13. 1 - Silence

373 56 9
                                    


Sohee menopang dagu dengan sebelah tangan sembari tetap memfokuskan matanya pada seorang pemuda berwajah oval yang masih sibuk dengan kertas dan pensil warna. Perempuan berusia 27 tahun itu tetap mengamati dengan teliti setiap garis yang pemuda itu buat di atas kertas.

"Itu kamu?" perempuan itu menunjuk sebuah bentuk yang sedikif familiar di atas kertas. Lalu menatap wajah pemuda yang dia tanya. Anggukan singkat menjawab Sohee beberapa detik kemudian. Lalu keheningan yang sama seperti dua jam terakhir kembali menemani mereka.

"Itu siapa?" lagi-lagi untuk yang kesekian kali, Sohee bertanya dengan sabar. "Dia pastinya orang yang spesial untukmu bukan? Kau menggambarnya puluhan kali." Sohee berharap ucapannya mengundang sebuah kata persejutuan atau penolakan, tapi yang terjadi hanya beheningan.

Pemuda itu akhirnya menatap wajah Sohee setelah sekian lama, lalu bergerak dengan ragu-ragu. Perempuan itu tentu sangat paham apa yang pemuda itu maksud, tapi dia pura-pura tidak mengerti. "Aku berjanji untuk mempelajari bahasamu, tapi sekarang aku tidak mengerti. Kau mau menceritakan sesuatu tentang dia?" Sohee kembali menunjuk kertas yang berada di atas meja. Pada sebuah bentuk yang terlihat seperti laki-laki dengan mata berupa garis lurus.

"Dia bermata sipit?" Sohee menarik kertas yang sudah penuh dengan bentuk dari goresan pensil warna. Pemuda yang duduk tenang di depannya mengangguk.

Mendapat jawaban yang dia inginkan, Sohee kembali menunduk untuk mengamati lebih jelas benda yang dia letakkan di atas pangkuannya.

"Ini tahi lalat?" Sohee mengangkat kepala untuk melihat pemuda di depannya dan mendapatkan jawaban. Sebuah gelengan singkat nan enggan.

"Lalu?" Sohee menunggu hingga dua menit, dan akhirnya menyerah untuk mendapatkan jawaban.

Sohee melirik jam di atas meja kerjanya dan menyadari waktu sudah berjalan begitu cepat. Dia menutup kertas gambar yang dia pangku lalu merapikan pensil warna yang masih berserakan. "Kau mau datang minggu depan?" Sohee berhati-hati agar nada paksaan dalam suaranya tidak terlalu jelas.

Pemuda itu mengangguk.

"Aku juga punya orang yang aku sayangi." Sohee mengatakannya dengan pelan dan menunggu reaksi pemuda di depannya. "Aku belum pernah kehilangan. Jadi, kau mau menceritakan sesuatu?"

Keheningan menemani mereka dalam ruangan yang bernuansa biru muda.

Sohee melirik ke arah lain, memberi tahu dengan matanya bahwa dia membutuhkan waktu. Sedetik kemudian Sohee kembali menatap pemuda di depannya dengan lembut. "Baiklah. Sampai ketemu minggu depan."

Per sofa berderit lemah ketika pemuda itu bangkit dengan cepat dan langsung berbalik. Seorang pria tengah menunggu di ambang pintu, orang yang baru saja Sohee lirik dengan rasa bersalah. Pria itu tersenyum kecil lalu menganggukkan kepala. Dua laki-laki itu kemudian pergi tanpa salam perpisahan. Seperti biasa.

Sohee meraih gelas kopinya dan meminum isinya dalam sekali tegak. Tangannya kembali membuka lembar kertas gambar di pangkuannya dan mengamati dengan lebih teliti bentuk-bentuk yang terlihat. Lalu Sohee menghela napas. Ini terlalu sulit.

Dia meraih ponselnya yang tergeletak di atas meja lalu menghubingi seseorang.

"Aku punya pasien untukmu."

-

Suara kertas dibolak-balik kembali terdengar setelah dua menit penuh keheningan.

Minhyuk menopang dagu, sembari tetap memfokuskan pandangannya. Sejujurnya dia merasa sangat bosan. Sudah berapa lama dia di sini? Minhyuk tidak menghitung berapa jam, yang jelas kini sudah lewat tengah hari dan dia belum menyelesaikan apapun. Sebelumnya dia berpikir minggu ini akan ada sedikit perubahan yang menyenangkan, tapi nyatanya tidak sama sekali.

Telling 'bout Us [JooKyun ] (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang