Bagian 13

12 2 0
                                    

Senin pagi yang terasa membosankan bagi Iza. Duduk diam di bangku sembari mendengarkan penjelasan guru, membuat matanya terasa berat.

Lawakan garing yang diberikan oleh guru itu tidak membuat sudut bibir Iza tertarik sedikitpun. Ia sudah sangat malas mendengar ocehan guru laki-laki itu, yang terkesan hanya berputar-putar saja.

Iza berjalan mendekat ke meja guru. Meminta izin untuk pergi ke  toilet. Tentu itu hanya alasan Iza saja. Setelah mendapat izin, Iza segera pergi meinggalkan kelas.

Iza berjalan menuju kantin, menunggu jam pelajaran sejarah habis dengan ditemani segelas es teh dan soto ayam akan terasa nikmat.

Di tengah perjalanan Iza bertemu dengan Nauka. Gadis yang terobsesi untuk menjadi temannya.

"Hai Za!" Sapa Nauka ramah. Iza meliriknya sekilas. Sebelum kembali menatap ke depan, dan melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti.

"Mau kemana Za?" Iza muak melihat tingkah Nauka yang sok dekat dengannya. Menghiraukan pertanyaan Nauka, Iza justru menambah kecepatan langkahnya.

Memang dasarnya Nauka yang keras kepala. Mendapat respon dari Iza yang sudah jelas menolak kehadirannya, masih tetap saja ia mengikuti langkah Iza.
"Za, bukannya kelas Lo ada guru ya? Kok keluyuran keluar sih? Lo mau ke kantin atau kemana?" Nauka kembali bertanya saat melihat arah jalan Iza menuju ke kantin.

"Bukan urusan Lo!" Akhirnya Iza menjawab, hal itu membuat Nauka mengembangkan senyumannya. Tidak masalah Iza menjawabnya dengan ketus.

Nauka juga tidak tahu kenapa ia begitu ingin Iza menjadi temannya. Ia rela mendapat tatapan tajam Iza atau kata-kata pedasnya. Yang terpenting adalah ia bisa dekat dengan Iza.

"Mbak, mau es teh satu, sama soto ayam satu." Pinta Iza pada mbak-mbak penjaga kantin. Nauka segera mengikuti Iza memesan makanan, dengan menu yang juga sama.

Beruntung Nauka kali ini sedang jam kosong. Jadi ia tidak perlu mendengarkan omelan Athala karena dirinya rela membolos demi mengikuti Iza.

Iza dan Nauka duduk di meja yang sama. Keheningan terjadi diantara keduanya. Iza yang nampak tenang menunggu pesanannya datang, berbanding terbalik dengan Nauka yang sedang berpikir keras mencari topik obrolan yang membuat Iza tertarik.

"Za, rumah Lo dimana sih? Boleh  dong ya Gue kapan-kapan main ke rumah Lo?"

"Gue enggak punya rumah." Memang benar kan Iza tidak punya rumah. Selama ini ia hanya menumpang di markas, dan sebelumnya ia tinggal bersama orang tua angkatnya.

"Eh! Maksud Gue rumah orang tua Lo," ralat Nauka cepat.

Iza diam tanpa menjawab. Ia sendiri tidak tahu dimana tempat tinggal orang tuanya. Yang ia tahu hanya rumah kedua orang tua angkatnya.

Nauka meringis, menyadari perubahan raut wajah Iza. Sepertinya ia telah salah bertanya. Nauka semakin penasaran dengan kehidupan Iza. Kenapa raut wajah Iza berubah saat Nauka bertanya mengenai hal yang menyangkut orang tuanya?

"Ini makanannya mbak," ucap mbak kantin saat meletakkan pesanan mereka di meja.

Iza mengangguk, setelahnya mereka berdua sibuk pada makanan masing-masing. Soto ayam yang Iza beri cukup banyak sambal, membuat lidahnya seperti terbakar oleh rasa pedas. Buliran-buliran keringat juga menetes di pelipis Iza. Ia memang sangat menyukai makanan pedas, saat memakannya memberikan sensasi nikmat yang tidak bisa Iza jelaskan.

Nauka di buat takjub. Ia melihat sendiri berapa banyak sambal yang Iza tuangkan di mangkuknya. Hebatnya lagi, Iza masih setia memasang ekspresi datar.

"Za, enggak pedes itu soto Lo?" Pertanyaan bodoh terlontar dari mulut Nauka. Pertanyaan yang jawabannya sudah jelas ia ketahui.

Iza melirik Nauka tajam. Muak mendengar pertanyaan tidak bermutu yang sedari tadi di lontarkannya.

