Part 16 : Jaga Hati

Mulai dari awal
                                    

"Namanya cantik, kaya orangnya," puji Bapak pada Senja.

Senja hanya menanggapi dengan senyuman.

"Pacarnya Den Satria kan?" Ibu berpendapat yang membuat Senja dan Satria saling berpandangan. Bahkan mereka berdua tidak menampik opini Ibu.

"Ya udah, ayo kita ngobrol di dalam." Ibu menarik tangan Senja agar mengikutinya.

"Awww." Senja meringis saat tidak bisa menyamai langkah Ibu.

"Eh, kenapa?" tanya Ibu panik, takut-takut Dia terlalu keras menarik lengan Senja.

"Kaki Senja terkilir Bu, jatuh," jelas Satria.

"Harus cepet di urut itu," usul Bapak.

"Ya udah, ayo duduk di situ, ibu ambil minyak urut dulu." Ibu memberi perintah kemudian pergi ke kamar.

"Habis dari mana?" tanya Bapak.

"Panjang ceritanya Pak, Kami bermain di perkebunan teh bagian barat. Kemudian, Senja terjatuh dari tebing perbatasan, sampai kakinya terkilir seperti ini. Lalu, Saya memutuskan membawa Senja kemari karena tidak mungkin memanjat tebing dan hari semakin gelap. Sementara, Hp Saya juga mati Pak." Satria menjelaskan secara garis besar.

"Oh begitu ceritanya, kalau begitu, malam ini kalian tidur di sini saja. Besok pagi baru pulang ke Villa." Bapak memberikan usul.

"Kalau Bapak dan Ibu tidak keberatan, kami akan menginap," ucap Satria.

Sementara Senja hanya diam, pasrah. Hari ini sudah cukup melelahkan. Gadis itu hanya ingin beristirahat.

"Tentu boleh dong." Ibu menjawab dari arah kamar.

Satria tersenyum.

"Sini Neng, selonjoran kakinya. Tenang, gini-gini ibu tukang urut." Ibu menuntun kaki Senja agar mudah di urut.

"Maaf ya Bu." Senja meminta maaf karena merasa tidak sopan saat Ibu menyentuh kakinya.

"Tahan sebentar ya Neng." Ibu mulai mengolesi pergelangan kaki Senja dengan minyak.

"Aaaaaah, sakit Bu. Sakiiit!" Senja mengaduh kesakitan.

Satria ikutan ngeri melihatnya, sementara Bapak sudah terbiasa melihat orang menjerit saat di urut karena terkilir.

"Tahan ya Neng, sebentar lagi. Soalnya kalau gak buru-buru di urut bisa makin kaku nanti uratnya." Ibu kembali mengurut kaki Senja.

"Sakit Bu. Aaaaaah!"

"Tahan Ja." Satria menggenggam tangan Senja, berusaha menyalurkan kekuatan pada Gadis itu.

"Aaaaaah!" jerit Senja panjang.

"Nah, sudah. Coba di gerakkan. Masih kaku ga?" tanya Ibu memastikan kaki Senja sudah tidak terkilir lagi.

"Lumayan Bu, enakan," ucap Senja sambil menggerakkan kakinya.

"Setelah istirahat, besok pasti udah bisa jalan lagi," kata Ibu kemudian pergi ke dapur.

"Kalian belum makan kan? Sebentar, Bapak siapkan makanan." Bapak ikut bangkit menyusul Ibu.

"Makasih Sat," ucap Senja kemudian melepaskan genggaman tangan Satria.

"Oh, iya." Satria tersenyum kikuk.

"Ini, maaf makanannya makanan kampung." Ibu datang dengan hidangan di tangannya.

"Ini, di minum dulu." Bapak datang dengan dua gelas air putih.

"Ayo, silakan dimakan. Kalian pasti lapar." Ibu menghidangkan dua piring nasi, dengan semangkuk sayur asam dan sepiring kecil ikan teri serta tempe goreng, ada sambal terasi juga.

SENJA (Revisi 2023) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang