4. EPISODE KEEMPAT : (AGAIN) MY DAYS

59 14 2
                                    

Seberang Jalan

Aku mengeluarkan kotak bekal makan siang dari laci meja. Keluar kelas dan berjalan cepat melewati kantin sekolah yang dipenuhi murid-murid. Kemudian bergegas untuk turun ke lantai dasar dan keluar gedung sekolah.

"Selamat siang, Zee!" Sapa Mr. Morales.

Aku tersenyum.

"Makan siang di TK seperti biasa?" tanya beliau.

Aku mengangguk. "Sampai nanti, Sir." Ucapku dan langsung menyeberang jalan.

Mobil-mobil jemputan yang berjejer mulai pergi satu per satu. Para balita yang sedang menunggu di taman sekolah, senang melihat ayah atau ibu mereka datang menjemput. Mereka lucu sekali. Aku tersenyum karena sosok kecil yang kucari, melambai padaku. Aku lekas mendekatinya. Seperti biasa, dia menunggu orang tuanya menjemput sambil duduk di ayunan panjang.

"Halo, Josh!" Aku mencium pipinya.

Dia langsung memelukku erat.

"Sudah lama menungguku?" Aku duduk di sebelahnya.

Dia menggeleng.

"Oke. Hari ini aku membawa..." Aku buka kotak bekalku. Tiga buah sandwich berjejer disitu. Sandwich isi tuna mayo, daging dan keju, serta sayuran dan ayam. "Kau mau yang mana?" Aku menyodorkan kotak bekal.

Balita itu mengambil sandwich isi tuna dan mayo lalu segera melahapnya.

Aku memperhatikan dengan seksama dan tidak berhenti tersenyum. "Enak?"

Dia mengangguk dengan mulut yang berlumur mayonnaise.

Aku mengelus rambutnya. Aku ingin sekali selalu bersamanya tiap waktu, tapi kapan itu bisa terwujud? Ku tatap lagi puncak kepalanya sejenak. Aku mengambil sandwich isi daging dan keju lalu memakannya. "Hari ini siapa ya, yang menjemputmu?" Gumamku di sela kunyahan.

Josh menggoyang tanganku. Dia minta minum.

Aku membuka tas dan mengeluarkan sebotol air mineral. Ku buka tutupnya dan membantu Josh untuk minum.

"Apa kau mau tambah?" Tawarku.

Dia menggeleng dan memperlihatkan sandwich-nya yang masih dimakan segigit.

Aku mengangguk dan kami melanjutkan makan. Aku tidak berhenti menatap anak manis di sebelahku. Dia tampan, pintar, dan penurut. Aku yakin, suatu saat dia akan menjadi Ben kedua. Pelindung bagi adiknya. Penyayang bagi kedua orang tuanya.

"Josh?" Sebuah suara membuatku berhenti mengunyah. Aku tertegun. Siapa itu? Jangan sampai Ben yang datang. Aku menoleh perlahan, mencari si pemilik suara. Ternyata seorang pemuda tampan dan tinggi. Dia memakai celana jins, kaus putih yang berlapis hoodie abu-abu. Di balik itu semua aku bisa melihat otot bisep di lengannya yang terbentuk. Dia berdiri di depan kami sambil memasukkan kedua tangannya ke saku depan hoodie-nya. Dia laki-laki tadi pagi, yang memberi Darius tumpangan. Sam. Adik Ben.
Oops, aku ketahuan! Gawat! Ini tidak boleh terjadi!

Aku berdiri dan menatapnya takut-takut, seperti maling yang tertangkap basah rasanya. Bagaimana jika dia menanyakan keberadaanku di sini? Aku harus menjawab apa? Lebih baik aku jujur saja atau... Apa?

"Zee? Kau di sini?" Dia menatap heran padaku.

Aku buru-buru menelan makananku dan hanya menanggapi pertanyaan Sam dengan seringai.

Wajahnya tersenyum melihat sikapku. "Tadi kita tidak sempat berbincang. Ehm, bagaimana kabarmu?" Dia mendekati kami.

"Baik. Sangat baik, Sam!" Suaraku terdengar aneh sekali. Mengapa rasanya seperti dibuat-buat? Sebenarnya aku senang dengan kehadirannya. Aku menatap wajahnya yang kuakui, lebih tampan dari Ben. "Kau sendiri, bagaimana kabarmu? Kau terlihat semakin keren dan tinggi dan... waow, ototmu!" Aku menunjuk lengannya. Memalukan, Zee. Cukup. Bertingkah biasa saja jauh lebih baik.

LOVE AT THE NEIGHBORHOODWhere stories live. Discover now