Menyadari posisi mereka yang sangat intim dan menjadi perhatian orang lain membuat Raya segera bangkit dan membantu pria itu untuk berdiri kembali.

"A-pa yang terjadi ?" tanya Raya bingung. Jujur, ia masih tak mengerti dengan apa yang terjadi. Kejadiannya sangat cepat, kepalanya sedikit pening hingga ia tak bisa mencerna apa yang terjadi.

Pria itu bersidekap dada dan tersenyum miring.
"Well, rupanya kau tak sadar telah membahayakan dirimu sendiri. Mengapa kau melamun di tepi jalan seperti itu ? Tidakkah kau lihat kendaraan sedang banyak-banyaknya ? Kau hampir tertabrak, untung saja aku menyelamatkanmu, coba kalau tidak mungkin kau sudah berakhir di rumah sakit ah tidak tidak mungkin saja di pemakaman. Dasar ceroboh !!"

Raya menatap tak percaya pada pria di hadapannya. Di satu sisi Raya bersyukur pria ini telah menyelamatkannya tapi di sisi lain Raya kesal sendiri mendengar ucapannya yang terus-terusan memojokkan Raya. Apa lagi mendengar pria itu mengatai Raya ceroboh dan bahkan memuji dirinya sendiri.

"Bahkan sekarang kau terdiam. Apa karena kepalamu terbentur hingga tak bisa lagi digunakan untuk berpikir ?"

Raya melayangkan tatapan tajam pada pria yang tak berhenti mengoceh itu. Emosinya yang berusaha ia redam akhirnya tersulut juga akibat ucapan pria di hadapannya.

"Dengar ! Aku sangat berterimakasih karena kau telah menyelamatkanku, tapi apa kau tahu jika aku tahu orang yang menyelamatkanku itu adalah pria arogan sepertimu aku lebih memilih tertabrak walaupun harus mati !" ucap Raya datar namun penuh penekanan. Setelah mengatakan itu, Raya memilih pergi meninggalkan pria itu yang malah tersenyum miring menatap kepergiannya.

"Ahk ! Kenapa bisa gagal ?" ucap Sasha kesal pada Dilan yang saat ini tengah mengemudi.

"Apa kau tidak melihat ada orang yang menyelamatkannya ? Kalau saja tidak ada, pasti kita berhasil mencelakakan Raya."

"Tapi aku gagal sayang. Aku gagal merebut kebahagiaan Raya. Tidak, Raya tidak seharusnya bahagia." ucap Sasha dengan ekspresi marah dan kecewa. Melihat kekasihnya gundah, membuat tangan Dilan tergerak mengusap lembut rambut Sasha berusaha untuk menenangkannya.

"Ssstt. Jangan sedih, kita akan berhasil sayang. Apa kau lupa, kita sudah mengirim seluruh identitas Raya kepada Mondy. Bahkan rekaman pembicaraan Raya dan ayahmu juga. Dan kita hanya harus menunggu apa yang akan Mondy lakukan padanya."

Mata Sasha kembali berbinar saat mendengar ucapan sang kekasih.
Ia memang telah mengirimkan bukti-bukti sandiwara sang ayah dan sepupunya itu tanpa berpikir panjang apa yang akan terjadi ke depannya. Yang ia ingin hanya melihat Raya sedih dan hancur.
Ia tersenyum licik dan tak sabar menunggu hari itu tiba. Hari kehancuran Raya.

*

Mondy mendengus saat pintu ruangannya terbuka dan menampakkan wajah menyebalkan Marcel Alexander.
Sahabatnya yang baru tiba dari Paris itu akan selalu bersikap semaunya tanpa memikirkan perasaan Mondy. Lihat saja tanpa mengetuk pintu ia seenaknya masuk ke ruangan Mondy.

"Bonjour tuan Mondy Fernando yang terhormat." Marcel mengucapkan salam dengan kedua tangan yang ia buka lebar-lebar untuk memeluk Mondy sang sahabat yang telah lama ia tinggalkan.
Mondy hanya melirik dan kembali mengalihkan pandangannya tanpa berniat meladeni sifat kekanakan Marcel. Ia sudah sedikit tenang sejak mendengar kabar bahwa Marcel pergi ke Paris untuk mengurus perusahaannya disana. Namun siapa sangka pria kekanakan itu kembali secepat ini.

Benci Untuk MencintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang