Peligro (21)

75.7K 2.8K 51
                                    

Note: Peligro; danger.

Sang Don mengecup sekali lagi bahu Manuela sebelum gadis itu bangkit dari sofa beledu ungu. Ia memandangi tubuh mungil telanjang itu berjingkat kecil ke balik bilik di mana pakaiannya disimpan dengan senyum samar membayangi wajahnya. Setiap kali melakukannya dalam keadaan terdesak dan diburu waktu, Sang Don merasakan kepuasan lain yang tak didapatnya dari permainan cinta biasa. Bukannya dia tidak menyukai sesi bercinta di dalam kamar, di atas kasur empuk, dan waktu yang sangat luang, tapi rutinitas selalu membutuhkan penyegaran.

Sewaktu Manuela muncul dari balik bilik mengenakan pakaian yang tadi dipakainya, Sang Don tengah menaikkan celana panjangnya hingga ke pinggang. Manuela—sambil memperbaiki tatanan rambutnya—mendekat dan memungut kemeja Sang Don yang tercecer di lantai. Bibirnya sudah kembali berwarna. Kali ini mauve, serupa kelopak bunga mawar. Wanginya tercium manis, hingga sang Don memejam. Wangi parfum mahal, pikir pria itu.

"Ada karyawan Diego Herera di dalam," ujar Manuela santai, sambil membantu Sang Don menyatukan butir-butir kancing kemejanya. "Mereka yangmemulas bibirku, dan memercikkan parfum di nadiku. Kau suka?"

Sang Don menggeriap sedetik.

"Kau membuat mereka malu." Manuela menukas, masih seenteng kalimat pertamanya. Kemudian ia berputar untuk memungut vest dan jaket Don Pedro sementara pria itu memasukkan ujung kemeja ke balik pinggang celananya.

"Kau tahu sejak awal?" bisik Sang Don salah tingkah.

Manuela membantunya mengenakan vest, mengancingkannya. "Si," jawabnya sambil melirik sang Don yang meringis.

"Kenapa kau tak mencegahku?" tanya Sang Don dengan rahang mengatup supaya hanya Manuela yang bisa mendengar protesnya.

Sambil menarik ikat pinggang sang Don dan mengaitkannya sesuai ukuran pria itu, Manuela menatapnya. Dengan lagak bodoh dan manja, gadis itu berkata, "Kan kau bos-nya, aku tidak boleh membantah."

"Kau—" ucapan Sang Don mengambang di udara, ia kesal, tapi juga gemas karena tahu Manuela sengaja mengerjainya. "Kau nakal sekali," gumam pria itu, wajahnya agak memerah saat tiga orang karyawan Diego Herera yang terjebak di balik bilik tengah mengurus sepatu dan aksesoris yang telah dipilihnya keluar satu per satu.

Manuela menyodok siku sang Don.

Pria itu menoleh, mendapati Manuela menaikkan alis kepadanya. Dengan sigap, pria itu mengeluarkan dompet di bagian belakang celananya, dan menarik beberapa lembar seratus dolar dari sana. Manuela mencabutnya.

"Maaf, membuat kalian menyaksikan sesuatu yang tidak mengenakkan," kata gadis itu sambil membagi rata uang di tangannya kepada ketiga karyawan Diego Herera yang bahkan tak berani menatap wajah sang Don sebelum melarikan diri dari sana.

"Lain kali kau harus tahu waktu dan tempat," kata Manuela sambil menyodorkan jaket setelan sang Don.

"Kau sengaja," kata pria itu.

"Kau juga sengaja di rumahku semalam," balas Manuela.

Sang Don meraih busana terluarnya dari tangan gadis itu. Mereka berdekatan. Sang Don memandangi Manuela yang dengan berani kembali mengangkat dagu di hadapannya. Beberapa waktu lalu wajah manis itu menangis karena merasa diabaikan, ditelanjangi, dan didandani seperti sebuah benda mati. Kini ia berani membalik posisinya, tapi hal itu justru membuat Sang Don menyukainya. Dengan gemas, dia mencubit dagu mungil Manuela.

"Sebaiknya kau tahu, aku sama sekali tidak merasa terbalas oleh perbuatanmu, Bonita. Apa kau pikir aku akan merasa malu?"

Manuela tak menjawab.

"Aku hanya kaget, tapi kuanggap sekarang kau paham. Aku bosmu, kau bekerja untukku. Kau di sini untuk memuaskanku, melayaniku, dan membuatku senang. Apapun yang kuperintahkan berkaitan dengan itu, harus kauturuti. Kau tidak berkata tidak, kau tidak bertanya, dan kau harus membeli wewangian yang baru saja dipercikkan untukmu di balik bilik tadi. Wanginya sangat menggugah selera. Tanyakan kepada mereka, dan minta mereka membelikannya untukku. Kau mengerti?"

Desired by The DonWhere stories live. Discover now