Bagian 4

32 10 8
                                    

Cahaya matahari terasa menyilaukan di mata Iza. Dengan perlahan Iza membuka kelopak matanya. Walaupun sudah diperban lengan Iza masih terasa perih saat bergesekan dengan kasur. Iza meringis merasakannya.

"Iza! Bangun kebo! Molor mulu kerjaan Lo!" Suara gedoran diiringi teriakan terdengar dari depan pintu kamar Iza. Wajah Iza cemberut seketika, sayang sekali masih pagi moodnya sudah harus dirusak oleh perusuh satu itu. Dengan malas Iza berjalan untuk membuka pintu kamarnya.

"Gue kira Lo udah mati di dalem tau Za. Eh taunya masih hidup aja, jadi kapan nih?" Tanya Riko kepada Iza. Iza yang kurang paham apa yang dimaksud pertanyaan Riko pun mengerutkan dahinya.

"Kapan apanya?"

"Kapan matinya. Kan lumayan kalo Lo mati, bisa makan gratis," ujar Riko sambil cengar-cengir enggak jelas.

Iza menggeram kesal, Riko ini memang benar-benar bukan temannya. Mana ada teman yang ingin temannya cepat mati hanya untuk bisa makan makanan gratis.

"Gue mati enggak ngadain tahlilan! Jadi enggak ada makanan gratis." Iza pergi ke dapur meninggalkan Riko yang masih tertawa puas karena telah berhasil membuat Iza kesal. Sesampainya di dapur Iza segera mengambil gelas dan menuangkan air minum hingga penuh, meneguknya perlahan sampai tandas.

"Za masakin Gue mie dong!" Perintah Riko yang ternyata mengikuti Iza ke dapur. Laki-laki itu duduk di meja sambil memperhatikan Iza yang sedang menegak minumnya.

"Ogah!" Jawab Iza ketus.

"Masakin Gue mie sekarang atau Gue cium sampai mampus?" Iza memelototkan matanya mendengar penawaran Riko. Iza diam, tidak menanggapi penawaran yang diajukan Riko. Keduanya tidak ada yang menguntungkan bagi Iza.

"Ck! Udah ketebak kalo Lo bakal pilih Gue cium. Pinter banget cari-cari kesempatan biar bisa ngerasain bibir Gue," gerutu Riko. Iza ingin sekali menyumpal mulut Riko dengan golok yang sering diasah Baron. Biar mulut Riko tidak banyak bicara tentang hal-hal yang tidak bermanfaat, tapi malah cenderung bikin kesal orang yang diajaknya bicara.

"Ngapain itu mata melotot gitu? Yealeh Lo minta Gue cepet-cepet cium Lo? Sabar elah! Basa-basi dulu ngapa?!" Iza menggeram kesal. Riko ini seperti anak kecil, apa yang dia mau harus segera dituruti kalau tidak dia akan membuat kerusuhan dengan mulutnya yang tidak berhenti mengoceh itu. Dengan terpaksa Iza memasakkan mie instan untuk Riko.

"Itu Lo motong cabenya kegedean Za, kecilin dikit!" Komentar Riko saat Iza sedang memotong cabai yang akan dimasukkan kedalam mienya.

"Eh! Itu cabe yang warna hijau kok cuma dua? Tambahin satu lagi biar sama kayak yang warna merah! Masa yang merah ada tiga yang hijau cuma dua?! Ya enggak seimbang dong!" Dengan menahan amarah yang semakin memuncak Iza mengikuti kemauan Riko.

"Kurangin itu sayurannya Za! Dikira Gue kambing apa, dikasih rerumputan sebanyak itu,"

"Ini bukan rerumputan bego! Ini sawi, kalo sekolah cuma numpang tidur doang jadinya ya gini," cibir Iza.

Akhirnya Iza dapat memasak dengan tenang. Tanpa diganggu ocehan tak bermanfaat dari Riko. Dia sedang pergi ke kamar mandi menunaikan hajat kecilnya. Aroma mie instan yang telah matang membuat rasa lapar tiba-tiba memyerang perut Iza. Sayang sekali ia hanya membuat satu bungkus mie instan, yang pastinya tidak akan kenyang jika dimakan berdua. Iza jadi tidak rela jika harus memberikannya kepada Riko.

"Eh eh eh. Ngapain Lo ngelitain mienya gitu banget?" Tanya Riko saat melihat Iza yang menatap semangkuk mie instan dengan pandangan yang sulit diartikan.

"Gue pengen mienya Ko. Buat Gue aja ya? Enggak jadi buat Lo."

"Jangan bilang Lo lagi ngode pengen makan semangkuk berdua! Gue enggak nyangka Lo sampai segininya suka sama Gue," ujar Riko dengan percaya dirinya.

EscapeWhere stories live. Discover now