BUM - 15

741 128 12
                                    

Jangan lupa klik mulmed diatas guys

Hampir sebulan sudah Raya hidup terkurung di istana besar milik Mondy.

Hari demi hari Raya lalui dengan penuh keikhlasan, berusaha terus menguatkan hatinya untuk menerima semua cobaan di hidupnya.
Terkadang ada perasaan tak mampu namun ia tak memiliki daya bahkan sedikit pun untuk melawan takdir.

Takdir.

Ia bahkan tak tahu takdir apa yang tengah ia jalani. Rasanya beban berat datang bertubi-tubi untuk terus menghancurkan batin dan jiwanya.
Hingga satu-satunya pilihan hanyalah Bertahan.

Hingga kini, ia harus kembali memikul beban berat di pundaknya. Beban yang kembali harus ia tanggung sendiri, yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya akan terjadi di hidupnya.

Di salah satu sudut kamar mandi Raya terus menangis sambil menggenggam sebuah test pack yang telah tergambar garis dua di tengahnya.

"Kenapa ?" lirihnya hampir tak terdengar.

"Kenapaaaa ?!" Jerit Raya histeris dan melempar testpack itu ke lantai.
Ia meremas rambutnya kasar dan kembali terisak pilu.

Ia tak bisa membayangkan bagaimana ia akan menghadapi dunia dengan keadaan seperti itu.
Ia bahkan tak berani membayangkan sikap Mondy jika mengetahui kabar kehamilannya. Apakah Mondy mau menerima dirinya atau bahkan mungkin mencampakkannya mengingat Raya hanyalah sebuah boneka mainan untuk Mondy.

"Aku yakin dia tidak akan mau menerima anak ini." lirih Raya sedih sembari meraba perutnya yang masih datar.

Rasa sakit kembali menyeruak dari hatinya mengingat kenyataan bahwa ia adalah wanita murahan yang menjual dirinya demi uang.

Bahkan semua perlakuan kasar Mondy seakan berputar kembali di ingatannya. Saat Mondy menganggapnya jalang, saat dengan kasar Mondy menjamah tubuhnya, dan berbagai cacian dan hinaan yang selalu Mondy lontarkan padanya membuat ia tak kuasa menahan air matanya yang kembali tumpah walau sekuat tenaga ia meredam isakannya.

*

Semua maid membungkuk hormat saat Mondy melewati mereka menuju meja makan. Setelah Mondy duduk para maid segera menyiapkan sarapannya.

"Dimana gadis itu ?" ucapnya saat tak melihat Raya di meja makan tersebut.
Seperti sehari sebelumnya, ini adalah hari kedua Raya tidak menemani Mondy sarapan pagi.

"Maaf tuan, tapi nona Raya sudah dua hari ini mengurung diri di kamar. Bahkan ia menolak untuk makan." ucap salah satu maid.

"Apa yang membuatnya bersikap seperti itu ?"

"Maaf tuan, kami tidak mengetahui soal itu." jawab maid itu pelan.

Selera makan Mondy tiba-tiba hilang begitu saja, kelakuan gadis itu selalu saja bisa membuat moodnya hancur. Mungkin salahnya membawa gadis itu untuk tinggal di rumahnya. Akan tetapi keegoisannya yang ingin menguasai gadis lemah tersebut membuat Mondy memilih cara seperti itu.

Mondy mendengus kesal dan segera beranjak dari meja makan berniat menyusul Raya.

Tok...tok...tok....

"Raya buka pintunya." ucap Mondy keras. Mondy kembali menggedor pintu kamar Raya saat tak ada tanda-tanda bahwa pintu akan dibuka.
Bahkan jawaban dari sang pemilik kamar pun tak Mondy dengar.

"Raya, aku bilang buka pintunya !" Teriakan Mondy dan gedoran di pintu semakin keras terdengar.

"Jangan membuatku marah !" Geram Mondy.

Habis sudah kesabaran Mondy, ia mengambil kunci cadangan di kamarnya dan segera membuka kunci kamar Raya.

Dilihatnya Raya meringkuk di atas tempat tidur dengan selimut tebal yang menutupi tubuhnya. Mata gadis itu terpejam dengan wajah yang tampak memucat.

"Apa dia sakit ?" ucap Mondy dalam hati.

Perlahan tapi pasti Mondy mendekati tubuh Raya. Ia menyentuh kening Raya dan merasakan hangat di tangannya. Sentuhan kecil dari Mondy tersebut mampu membuat Raya tersadar dari tidurnya.

Ia membuka matanya lemah dan cukup kaget saat melihat Mondy berdiri di hadapannya.

"Mon-dy." lirih Raya pelan.

"Apa yang terjadi sampai kau harus mengurung diri di kamarmu hah ?" 

Raya menggeleng lemah. Ia tidak berniat memberi tahu Mondy apa yang sedang terjadi padanya. Walau ia tahu, Mondy yang harus bertanggung jawab atas semua itu.

"Aku ti-dak apa-apa."

"Cih, jadi kau sengaja melakukan itu agar aku mengkhawatirkanmu begitu ?"

"A-ku tidak berniat seperti itu Mon." sanggah Raya tak terima.

"Sudahlah kau memang melakukan itu untuk menarik perhatianku kan."

"Dengar, aku tidak akan mengkhawatirkanmu. Silahkan lakukan apapun yang kau mau, aku tidak akan peduli padamu ! Jalang !" ucap Mondy marah.

Raya yang berniat membalas ucapan Mondy harus terhenti saat rasa mual  kembali menyerangnya. Buru-buru ia menutup mulutnya dan berlari ke kamar mandi.

Hueeekk.... Hueekkk...

Suara itu membuat Mondy yang berniat meninggalkan kamar Raya kembali berbalik dan menatap pintu kamar mandi yang terbuka.

Rasa penasaran terus menuntunnya menuju kamar mandi dan melihat Raya berdiri di depan wastafel.

Raya kembali merasakan mual dan sama sekali tidak menyadari bahwa Mondy berdiri di belakang dan memperhatikannya.

Hingga sentuhan kecil di tengkuknya membuat Raya kembali terperanjat.
Dapat Raya lihat dari cermin di hadapannya Mondy yang sedang memijat tengkuknya.

Apa Raya tak salah lihat ? Bahkan baru beberapa menit yang lalu Mondy mengatakan bahwa ia tak akan pernah peduli pada Raya. Tapi sekarang ? Entahlah, sikap Mondy memang sulit untuk Raya tebak.
Kadang menyakitkan, akan tetapi kadang juga mampu membuat Raya tersentuh. Seperti sekarang ini.

Menyadari Raya memperhatikannya dari balik cermin, membuat Mondy menarik tangannya. Ia sadar tak seharusnya melakukan itu, mengingat ucapannya barusan.

Kenapa aku harus peduli padanya ? ucap batin Mondy.

Namun tak bisa Mondy pungkiri ada rasa tak tega melihat Raya yang tampak semakin hari semakin tersiksa berada dalam jeratnya.

"Aku harus ke kantor. Istirahatlah, aku akan memanggil dokter." ucap Mondy datar kemudian meninggalkan Raya sendiri.

Raya hanya diam tak bergeming menatap punggung Mondy yang perlahan menghilang disusul pintu kamarnya yang tertutup.

Senyum tipis tersungging di bibir mungilnya.
Walau hanya perhatian kecil dari Mondy membuat hati Raya terasa menghangat. Setidaknya Raya tahu Mondy tidak benar-benar tidak memperdulikannya.

































Meski kau terus sakiti aku cinta ini akan selalu memaafkan

Bertahan

Benci Untuk MencintaWhere stories live. Discover now