8. Just go

279 39 4
                                    



“HEI—“

“Lian?”


Awalnya Xiaojun berniat mengagetkanku sepertinya, namun suaranya memelan saat menyebut namaku. Aku tebak, dia paham dengan keadaanku sekarang.


“What happened? I saw your legs—“


“Little accident, yesterday.” Sahutku.


“Dianterin kak Taeyong kah?”


Aku mengangguk lesu.


“Udah sarapan? Lemes banget sih.”


Xiaojun meledekku, aku hanya memutar bola mataku malas.

“I’m on my period.”


Dia tak bereaksi lagi setelah itu, terserah seharian ini dia mau memanggilku Lion.


Perempuan mana yang tidak sensi dan lemas disaat hari pertama periodenya.


“Semangat ya! Ruang kita mencar jauh banget.” Katanya setelah hening beberapa saat.

“Kamu juga.”


Saat mencapai ujung tangga, kami berjalan berlawanan arah.

“Lian!”


Aku menoleh, Xiaojun barusan memanggilku.


“Pulang bareng aku!” Ia mengangkat ponselnya.

Aku mengancungkan jempol lalu kembali menuju ruang ujian.


▪︎▪︎▪︎


Ujian selesai tepat pukul duabelas, aku menuruni tangga menuju gerbang.


Aku tidak tau Xiaojun ada dimana, ponselku mati dan aku tidak membawa powerbank. Sial.

Lagipula rencananya tidak berjalan, Taeyong menjemputku di break siang hari.


Aku tidak mengabari, lagipula kan aku di blok? Aku meyakinkan diri seperti itu, benar tidaknya aku juga tidak tau.


Dia sudah menunggu, benar tepat waktu dan tidak banyak bicara.

“Lian!”


Aku menoleh sebelum membuka pintu mobil. Xiaojun benar-benar kacau dengan rambutnya yang acak-acakan terkena angin.


Sorry, aku lupa ngabarin dia.” Desisku saat Xiaojun sudah dekat.


“Besok ya?” tawarku.


“Sampe ujian selesai aja.”


Aku mengangguk setuju.












“Besok ga usah jemput aku.”


Tidak ada respon, aku menghela nafas, memang seperti berbicara pada tembok, aku harus banyak bersabar.


Tiba-tiba saja dia berhenti di minimarket tanpa berbicara padaku, atau sekadar mengatakan ‘Tunggu sebentar’

Ya terserahlah.

Sekitar sepuluh menit dia kembali, membawa dua plastik besar berisi makanan ringan dan minuman buah.


“Buat apaan tuh.”


Aku menutup mulut, aku secara reflek menanyakannya.


“Mau nonton bola.”


Aku terkejut dan merasa lega dalam satu waktu. Dia meresponku dan melakukan hal positif.


“Bagus deh, dibanding ke bar itu lagi.” Sahutku dan dia sontak menoleh ke belakang, ke arahku.


“Jaga omongan kamu ya.” Dia berucap datar, sinkron dengan ekspresinya.


“Emang aku salah?”


“Jangan diungkit-ungkit lagi!” tegasnya.


“Dih. Kan emang bener.” Sahutku terpancing.


“Aku ga minum!”


“Ya kan kalo aku sama Xiaojun ga dateng, KAMU MINUM!”

“JAGA OMONGAN KAMU!”


Dia berteriak, membentakku. Hingga aku sadar beberapa orang yang hendak masuk ke minimarket menoleh. Kebetulan dia memarkir mobilnya tepat di samping jalan pintu masuk.


Memang suaranya tidak main-main, bahkan menembus kaca mobil yang tertutup rapat.


Telingaku terasa tuli sesaat. Tidak kusangka, aku reflek menangis karena itu. Perutku semakin nyeri, punggungku sakit, sekarang perasaanku semakin kacau.


Wajahku semakin panas, aku membuka pintu kasar dan mengambil tasku di kursi sebelah.


“Aku bisa pulang sendiri.”

SiblingWhere stories live. Discover now