10. Thanks

217 39 1
                                    



“Ey, ngelamun aja.”

Xiaojun menyentuh dahiku dengan telunjuknya sambil mengusap-usap ke kiri dan kanan, sialan.

“Lagi mikir.”

“Mikir kenapa aku bisa seganteng ini?”

“Bodo.”

Sudah tiga tahun aku bertemu dengannya dan mengenalnya cukup dekat, hal-hal aneh yang Ia katakan sudah terekam baik di otakku. Bahkan aku bisa menebak di awal pembicaraan.

Iya, benar terkadang aku memikirkannya. Memikirkan kenapa dia sangat percaya diri atau Mei mei menyebut hal itu “tidak malu.”

Entahlah, memusingkan. Sulit membedakan dia serius atau tidak.

“Anu—lion.”

Aku menoleh, “Apaan?”

“Kamu keliatan ga sehat.” Katanya pelan.

Toh memang benar, aku sedang pms ditambah stress.

“Kamu ga pernah liat kakak—“

“Kakak siapa?”

Aku mendadak tidak enak menggantung kalimatku seperti itu, entah kenapa aku masih tentang kakak perempuan Xiaojun yang notabene sudah meninggal setahun lalu. Aku takut dia kembali sedih, mengingat Xiaojun benar-benar menyayanginya.

“Kakak kelas taun lalu—itu pingsan gara-gara sakit pms.” Alihku dan dia hanya mengangguk.

“Terus gimana biar ga sakit?” dia bertanya sangat serius.

“Itu—minum obat bisa, tapi lebih baik tidur sih, soalnya gimana ya—” aku memutar pulpen di atas buku, mengusir kebosanan.

“Ya udah, kamu tidur aja. Aku pikir belajarnya cukup.”

Xiaojun tiba-tiba saja berdiri di hadapanku, menatapku yang masih duduk memainkan pulpen.

“Tapi—“

“Aku tau sakit kamu ga sekedar pms, kurangin stress kamu. Kita seru-seruan setelah ujian ini selesai, ya?”

Mataku berbinar menatapnya, astaga brengsek ini bisa-bisanya membuatku berubah sikap.

Pip.

“Tv nya udah aku matiin juga, aku keluar. Kunci pintunya.”

Dia berlari keluar dan aku menyusul untuk mengunci pintu. Namun saat aku sampai dia entah kemana.


“Jun—“


“Aku duluan ya?!”


Ternyata dia memakirkan sepeda di garasi samping, aku melambai hingga Xiaojun menarik gerbang dan menutupnya.


Xiaojun memang semanis itu, selucu itu, seperhatian itu dan juga sesayang itu kepada orang disekitarnya. Tapi aku tidak boleh berpikir lebih, menganggapnya lebih dari sahabat? Aku rasa aku tidak pantas.

Xiaojun tidak hanya baik bagiku, tapi dia baik kepada semua orang. Terbawa perasaan sudah sering aku alami, namun aku dengan cepat menyadarkan diri.

Juga,

Itulah kenapa aku menguatkan hati menghadapi “bercandanya” itu.



▪︎▪︎▪︎

Tbc.

▪︎▪︎▪︎


Pendek-pendek ya hehe, tenang. Kita bakal fokus ngehalu tentang sosok Taeyong sebagai abang 😊

Good night💚


SiblingWhere stories live. Discover now