Sendok yang semula ada di genggaman Iza, segera ia lepaskan. Nafsu makannya sudah hilang. Semangkuk soto ayam yang tinggal setengah dan segelas es teh tidak lagi menggoda.

Iza bangkit dari kursi, meninggalkan Nauka yang lagi-lagi sedang merutuki kebodohannya.

Melihat Iza yang meninggalkan dirinya. Nauka segera bangkit. Mengejar Iza agar dapat mensejajarkan langkahnya.
"Za, sorry. Gue salah ngomong ya?" Nauka mencoba memperbaiki keadaan. Hanya ingin berteman saja kenapa harus  sesulit ini? Batin Nauka.

"Za, Gue minta maaf. Kita makan lagi aja ya? Janji deh Gue bakal diem! Enggak nanya aneh-aneh lagi." Iza masih tetap tidak merespon.

"Iza, Gue beliin Lo soto ayam yang  baru mau? Atau Lo minta apa? Gue traktir." Nauka mencoba mrngambil peruntungan dengan menawarkan sebuah traktiran untuk Iza. Biasanya Athala akan mudah luluh jika sudah berbau gratisan. Ia berharap Iza juga begitu. 

Bukannya mendapat respon baik dari Iza. Nauka justru melihat tatapan tajam dan dingin dari mata Iza.
"Lo pikir Gue pengemis?" Satu pertanyaan keluar dari mulut Iza. Membuat Nauka bingung setengah mati ingin menjawab apa. Ia benar-benar tidak ada maksud untuk merendahkan Iza.

"Bukan gitu maksud Gue Za. Itu cuma sebagai tanda permintaan maaf Gue." Dengan gugup Nauka mencoba menjelaskan.

Dengan kasar Iza melepaskan tangan Nauka yang memegang lengannya.
"Jangan pernah coba deketin Gue lagi! Gue enggak nyaman!" Peringat Iza.

Iza berbalik, berjalan meninggalkan Nauka yang masih mematung.

Baru beberapa langkah ia berjalan. Tiba-tiba seseorang mencekal pergelangan tangannya. Dengan kasar ia ditarik, dipaksa mengikuti langkah kaki di depannya.

Iza mencoba berontak, tetapi tidak berhasil melepas cekalan orang tersebut.

Akhirnya mereka berhenti di lorong dekat gudang yang sepi.
"Mau Lo apa?" Tanya laki-laki tersebut yang ternyata adalah Athala.

Iza mengernyitkan dahinya. Ia merasa tidak mengenal laki-laki di depannya ini. Lalu apa urusannya sampai dia membawa Iza ke tempat seperti ini?

"Apa sih bagusnya Lo? Kenapa Nauka ngotot banget pengen jadiin Lo temennya? Padahal yang Gue lihat, Lo enggak cocok dijadiin temen. Cewek enggak bener!" Cibir Athala. Sekarang Iza tahu, ini hanya masalah tentang Nauka. Gadis yang begitu terobsesi menjadi temannya.

Amarah Iza memuncak mendengar cibiran tersebut. Tahu apa Athala tentang dirinya? Athala bukan Tuhan yang dapat menentukan benar atau tidaknya seorang manusia.

"Bener atau enggaknya Gue, bukan urusan Lo! Lo siapa? Orang yang enggak punya kerjaan sampai sibuk ngurusin hidup orang lain? Atau laki-laki banci yang hobinya ngerusuh buat cari perhatian?"

"Gue? Yang jelas Gue bukan biang masalah kayak Lo."

Iza tersenyum mengejek ke arah Athala.
"Gue biang masalah? Terus kenapa temen Lo itu rela ngemis buat jadi temen Gue?" Athala tidak bisa menjawab. Ia juga tidak tahu apa alasan Nauka hingga begitu terobsesi menjadi teman Iza.

"Bisa aja Gue terima Nauka sebagai temen. Tapi Lo yakin dia bakal baik-baik aja berteman sama biang masalah?"

"Liat tingkah Lo kayak gini, bikin Gue tertarik buat jadiin Nauka temen Gue." Iza menyeringai. Menatap remeh Athala sebelum berlalu pergi.

Athala dibuat kalut dengan kata-kata Iza. Nauka hanyalah gadis polos yang menawarkan pertemanan dengan tulus. Bagaimana jika Iza berbuat sesuatu dengannya karena kesal dengan ucapan Athala tadi?

Harusnya Athala dapat berpikir jernih. Bukan mengedepankan emosi. Ia mengenal Iza, berurusan dengannya sama aja mencari masalah dengan seluruh anggota geng Diamond.

***
TBC
Give vote and coment
Lampung, 13-8-2018

EscapeWhere stories live. Discover now