5. What the f-

286 43 0
                                    



Aku mengambil tas selempangku dan keluar dari toko untuk menuju danau.

Alasan jalan kaki karena dekat, walaupun agak beresiko. Kata orang-orang, jalan itu berada di pemukiman yang selain kumuh juga tempat-tempat yang melanggar hukum.

Diskotik. Bar. Pub. Karaoke. Pijat ya, sejenisnya. Ilegal.

"Jun, yakin nih gamau bawa mobil?"

"Iya, jangan takut. Rame juga kok, siniin."

Dia mengulurkan tangannya, "Apa?"

"Tangan kamu."

"Hah?"

"Nanti ditarik orang kamu ilang.

"Heh?!" aku menatap tajam.

"Nurut makanya, lion."


▪︎ ▪︎ ▪︎

Rasanya benar-benar canggung, beberapa orang melirik ke arah kami karena seolah kami adalah dua orang yang memiliki hubungan sebagai sepasang kekasih, bahkan beberapa kali tanganku menggeliat tak nyaman di genggaman laki-laki yang seumuran denganku ini.

"Ah-"

"Kenapa?"

Aku memegang bahuku yang terasa berdenyut setelah seseorang menyenggolnya dengan kuat.

"Kesenggol, dikit."

"Hati-hati."

Ya memang agak ramai disini, entah apa urusan mereka. Tapi aku rasa mereka berkaitan dengan tempat-tempat ini.

"Jun, kamu liat apa?" Aku menyadari Xiaojun seperti memerhatikan sesuatu, tapi aku tidak tau apa karena sorot matanya berubah-ubah.

"Itu, gapapa kok. Ayo jalan dikit lagi."

Sedikit lagi kami mencapai ujung gang.

"Yuta..."

Walaupun pelan, itu jelas di telingaku.

Aku memerhatikan ke mana Xiaojun kembali menatap.

"Kak...?"

Sepertinya yang Xiaojun bilang Yuta itu bersama kak Taeyong, dan mereka keluar dari kedai makanan lalu memasuki suatu bangunan.

Bajingan. Dia tidak akan selamat kali ini. Aku harus memilih peduli dibanding orangtuaku yang menanggung malu dan menjatuhkan kehormatan mereka diantara rekan-rekan kerja.

Aku menepis tangan Xiaojun dan berlari menuju bangunan di ujung gang, tempat yang dimasuki Yuta dan Taeyong.

"Lian! Ngapain!"

"Tunggu!"

"Jangan kesana!"

Masa bodoh.

Aku mendorong kasar pintu, membuat orang-orang aneh ini menatapku kaget. Ya aku rasa pakaianku memang tertutup, beda dengan wanita-wanita penghibur disini.

Juga, pandangan laki-laki brengsek yang seakan mencoba menggodaku.

Jika kalian pikir ini club yang dikunjungi pebisnis dan orang-orang kelas atas seperti di film-film korea atau amerika, kalian salah.

Ini berbeda sangat jauh, aku rasa Taeyong benar-benar gila. Aku sangat yakin itu. Bahkan, aku mulai merinding.

"Lian, ayo keluar." Xiaojun mencengkram lenganku, "Lepas,"

"Aku harus cari kak Taeyong, Jun. Please."

Aku putus asa sekarang, suaraku tidak mampu berucap tegas.

Aku berjalan dan dia mengikutiku dari belakang.

"Lian, please. Biar aku yang nyari, kamu ga boleh disini."

Lagi-lagi dia menahanku.

"Nggak. Dia kakak aku."

Aku terus menelisik ke segala arah, karena belum terlalu malam. Hanya ada orang-orang yang menikmati minuman dan berbincang, ya tapi tetap saja wanita penghibur bersama laki-laki.

Di sana, di depan sana, Kak Taeyong duduk bersama temannya dengan satu botol bir beserta gelas di atas meja.

"Taeyong!" teriakku. Ya aku ingin kelancanganku diketahui langsung olehnya, kali ini.

Dia menoleh cepat, kaget karena kehadiranku. Sementara temannya menatapku bingung.

Aku berjalan cepat ke arahnya.

"Kenapa bisa disini." Katanya datar.

"Harusnya aku yang nanya."

"Sana pulang." Ucapnya santai seolah semuanya baik-baik saja.

Hah, sinting.

"Mama..." aku menahan ucapanku, Dia langsung menatapku seolah kehabisan kata-kata.

"Ah, nyoba setetes aja belum." Dia beranjak dari duduknya dan keluar, sementara aku masih terdiam.

"Keluar, nggak baik disini. Nggak usah khawatirin dia." Kata Yuta.

Xiaojun menarikku, menjauh dari tempat ini, aku sudah tidak bertenaga dan hanya menurut.

"Udah ya, Na." Xiaojun mengusap bahuku yang gemetar.

"Aku takut kakak terlalu jauh."

SiblingWhere stories live. Discover now