BUM - 21

866 101 10
                                    

Kehilangan
Kadang manusia harus sampai pada titik Kehilangan untuk mengerti arti sebuah kehadiran, kasih sayang dan kesetiaan.
Karena beberapa orang tidak akan pernah mengerti betapa 'berharganya' sesuatu sebelum mereka kehilangannya.

Kehilangan selalu menyakitkan, apapun alasan dan penjelasannya kehilangan akan selalu menyakitkan terlebih bagi mereka yang ditinggalkan. Dan saat mereka kehilangan sesuatu yang berharga tersebut maka hanya penyesalanlah yang tercipta.

Seperti saat ini, yang terjadi pada Mondy. Kehilangan cintanya dengan rasa penyesalan bagaikan awan gelap yang seakan menyelimuti hatinya.

Mondy kembali menghisap rokok di tangannya dan menghembuskan asapnya sedikit kasar. Penampilan pria itu terlihat sangat kacau. Dengan kemeja lusuh yang digulung hingga siku, rambut acak-acakan dan area kantung mata yang tampak menghitam.

Sudah seminggu berlalu sejak Raya pergi meninggalkan rumahnya, Mondy masih terus melamun seperti orang yang tidak memiliki semangat hidup. Pikirannya hanya tertuju pada Raya dan juga anaknya mungkin. Bahkan sudah hampir seminggu juga ia tidak pergi ke kantor, mengabaikan begitu saja pekerjaannya untunglah ia memiliki sekretaris seperti Vanessa yang bisa ia andalkan untuk menghandle pekerjaannya.

"Kau dimana Ray ?" Mondy berucap lirih. Ia menatap bintang-bintang di langit malam seolah bertanya kepada bintang tersebut. Orang suruhannya yang ia tugaskan masih terus berusaha mencari Raya di tempat-tempat yang mungkin saja wanita itu datangi. Namun, entah mengapa mereka belum menemukan keberadaan Raya.

Hampa
Setelah kepergian Raya, Mondy selalu merasakan kesepian. Separuh jiwanya seolah ikut pergi bersama Raya. Dan malangnya, ia tak tahu dimana keberadaan wanita itu sekarang.

"Kumohon maafkan aku." Mondy tertunduk dengan posisi berlutut seolah bintang dan rembulan yang ada di hadapannya adalah diri Raya. Bayangan-bayangan tentang Raya kembali terlintas dipikirannya. Bayangan saat wanita itu begitu tersiksa karena perlakuan Mondy membuatnya merasa begitu bersalah. Andai ia bisa berpikir jernih dan mampu mengatur emosinya saat itu mungkin sekarang Raya masih ada di sisinya.

*

Dilain tempat, seorang wanita berdiri sendiri di balkon kamar apartemennya. Matanya terpejam beberapa saat menikmati semilir angin malam yang terasa lembut menerpa wajah cantiknya.
Namun tiba-tiba senyum manis yang tercetak di wajahnya memudar ketika bayangan wajah itu kembali terlintas. Wajah seorang pria yang tak lagi ia lihat beberapa hari ini. Wajah pria yang selalu menciptakan luka di hatinya, bertubi-tubi. Hingga akhirnya ia memutuskan pergi.

Rasa sakit itu bahkan masih dapat Raya rasakan hanya dengan membayangkan wajah Mondy atau menyebut namanya dalam hati.

Tangan kanan Raya beralih menyentuh dadanya pelan, entah kenapa ia juga turut merasa hampa. Bukankah seharusnya ia senang karena telah terbebas dari jerat pria itu ? Tapi mengapa, jauh di lubuk hatinya seolah terbersit rasa rindu untuk Mondy.

Dan pada akhirnya Raya harus mengakui bahwa ia mencintai pria yang telah ia tinggalkan itu. Namun apa daya, Raya mungkin harus mengubur rasa cinta itu secepatnya agar tak tumbuh lebih besar mengingat Mondy yang mungkin saja tak mungkin membalas perasaannya. Walau dulu pria itu pernah mengatakan bahwa ia mencintai Raya, tapi itu dulu sebelum ada 'jurang pemisah' yang lebar diantara mereka.

"Kenapa mencintaimu harus sesakit ini Mon ?" lirih Raya disertai air matanya yang mulai menetes. Ia terisak pelan dengan tangan yang semakin erat menggenggam pagar besi di hadapannya, seolah dengan begitu ia dapat menyalurkan semua rasa sakit di hatinya.

**

Raya dan Mondy yang berada dilain tempat itu sama-sama menoleh saat merasa seseorang memanggil namanya. Tersenyum getir saat melihat dengan jelas bahwa orang itu bukanlah yang saat ini mereka harapkan.

Benci Untuk MencintaOnde histórias criam vida. Descubra agora