Bagian 7

15 5 6
                                    

Seorang remaja perempuan tengah berjalan dengan pandangan menatap lurus ke depan. Wajahnya nampak datar tanpa ekspresi. Rambut panjangnya diikat tinggi menjadi satu bagian. Menampilkan leher jenjangnya yang dihiasi tato kecil. Gadis itu adalah Iza. Alaiza Kirana, si cantik dengan sejuta masalah.

Hari ini Iza kembali bersekolah. Niatnya yang ingin putus sekolah harus ia urungkan. Baron sangat menentang keputusannya waktu itu. Ia ingin Iza tetap sekolah, apapun alasannya.

Di sekolah pun Iza dikenal sebagai badgirl. Hobinya melanggar peraturan sekolah. Ia juga menjadi langganan keluar masuk ruang BK. Sudah banyak sanksi yang ia dapat, tapi juga tidak membuatnya jera.

Liat saja seragam yang dikenakan Iza, rok di atas lutut, baju ketat yang membentuk tubuhnya, sepatu yang tidak berwarna hitam, ditambah tato kecil yang menghiasi lehernya. Semuanya itu, sudah jelas melanggar peraturan sekolah.

Dengan santainya Iza memasuki sebuah kelas yang sudah mulai melakukan kegiatan belajar mengajar. Tanpa ada raut takut sedikitpun. Iza berjalan menuju kursinya yang ada di pojok ruangan. 

"Iza!" Sebuah suara menghentikan langkahnya.

Iza berbalik menatap orang yang memanggilnya. Seorang wanita paruh baya yang berstatus sebagai gurunya.

"Iya Bu, kenapa?" Tanya Iza santai.

"Masih bisa tanya kenapa? Kamu itu ngerti sopan santun enggak? Datang terlambat, bukannya minta maaf atau apa, malah main nylonong masuk. Kamu pikir ini sekolah milik kamu?!" Omelnya.

Iza tersenyum, berjalan mendekat ke arah gurunya.
"Apa untungnya kata maaf dari Saya buat Ibu? Bikin kenyang juga enggak. Kok diributin." Dengan tenang Iza mengucapkan itu. Tidak ada nada tinggi sama sekali.

"Keluar! Kamu tidak usah ikut pelajaran Saya," Perintah guru wanita itu. Yang tentunya akan Iza turuti dengan senang hati.

Iza berdecak kesal. Sia-sia dia bangun dan mandi pagi. Berjalan jauh dari markas menuju sekolah. Tapi malah pengusiran yang dia dapatkan.

Iza duduk di bawah pohon rindang. Punggungnya ia sandarkan pada batang pohon. Iza memasangkan earphone di telinganya. Iza memejamkan matanya untuk menikamati lagu yang ia putar. Sepertinya ini pilihan yang kurang tepat. Terbukti, kantuk perlahan mulai menyerangnya. Iza mencoba menahannya, namun sayang usahanya gagal. Iza akhirnya tertidur pulas di bawah pohon itu.

***

Bisik-bisik di sekitar, mengganggu tidur Iza. Matanya mengerjap, menyesuaikan cahaya yang masuk.

"Enggak guna kalo sekolah! Cuma buang-buang uang buat bayar spp bulanan."

"Iya. Kerjaannya buat masalah lagi. Dari tampangnya aja keliatan kalo dia preman."

"Bitch juga kayaknya, pake baju enggak sesuai ukuran gitu."

"Murahan!"

Iza memutar bola matanya malas. Dengan cepat Iza bangkit berdiri. Menghampiri dua orang siswi yang asik membicarakan dirinya.

"Asik banget ngomongin Gue. Iri enggak bisa kayak Gue?" Tanya Iza. Dua siswi tadi hanya terdiam. Tidak menjawab pertanyaan Iza. Berhadapan langsung dengan Iza membuat nyali mereka ciut seketika.

"Gue emang murahan. Tapi kalian lebih murahan! tanpa di bayar mau susah-susah ngurus hidup Gue. Pelacur aja dapat bayaran, tanpa sadar kalian lebih rendah dari pelacur!" Ujar Iza sadar. Iza sangat tidak suka jika ada orang dengan seenak jidat  mengomentari hidupnya. Mereka tidak tahu bagaimana hidup yang Iza jalani. Tapi mereka bertingkah seakan mengetahui segala sesuatu tentang Iza.

EscapeWhere stories live. Discover now