14. I'm not

281 37 14
                                    

Hoppla! Dieses Bild entspricht nicht unseren inhaltlichen Richtlinien. Um mit dem Veröffentlichen fortfahren zu können, entferne es bitte oder lade ein anderes Bild hoch.



"Eh itu cewek sendirian doang."


Taeyong menghela nafas, Ia menghentikan langkahnya lalu berbalik. Sepertinya Taeyong tidak bisa membiarkan gadis itu tidur sendirian di sini dengan dua orang laki-laki perokok yang membawa alkohol terus melirik ke arahnya.

"Permisi."

Taeyong mengetuk meja perlahan, dua orang laki-laki yang hendak beranjak mendatangi gadis itu kembali duduk dan memantau situasi.

"Permisi..."

"Eum?" Akhirnya dia merespon dan bangun.

"Ga ada tempat istirahat buat dokter di rumah sakit sebesar ini?"

"Saya dokter magang."

Bukan jawaban yang pas, Tapi Taeyong akhirnya mengetahui satu hal.

"Tapi kamu tetep dokter terlepas jabatan atau apa—"

Gadis itu kembali menyenderkan kepalanya di meja, membuat Taeyong kebingungan.

"Kamu bisa istirahat di ruang tunggu kalo kayak gini."


Tidak direspon, Taeyong berpikir sejenak.


"Ada keadaan darurat—" Pekik Taeyong yang membuat gadis itu terlonjak dan merapikan jas putih serta mencari stetoskop di sakunya.

"Mana?!"

"Tapi bohong." Taeyong tertawa menunjuk ke arah gadis itu.

"Dasar nipu ya kamu." Gadis itu menunjuk Taeyong dan menatap tajam.

"Jangan istirahat di sini, liat deh pojok sana."

Gadis itu mengusak matanya dan menoleh ke pojok seberang.

"Ah, mereka selalu bisa masuk ke sini." Gadis itu mengalihkan pandangan dan menatap ponselnya.

"Maksudnya?"

"Mereka itu kelompok pemberi pinjaman, desas-desus sih bahkan klien mereka yang masuk di rs ini terus dikejar dan ga ada kelonggaran."

"Maksud—"

"Mungkin kita bisa ngobrol."

Taeyong mengikuti langkah gadis itu, keluar dari area kantin dan menuruni tangga.

"Nama kamu —"

Langkah gadis itu terhenti diikuti Taeyong, lalu menunjukkan id card yang dikalungnya.

"Helena?"

"Ya, nama kamu?"

"Taeyong."


Drtt.


"Sebentar."

Helena merogoh sakunya dan mengambil ponselnya yang terus bergetar.

"Halo?"

"Helen, kamu bisa dateng ke lantai 7? Saya tunggu di deretan lift."

"Ah, iya kak. Saya kesana sekarang."
Helena mematikan panggilan dan menoleh ke arah Taeyong. Dokter seniornya memanggil, Helena harus bergegas.

"Aku harus nugas, makasih udah nolong saya. Kita bisa ngomong lagi nanti."
Langkah gadis itu terburu-buru menuruni tangga.

"Helen—"

Helen berbalik karena Taeyong memanggilnya.

"Semangat!"

Helen tersenyum dan melambai, "Iya."




sibling



Taeyong berjalan sebentar di taman, duduk di kursi beton dan menikmati semilir angin malam.

Taeyong masih ragu ingin ke ruang adiknya dirawat, jika Anna bangun- Taeyong masih merasa canggung.

"Akh."

Laki-laki itu teringat pada ponselnya, ada satu chat dari seseorang di line nya yang cukup menyita perhatian dibanding notif lainnya.


"Xiaojun?"


Karena banyak notifikasi yang masuk, Taeyong mengklik notif line itu.

'Kak, tadi pas aku ke rumah denger ribut banget, aku ga berani ngetuk pintu dan ngechat lian ga di bales, ada apa ya? Soalnya beda banget rasanya.'

'Dari mana dapet kontak aku?' Balas Taeyong.

Satu menit.

Tiga menit.


Tidak ada respon.

Taeyong lelah menunggu dan memilih kembali ke gedung rumah sakit untuk melihat adiknya.

Sebenarnya Taeyong tidak sampai hati melihat kondisi adiknya, Taeyong mengakui dirinya bodoh, menuduh ini semua stres karena ulah orang tua mereka.

Nyatanya, mungkin jika Taeyong ada untuknya— memerhatikannya, Anna tidak akan merasa kesepian, justru Xiaojun yang lebih sering bersamanya, ketimbang Taeyong yang memanfaatkan waktu luang di area basket kampus atau hangout bersama temannya.


Sssk


Taeyong mengerjapkan matanya saat Anna merubah posisi tidurnya menjadi miring, laki-laki itu nyaris tidak bernafas karena syok, namun dengan cepat memegang selang infus, mengarahkan agar tidak terjepit dan jarumnya bergeser.


"It's not yet enough to call me as a good brother."

-tbc-

Worth it ga sih buat dilanjutin?

SiblingWo Geschichten leben. Entdecke jetzt