Bagian 14

10 3 0
                                    

Perasaan was-was menghantui Iza yang sekarang sedang dalam perjalanan pulang setelah selesai bekerja di toko Nela. Ia merasa seperti ada orang yang mengikutinya. Tapi setiap kali Iza menoleh ke belakang, tidak ada orang sama sekali.

Iza mempercepat langkahnya, ia yakin ada yang tidak beres. Iza memilih berlari, agar semakin cepat sampai ke markas.

Dor...

Satu tembakan terdengar. Iza tahu, itu hanya tembakan peringatan. Tidak mungkin mereka akan menembak Iza. Melukai Iza sama saja mencari masalah pada bos mereka.

Iza membelokkan langkah. Mencari tempat persembunyian yang aman. Lelah sekali rasanya harus kucing-kucingan seperti ini. Kembali berhadapan dengan orang-orang suruhan orang tua angkatnya. Mereka masih tetap gigih menangkap Iza. Membawanya kembali ke tengah-tengah keluarga angkatnya.

Gang sepi tanpa penghuni menjadi tempat yang Iza pilih untuk bersembunyi. Iza tidak habis pikir, kenapa mereka mau repot-repot mengeluarkan uang untuk mencarinya? Bukannya mereka telah bahagia bertemu dengan anak kandungnya?

Iza hanyalah pemeran pengganti. Yang kapan saja bisa pergi jika pemeran utama datang.

Bau tidak sedap terasa menyengat di hidung. Iza berdecak kesal. Ia telah salah memilih tempat bersembunyi.

Iza dapat melihat gerombolan lelaki berbadan kekar mulai berpencar untuk mencarinya. Jantungnya berdegup kencang, ia hanya sendiri disini. Dan ini bukanlah sinetron, yang satu orang perempuan dapat mengalahkan puluhan preman. Tidak masuk akal! Tenaga pria jauh lebih besar daripada perempuan. Jangankan mengalahkan puluhan preman satu saja belum tentu sanggup.

Mata Iza terus mengawasi pergerakan mereka. Takut-takut jika ada yang mendekat ke arahnya.

"Bos! Gue nemu ini." Salah satu dari mereka mengangkat tangan. Menunjukkan gantungan kunci yang ia temukan.

Mata Iza membulat. Itu adalah gantungan kuncinya. Sebuah pelarian memang tidak pernah sempurna. Pasti selalu meninggalkan jejak.

Meraka nampak mengamati gantungan kunci itu.
"Punya non Iza ini kayaknya," celetuk salah satu dari mereka.

"Tau darimana?" Tanya yang lainnya.

"Feeling aja sih."

Iza berusaha meminimalisir gerak tubuhnya. Ia tidak mau kejadian menginjak ranting pohon kering atau kaleng bekas membuatnya tertangkap. Seperti di adegan-adegan film.

Otak Iza terus saja mencari cara agar bisa kabur. Salah langkah sedikit saja akan membuatnya tertangkap.

Lama Iza berpikir namun belum juga menemukan cara lepas dari kejaran mereka. Hingga akhirnya ia lebih memilih aman yaitu  dengan menunggu mereka pergi.

Cukup lama Iza menunggu, belum ada tanda-tanda mereka akan meninggalkan tempat ini. Iza sudah mulai tidak tahan dengan bau tidak sedap yang menyengat. Ia menutup hidung dengan telapak tangannya. Berharap dapat mengurangi bau tidak sedap yang masuk ke indera penciumannya.

"Bos kayaknya itu bocah enggak ada disini deh," ujar salah seorang laki-laki.

"Yaudah kita cari ke tempat lain," jawab seorang yang Iza tebak adalah pimpinan dari mereka. Terlihat dari tadi dialah yang menentukan keputusan.

Melihat mereka yang mulai meninggalkan tempat ini, membuat Iza menghembuskan nafas lega. Lain kali ia harus lebih berhati-hati.

Segera Iza keluar dari persembunyiannya. Harusnya ia tadi menunggu Riko menjemputnya pulang seperti biasa. Bukan malah nekat berjalan kaki sendiri.

Riko, Danu, Dan Dion satu angkatan dengan Iza. Sama-sama kelas 11 SMA, Sedangkan Baron dan Rendra merupakan kakak kelas mereka. Tepatnya kelas 12. Mereka bersekolah di tempat yang sama. Mereka juga cukup terkenal di lingkungan sekolah. Tentu saja bukan karena prestasi, melainkan kebadungan mereka yang sulit di atasi.

EscapeWhere stories live. Discover now