Mungkin, jika ia tak punya nyali. Ia tak akan pulang ke rumah. Khawatir akan keluarganya untuk mencemasinya yang tak kunjung pulang. Bisa jadi, Khanza menjadi sasaran para germo disini. Sedangkan, semua kameradnya sudah berlalu.

"Kak, maaf. Boleh minta antar pu-"

Belum sempat Khanza menyelesaikan ucapannya, Ranz mengangkat kepala. Memasukkan ponsel ke dalam saku celananya. Tanpa ekspresi, Ranz berkata "Naik!"

Khanza membulatkan matanya. Terkejut. Masih diam ditempatnya berdiri. Tepat di samping motor Ranz.

"Lo minta gue anter pulang kan? Buruan naik!"

Tanpa mengucapkan kalimat apapun, Khanza menaiki motor posisi menyamping. "Mending lo ganti posisi. Gue masih takut bawanya. Tar kalau lo jatuh-" Khanza segera mengubah posisi duduknya.

Ranz menoleh dibahu. "Pegangan ya,"

"Kenapa?"

"Gue mau ngebut soalnya." Khanza menelan saliva. Takut. Namun, ia mencoba tetap tenang. "Yaudah kalau gitu Khanza turun aja dah. Gak berani."

Mungkin, ini bisa dikatakan hal yang paling nekat yang pernah Khanza alami seumur hidup. Ngebut dalam motor. Dengan kecepatan cukup diatas rata-rata. Sebelum sesaat setelah Khanza mengatakan itu, Ranz menginjak pedal gas. Membuat Khanza mau tak mau memeluk erat Ranz. Padahal ia tahu, batasan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahrom. Tak ada pilihan lain lagi selain memeluk lelaki yang tak pernah ia kenal sebelumnya.

Ranz tersenyum simpul. Ia melirik perutnya tengah dililit tangan mungil Khanza. Ranz mengurangi kecepatan motor. Ia menoleh dibahu. Oktafnya ia tinggikan. "Gue baru pertama kali bonceng cewek selain nyokap dan saudara gue."

Lagi-lagi Khanza terkejut dibuatnya. Kerudung serta pakaian yang ia kenakan terbang tertiup angin. Sama seperti pakaian serta rambut Ranz. Tertiup angin.

"Khanza juga baru pertama kali dibonceng cowok selain keluarga." Ranz semakin melebarkan senyumnya. Ada perasaan hangat menjalar di dada. Ranz berucap kemudian. "Gue juga baru pertama kali dipeluk cewek selain saudara gue," Khanza menguraikan pelukannya sadar apa yang tengah ia lakukan.

"Khanza juga baru pertama kali meluk cowok gak sengaja selain keluarga."

Ranz merasakan uraian Khanza melonggar. Ia pun menaikkan kecepatannya. Membuat Khanza lagi-lagi memeluk semakin erat.

"Udah gitu aja ya, jangan dilepas. Kalau lo kenapa-kenapa nanti gue yang khawatir."

Wajah serta pakaian Khanza semakin diterpa angin. Membuatnya semakin kedinginan. Namun, ia tak mau kemodus-an ini semakin berlanjut.

"Jangan ngebut kak, Khanza kedinginan. Lagian, bukan mahromkan?"

Ucapan terakhir Khanza membuat Ranz terdiam sesaat. Ia tak peduli. Mungkin, hari ini dosanya semakin bertambah. Siapa tahu, hari esok Ranz tak akan melihat gadis yang saat ini memeluknya erat. Tak peduli. Ranz tak mengurangi kecepatan laju motornya. Hingga, melewati beberapa kamerad tengah membonceng teman-teman Khanza.

Pertama kalinya semua kamerad dekat Ranz, melihat Ranz membonceng gadis. Karena sebelumnya, tidak pernah ada gadis yang mau diboncengnya. Mereka terbelalak. Terkejut apa yang dilihatnya.

"Wagelaseh guys, seorang Ranz pertama kali bonceng cewek," ucap Lee setengah berteriak pada kameradnya. Ia tengah membonceng Dinda yang sengaja memeluknya erat.

"Tak kusangka akhirnya dia bisa berbahagia memiliki wanita. Hari free sedunia guys. Ranz harus traktir kita malam ini." Ujar Tio dibalas gelak tawa kameradnya.

"Kenapa sih, itu cowok sama gue aja gak mau. Padahal, gue cantik, sexy, tajir. Apa kurangnya sih? Sama cewek berhijab kayak gitu aja baru mau. Heran dah gue." Dinda menggerutu. Sempat terdengar Lee.

"Kurangnya, lo terlalu chessy." ucapan Lee membuat Dinda terdiam seribu bahasa.

"Tapi lo juga mau kan?" balas Dinda tak mau kalah. Lee hanya menarik bibirnya simpul.

"Gue cuman kasihan aja sama lo. Takutnya lo nanti jadi barang sewaan semalam lagi."

𝓇𝒾𝓉𝓂𝑒

Khanza menunjukkan letak rumahnya. Tidak jauh dari jalan raya. Entah mengapa, berat rasanya untuk meninggalkan Khanza. Namun, Ranz menyangkal perasaan itu. Beberapa kilometer dari jalan masuk ke rumahnya, Khanza sudah melepaskan pelukan. Hanya memegang erat jaket kulit hitam Ranz.

Khanza turun. Merapikan pakaiannya. Ranz hanya memperhatikan. Tak sedikitpun pandangannya terarah terkecuali gadis dihadapannya saat ini.

Khanza tersenyum. "Makasih kak. Ini ongkosnya," ucapnya sembari menyodorkan beberapa lembar uang pada Ranz.

Ranz tersenyum, ia menyapukan pandangan ke segala arah. Memperhatikan rumah Khanza. "Gak usah, di dalam ada orang gak?"

"Ada, mau masuk?"

"Nggak, takutnya lo sendiri disini nanti." Ranz tersenyum. Lantas, ia menyalakan motor. "Ya udah, gue pulang dulu ya,"

Khanza mengangguk tersenyum. "Makasih kak, Hati-hati di jalan."

Ranz mulai berlalu sebelum sesaat ia menepuk-nepuk puncak kepala Khanza. Bibirnya tak lepas dari tersenyum.

The first time.

𝓇𝒾𝓉𝓂𝑒

Jazakumullah Khoir 🖐

***************

Jangan lupa vote n komennya ya :)

Share juga ke teman-teman kalian

Dapat pahala kok ngelakuin itu semua :)

GRACIASS!!!

RITME; Married with SelebritiWhere stories live. Discover now