Piknik 19

1.6K 117 16
                                    

Aku menggeliat pelan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku menggeliat pelan. Kesadaranku sedang kucoba kumpulkan. Dengan ritme yang begitu lambat, akhirnya kelopak mata ini mulai berkemauan untuk terbuka. Kulihat sekelilingku, dan keanehan sedikit terasa. Seperti ada yang hilang. Tiba-tiba, fenomena tentang aku dan Kevin yang terjadi di tempat ini, teringat seketika. Tirai mata yang awalnya malas terbuka, kini terbelalak dengan sendirinya. Jiwaku bahkan memaksa tubuh untuk terduduk, sebab perpaduan rasa kaget dan risau yang mendadak mengetuk.

“Udah bangun, Mbak?” tanya Bi Ningsih yang tiba-tiba masuk ke kamarku, dengan senyum lebarnya.

“Ini udah pagi, ya, Bi? Kevin udah pergi, ya?” todongku yang membuat raut wajah Bi Ningsih berubah seketika, dan membulatkan keyakinan kalau jawaban dari pertanyaanku itu adalah iya.

“Kenapa Bi Ningsih enggak bangunin aku, sih?” omelku frustasi.

Sesaat kemudian, Bi Ningsih duduk di tepi kasur, lalu menyentuh pundak kiriku. Aku pun refleks menatapnya.

“Mbak, ini masih sore, belum pagi,” ucap Bi Ningsih sambil tersenyum.

“Hah?” heranku.

“Mas Kevin lagi di depan, ngobrol sama Pak Jon,” ujar Bi Ningsih yang memberikan secercah harapan padaku.

“Beneran belum pagi? Ini masih hari Senin?” tanyaku memastikan.

“Belum, Mbak. Tu, liat jamnya, ndak mungkin to nek jam empat pagi kok udah terang gini,” jawab Bi Ningsih, masih dengan senyumnya. Aku pun menengok ke arah jam beaker di meja, lalu menghela napas panjang, guna meredakan segala kerisauan.

“Syukurlah,” ucapku lega. Bi Ningsih pun terkekeh menatapku.

“Kaget aku, Bi. Tak kira udah pagi,” lanjutku.

“Mbak Vanya mesti kebiasaan, lho. Nek tidur siang, terus bangun pas matahari masih ada, mesti kaget gara-gara dikira udah pagi. Mbak mbak,” ujar Bi Ningsih sambil tertawa geli. Aku pun meringis malu.

“Iya, ni, Bi. Penyakit,” sahutku seadanya.

***

Aku berjalan keluar, lalu berhenti tepat di teras depan rumah. Tak jauh dari tempatku berdiri ini, kulihat Kevin sedang berdiri dengan tangan yang dilipat di dada. Ia sedang asik ngobrol bersama Pak Jon yang tengah jongkok sambil melakukan rutinitas sore bersama burung peliharaannya.

“Kok, disemprot kenapa, Pak?” tanya Kevin, ketika melihat Pak Jon yang sedang menyemprotkan air menggunakan semprotan khusus, ke arah burung kesayangannya.

“Supaya warna bulunya tetep bagus, Mas,” jawab Pak Jon mantab. Kevin pun mengangguk-angguk paham.

“Tiap hari digituin, Pak?” Kevin penasaran.

“Iya, Mas.”

“Sehari berapa kali?”

“Kalau saya, dua kali. Pagi sama sore.”

With You #2 [Kevin Sanjaya Sukamuljo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang