BUM - 2

1.1K 113 8
                                    

Happy reading guys
Jangan lupa vote, comment, and follow ya karena nanti akan ada part yang aku private

Semilir angin memberikan kesejukan sekaligus ketenangan bagi semua orang yang berada di taman kota termasuk Raya gadis yang tengah duduk sendiri di bangku taman dengan sebuah kertas dan pensil di tangannya.

Ia terlihat begitu menikmati aktivitasnya, beberapa kali ia tersenyum dengan tangan kanan yang tetap fokus menari-nari di atas lembaran putih miliknya.

Entah apa yang ingin ia buat, yang jelas ia sangat menyukainya.

"Apa aku boleh duduk disini ?"

Raya menolehkan kepalanya ke arah sumber suara. Terlihat disana berdiri seorang pria yang dengan setelan formalnya, berdiri dengan kedua belah tangannya yang memegang makanan dan minuman.

Raya tersenyum tipis dan mengangguk mengiyakan. Setelah itu, ia kembali fokus pada kegiatannya sendiri.

"Apa kau ingin sandwich ?" ucap pria itu menawari Raya makanan yang ia bawa.

Raya hanya menggeleng sebagai jawaban.

Lelaki itu mengangguk dan mulai memakan sandwich yang dibawanya.
Sesekali ia melirik Raya yang tengah asik menggambar. Kemudian ia mengarahkan pandangannya pada sesuatu yang menjadi obyek gambarannya.

Terlihat disana dua pasang angsa putih yang saling berhadapan, kepala mereka hampir bertautan seakan membentuk love.

Terlihat disana dua pasang angsa putih yang saling berhadapan, kepala mereka hampir bertautan seakan membentuk love

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

"Mereka bilang, angsa adalah hewan yang paling setia." ucap pria itu tiba-tiba.

Raya menatap dan menautkan kedua alisnya heran pada pria di sampingnya.

Tanpa memperhatikan ekspresi Raya, pria itu melanjutkan kata-katanya.

"Mereka juga bilang ketika angsa telah menemukan pasangannya mereka akan terus bersama, dan ketika salah satu dari mereka mati maka angsa lainnya akan hidup sendiri sampai akhir hayatnya."

Raya hanya diam dan kembali fokus kepada aktivitasnya.
Bukan ia tidak mendengar, ia hanya malas menanggapi orang yang tidak dikenalnya.

Pria itu tersenyum miring saat merasa tidak ada respon dari gadis di sebelahnya.

Sombong sekali, batinnya.

Tiba-tiba langit yang awalnya berwarna cerah berubah mendung, dan rintik hujan setetes demi setetes mulai turun. Mengetahui hal itu, pria itu refleks menarik sebelah tangan Raya dan mengajaknya menuju sebuah cafe yang tak jauh dari taman itu.

Pakaian yang Raya kenakan memang sedikit basah karena ia tidak mengenakan switer, dan itu membuat ia kedinginan.

Sampai di cafe, pria itu memesan dua minuman hangat pada seorang waitress untuknya dan juga Raya.

Ia melirik Raya yang beberapa kali mengusap-usap kedua lengannya.

"Pakailah, mungkin akan sedikit menghangatkanmu." Raya sedikit terkesiap saat pria itu memakaikan jas hitamnya pada Raya, namun ia tetap menerimanya. Karena memang ia membutuhkannya saat ini.

"Terimakasih."

Pria itu tersenyum dan mengangguk.
Akhirnya gadis di sebelahnya membuka suara.
Dan itu membuat Raya tersadar satu hal, pria di depannya cukup tampan dan memiliki senyum yang sangat manis.

Setelah pelayan mengantarkan minuman mereka, hanya hening yang tercipta. Mereka sibuk dengan pikiran masing-masing.

Tak terasa hujan mulai teduh, pria itu melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangan kirinya, dan jam sudah menunjukkan pukul 02.00 siang. Berarti sudah hampir 3 jam ia meninggalkan kantornya.

