16. He even not angry???

58 5 0
                                    





"Na, kita sampai."

Aku membuka mata. Sekeliling nampak asing dan cahaya matahari memantul dari kaca jendela sebuah rumah di depanku. Saat menoleh, kursi kemudi sudah kosong dan aku bisa melihat punggung kak Taeyong dari jarak beberapa meter di depan sana—dia memunggungi, namun kelihatannya sedang berbicara dengan seseorang yang tidak bisa kulihat dengan jelas.

Untunglah aku menemukan sebotol minum di depanku—aku tidak tahu sudah berapa lama aku tertidur, tenggorokanku terasa kering sekali bahkan berbicara rasanya tidak nyaman. Setelah menghabiskan sekitar setengah botol, aku melepas seatbelt dan menghampiri kak Taeyong yang tertawa dengan lawan bicaranya. Sepertinya asik sekali, ya.

"Kak." Aku berucap pelan, bersembunyi dibalik punggung kak Taeyong yang kurus, jika dibandingkan dengan orang itu sangatlah jauh perbedaannya. Aku agak segan karena dari jarak tiga meter dia terus menatapku diselingi obrolan bersama kak Taeyong, tubuhnya juga menjulang tinggi dan ototnya kekar—itu terlihat karena dia hanya memakai kaos dalam, aku tidak habis pikir. Tapi mungkin saja ini rumahnya?

"Iya, kenapa?"

"Kenapa kita disini?"

"Sementara kalian tinggal di vila ini."

Aku beralih menatap pria asing yang baru saja berbicara, dia tersenyum dan tentu saja aku membalas dengan senyuman canggung.

"Dek, ini Johnny, anak pemilik vila sekaligus temen kakak. Kita sementara tinggal di vila ini sampai ada keputusan untuk pulang, ya?"

Sejujurnya, aku tidak tahu harus bereaksi seperti apa, jadi aku hanya mengangguk pelan tanpa mengucapkan apapun lagi.

"Oh iya, penginapan kalian yang ada di dekat danau. Ada beberapa asisten yang udah nunggu buat ngasih petunjuk ke kalian. Gak jauh dari sini kok, lurus dari sini aja."

"Oke, makasih banyak udah bantu." Kak Taeyong menepuk lengan Johnny dan mereka terlihat sangat akrab.

"Gak masalah, kalo perlu apa jangan segan bilang aja."

"Sip, sekali lagi makasih John."

Kami kembali masuk ke mobil, menuju ke satu rumah yang berjarak beberapa ratus meter dari milik Johnny. Ada banyak pertanyaan yang tetap kutahan di dalam pikiranku, belum berniat membicarakannya pada Kak Taeyong. Sepertinya aku masih kaget dengan beberapa hal saat memulai hari ini. Tentang Taeyong yang berbeda dibanding biasanya.

"Dia temen kakak. Seo Johnny."

"Yea—I knew, temen akrab?"

Taeyong mengangguk pelan, "Ya, bisa dibilang gitu."

"Kayaknya seru banget punya temen akrab, ya? Aku cuman punya Xiaojun." Kataku tertawa kecil, menyedihkan. Ya penyebab sebenarnya adalah kak Taeyong—setiap kali seorang teman perempuan mendekatiku, tidak ada yang sudi untuk benar-benar berteman, mereka hanya memanfaatkanku agar bisa mendekati Taeyong.

"Loh? Temen? Bukannya kalian pacaran?"

Aku sontak menoleh, menatapnya sinis, "Dih? Kata siapa?"

"Kata kakak lah, lagian gak masalah kok. Gak ada yang marah kalo kamu sama dia."

"Udah miring ya otaknya." Aku sontak menutup mulutku sendiri. Bagaimana bisa perkataan itu terucap begitu saja, pada—kak Taeyong. Sepertinya aku sedang menggali kuburanku sendiri. Aku sudah siap jika dia tiba-tiba berteriak dan membentakku atas hal itu.

Satu menit

Dua menit

Dia bahkan masih tidak bereaksi apa-apa hingga memasuki rumah. Apa dia marah dalam diam? Entahlah, aku masih membuntutinya seperti anak ayam, sementara di paling depan ada asisten yang dikatakan Johnny tadi, memandu kami.

"Anyway, kita bakal stay gak hanya satu hari so, kita harus beli baju ganti dan beberapa kebutuhan lain, iya kan?"

"Y-ya?" aku mendongak ke arah kak Taeyong. Wajahnya lucu dan tidak ada sedikitpun noda kegarangan.

"Jadi, ayo kita ke mall."

















































ini orang abis kesrupan apa gimana deh?

















You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 26, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

SiblingWhere stories live. Discover now