El Patron (12)

98.6K 4.2K 96
                                    

Beberapa hari Kemudian

"Pedro ...."

Dengan telapak tangannya, sang Don menahan Carlos yang hendak bicara. Dia sedang duduk di sudut kerja, mengenakan piama mandi, menggunakan telepon.

Carlos keluar lagi, menuju ruang depan.

"Ada yang datang?" Salazar di ujung lain bertanya.

"Carlos," jawab Pedro sambil menghirup asap rokok, kemudian kembali pada pembahasan semula sebelum anak buah terdekatnya menginterupsi, "Selama di sini, tak ada yang aneh, Patron, boss. Kemungkinan mereka berhati-hati, atau memang itu hanya kecurigaan kita saja—"

"Informan kita tak mungkin keliru, Pedro," Salazar berucap pelan. "Aku yakin Dalton main aman, dia tak berani mengusikmu. Barang kita yang hilang cukup banyak. Kalau tidak disita, aku ingin tahu mereka kemana. Ingat, tak ada ampun untuk pencuri, atau kolega kita di sini akan menganggap remeh. Aku tak peduli dia orang Kolombia, Amerika, atau manapun ... aku ingin dia membuktikan bahwa dia tak bersalah, atau kita hentikan saja transportasi ke sana, tak mungkin aku mengirimmu mengawal terus menerus, aku membutuhkanmu di tempat lain."

"Puluhan juta dolar, Patron, itu sepadan."

"Kita punya banyak hal lain untuk dikhawatirkan, Adikku. Dan yang paling penting, aku tidak mentolerir pencuri."

"Aku sudah mengunjungi beberapa lab (kokain) kita di sana, semuanya teratur, tapi kau benar, Patron, tak ada yang bisa membuktikan kejujurannya."

"Yang jelas barang itu hilang di areanya."

"Si."

"Begini saja, kalau sampai hari terakhir kau di sana tak ada yang bisa kaubuktikan, benar atau tidak keterangannya"—Salazar mengurangi volume suaranya—"bunuh dia."

Pedro mengangguk. "Mengerti, Patron."

"Tunggu dulu ... jangan, lebih baik setelah kau menyelesaikan urusan di Miami," Salazar mengambil jeda untuk berpikir. "Aku akan hubungi Chavez untuk mengirim orang mengawasi Dalton selama kau mengurus yang lain. Kau akan terbang langsung ke Bogota dari Miami kalau mereka yakin barang itu tidak ada di tangan Dalton. Tapi kalau tak ada kepastian, terpaksa kau kembali ke New York. Aku tak ingin hal ini ditangani orang lain, aku ingin kau yang melakukannya, dan semua orang paham apa akibatnya. Omong-omong ... apa kau sudah siap dengan urusan Miami?"

"Aku sudah pegang jadwalnya."

"Anak dari mitra baru kita akan menikah sekitar minggu kedua kau berada di sana. Aku mengiriminya satu juta dolar dan sepasang jetski yang akan dikirim pada hari pernikahan, mereka mau kau mampir. Apa kau bisa?"

"Tentu saja—"

"Satu lagi, Juan Pedro, jangan permalukan aku dengan membawa Carlos masuk ke ruang resepsi, bawalah seorang gadis. Kau mengerti? Pilih salah seorang artis atau model setempat, jangan sembarang wanita. Kalau begitu, istirahatlah. Besok pagi aku akan mengantar Carlitos ke stadion untuk melihat klub berlatih."

"Kau jadi membeli klub itu?"

"Si, aku akan mengisinya dengan pemain terbaik, dan kita akan jadi juara liga. Jaga dirimu baik-baik, Pedro, aku menyayangimu."

"Gracias, Patron, aku menyayangimu."

Don Pedro menghela napas sambil menjentikkan abu rokoknya. Langit malam berhias lampu kota tersaji di balik jendela kaca di hadapannya, indah dan cemerlang, bagaikan hamparan perhiasan di permukaan permadani hitam kelam. Lampu-lampu yang memudarkan kesakralan taburan bintang, dan apa saja yang bisa didapatnya dengan mudah di kota megapolitan, tetapi tetap tak ada yang senyaman rumah-rumahnya di Kolombia. Daripada tebaran lampu, ia lebih menyukai hamparan hijau sejauh mata memandang, langit-langit rumah sederhana yang khas, dan orang-orang yang berbicara dengan suara lantang di depan toko-toko mereka.

Di tengah lamunan, ia teringat pada Carlos dan memanggilnya.