"Maaf aku harus pergi. Sampai jumpa." Pria itu bangkit dari duduknya dan akan melangkah pergi. Namun ia kembali menghentikan langkahnya saat Raya memanggilnya.

"Ini jasmu, terimakasih sudah meminjamkannya." tangan Raya terulur ingin memberikan jas itu kembali kepada yang punya. Namun bukannya mengambil jasnya, pria itu malah tertawa geli membuat Raya menautkan kedua alisnya heran.

"Kenapa ?" tanya Raya yang bingung dengan sikap pria di hadapannya.

"Bawalah denganmu." ucapnya.

"Tapi aku tidak membutuhkannya."

Pria itu melangkah sedikit maju mendekati Raya.

"Baiklah, kau memang tidak membutuhkannya. Tapi saya ingin kamu mencucinya terlebih dahulu, dan mengembalikannya saat kita kembali bertemu nanti."

Raya tersenyum miring.
"Bertemu lagi ? Kenapa dia berpikir kami akan bertemu lagi ?" batinnya.

Tanpa memperdulikan Raya yang masih asik dengan pikirannya sendiri, pria itu berjalan meninggalkan Raya.

Seakan sadar dari lamunannya, Raya tidak melihat lagi pria itu di hadapannya.

Kemana perginya ?

Dengan pikiran yang masih bingung, Raya melipat jass hitam milik pria itu dan memasukkannya ke dalam tas, kemudian berjalan meninggalkan cafe.

*

Raya membuka pintu rumah mewah yang terbuat dari jati kualitas bagus itu pelan-pelan.
Seakan takut orang lain akan mendengar kedatangannya.

"Darimana kau ?!" suara keras Sasha menggema di rumah itu.

"A... Aku aku dari..."

"Darimana ? Pacaran ?" Sasha turun melewati anak tangga dan mendekati Raya.

Ahhkkk....

Sasha menarik rambut Raya membuatnya memekik kesakitan.

"Kau harus ingat satu hal, kau menumpang di rumah keluargaku. Jangan bersikap seenaknya. Seharusnya kau membantu membersihkan rumah, memasak bukan keluar tidak jelas !" Sasha menghempaskan kepala Raya membuat Raya terhuyung dan terjatuh ke lantai.

Airmatanya sudah mengalir tanpa diminta. Begitulah sikap Sasha saat Frans tidak di rumah.

"Aku lapar, cepat buatkan makanan !" titah Sasha.

Raya bangkit dari duduknya dan berjalan tertatih ke dapur.
Air matanya masih mengalir dalam diam. Ini bukan pertama kalinya Sasha memperlakukannya lebih kasar dibanding memperlakukan pembantu.
Tapi apa daya, Raya hanya gadis lemah yang penurut.

"Nona Raya, kau menangis ? Pasti nona Sasha menyakitimu lagi ya ?" tangis Raya kembali pecah dan Bi Sri dengan sigap memeluk dan menenangkan Raya.

"Nona Raya jangan sedih, kau membuatku turut bersedih."

Bi Sri sangat peduli pada Raya. Ia kasihan dan iba pada Raya yang selalu diperlakukan kasar oleh Sasha.
Tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa untuk membantu Raya, ia hanya bisa menenangkan Raya saat gadis itu bersedih.

Dalam jiwa bi Sri Raya dapat kembali merasakan kasih sayang seorang ibu yang tidak lagi ia rasakan sejak ibunya meninggal.

"Raya tidak apa-apa bi." ucap Raya.

Perlahan tangis Raya tidak terdengar lagi, bi Sri menghapus air mata gadis yang dianggapnya sebagai anaknya itu.
Setelah Raya tenang, mereka berdua memasak makanan untuk makan malam keluarga Frans.

Benci Untuk MencintaDonde viven las historias. Descúbrelo ahora