Carlos, yang setia menemaninya ke mana pun, hadiah dari Salazar untuk ulang tahunnya yang ke-25, kembali mengetuk kamar tidurnya dan masuk tanpa dipersilakan lagi. Seorang wanita seksi mengekorinya.

Pedro mendesah malas.

"Dalton tak bisa mengusahakannya," kata Carlos dalam bahasa Spanyol. "Ini kasus khusus. Yang ini juga mirip, coba saja dulu."

"Mierda, tai," maki Pedro kesal. "Hubungi langsung mucikarinya, siapa tahu Dalton malas berurusan dengannya."

"Itu sudah dilakukannya, aku bertemu langsung dengan orang itu. Namanya Bruce. Memang gadis itu tak mau kerja lagi, katanya."

Masih tak terima, Pedro menggilas nyala rokoknya dengan marah, dan menghempaskan punggungnya kencang-kencang ke sandaran kursi, "Tawarkan dia uang yang banyak, dia butuh banyak uang. Tidak, jangan. Temukan saja alamatnya, aku yang akan bertemu langsung dengannya."

"Oke ... tapi bagaimana dengan gadis ini? Kau tak bisa menolaknya lagi setelah memintanya, Dalton bisa tersinggung."

"Persetan, Salazar sudah bilang aku boleh menghabisinya kalau selama kita di sini dia tak bisa membuktikan dirinya tak bersalah."

"Ya itu nanti, tapi sebelumnya kau harus jaga diri, Pedro, kau tidak kebal peluru."

"Kalau begitu tinggalkan gadis itu di sini. Kau pergilah, cari alamatnya, dan pastikan jam berapa dan di mana aku bisa menemuinya. Aku akan membawanya ke Miami."

Carlos mengernyit.

"Salazar bilang aku harus datang ke resepsi pernikahan anak Santiago Miguel dengan pasangan, kau mengekor di belakangku, bukan di sampingku. Dia sudah mulai malu kurasa karena aku tak kunjung berkeluarga."

"Yah ... aku mengerti kekhawatiran El Patron terhadapmu, tapi kenapa harus gadis itu? Apa kau menyukainya?"

Pedro menyengalkan tawa sambil mengusap kumis tipisnya, "Menyukainya? Yang benar saja ... apa kau tuli? Aku harus membawa perempuan yang tampak baik-baik, itu pesan Salazar, dan kau melihatnya sendiri setelah kita mengubah penampilannya pagi itu, kan?"

"Si, dia cantik."

"Dia tidak hanya cantik, dia mungil, anggun, manis, dia tipe-tipe istri orang Kolombia, Carlos, dia akan sangat cocok digandeng ke pesta pernikahan putra calon drug lord Miami yang baru. Kita harus mengesankannya. Kau tak ingin aku hadir di pesta itu dengan menggandeng sembarang wanita, kan? Apa yang akan mereka pikirkan kalau aku membawa gadis seperti ini, misalnya?"

Mereka berdua melirik ke arah gadis yang datang bersama Carlos. Perempuan itu tengah menanggalkan hampir seluruh pakaiannya untuk bersiap mandi. Karena dicermati secara serempak, perempuan itu melongo kebingungan, "Kenapa? Kalian mengobrol saja dengan bahasa ibu kalian, aku akan mandi, jadi saat kalian selesai pacaran, atau apapun itu, aku sudah siap. Aku tidak dibayar untuk menginap, ya? Ada harga sendiri untuk itu. Apa di dalam ada bak untuk berendam?"

"Kurasa Dalton sudah kesal padaku," gumam Don Pedro begitu pintu kamar mandi ditutup dari dalam. "Sebelumnya pilihannya lumayan juga."

"Tentu saja, kau terlalu banyak permintaan kali ini." Carlos menaikkan alis sambil mengembuskan napas berat. "Oke ... kau benar. Berapa yang akan kautawarkan?"

"Seratus, atau dua ratus ribu dolar."

"Sinting!" Carlos terperangah. "Banyak sekali, untuk sekali datang ke pesta?"

"Untuk dua minggu, goblok, selama aku di Miami."

Cerita ini sudah di-views 10K, aku senang banget

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Cerita ini sudah di-views 10K, aku senang banget. Terima kasih buat semua yang baca, juga kakak2 penulis yang membawa pembacanya ke sini ^^ Kak Kin, Kak Umi, aku inbox banyak penulis dan kebanyakan nggak merespons. Semoga aku bisa selesaiin cerita ini. Untuk yang setia menunggu, terima kasih, kalian bikin aku semangat nulis tiap hari 

Desired by The DonWhere stories live. Discover now