00.04

130 95 90
                                    

Marah bukan berarti benci
💕

"Ngapain?" malas sekali kalau sudah berurusan dengan orang yang satu ini.

"Kerjain PR gue, dong," pinta Kavin menyodorkan buku fisika.

Freya menaikkan alisnya, "nggak. Kerjain sendiri!" Setelahnya, Freya menutup pintu. Cepat-cepat, Kavin menahan dengan kakinya.

Dengan hati dongkol, Freya kembali membuka pintu. "Apaan, sih?" Freya yang mulai kesal menaikkan suaranya satu oktaf.

Ide picik seorang Kavin Ardana Abiputra, pun, terlintas. "Kalau Lo nggak mau kerjain ini, gue bilangin ke ayah, kalau Lo pulang malam," ancamnya.

Pipi Freya merah padam menahan kesal yang sudah di ubun-ubun. Tangan kanannya, dia genggam kuat. Memejamkan mata untuk menetralisirkan emosinya. Ketika sudah lega, dia melihat buku yang disodorkan Kavin.

"Gue kasih tau caranya. Lo yang kerjain."

Sekian detik berpikir, Kavin mengangguk. Kavin masuk begitu saja ke kamar kakaknya. Freya kembali menutup pintu. Melihat Kavin dengan malas. Anak itu selalu menyusahkan.

Ketika Freya sudah duduk dengan kursi meja make up nya, disamping kursi belajarnya yang diduduki oleh Kavin, Freya menjitak kepala adik laki-lakinya itu. Walaupun bukan kandung, Freya menyayanginya.

"Sakit, woi!"

"Lo itu kalau di kelas, ngapain aja, sih? Lo bolos ya? Nggak dengerin penjelasan guru? Iya?" Sergah Freya tanpa titik.

Kavin memutar bola mata, sebelum membalas tatapan melotot Freya, "Bukan nggak dengerin, cuma gue males."

Apa?! Malas?!!

Adiknya ini benar-benar membuat emosi Freya naik seketika. Bisa-bisa, dia punya penyakit darah tinggi karena ulah cowok didepannya ini. Benar-benar 'tak tahu diuntung.

"Eh, lo denger, ya? Ayah udah capek-capek berusaha biar lo bisa sekolah. Dagang panas-panas! Terus, cuma dengerin penjelasan guru, lo bilang malas?! Heh?!"

Karena ikut-ikutan kesal, Kavin menutup kedua telinganya. Takut telinganya tuli dikemudian hari. Bukannya diajar seperti kehendaknya, Kavin malah kena omelan Freya yang memekakkan telinga.

"Jangan marah-marah. Nanti cantiknya hilang, loh. Marahnya nanti aja, ya? Ajarin gue dulu...," ujar Kavin dengan muka yang di imut-imutkan. Suaranya pun dibuat selembut mungkin.

Kavin mendengarkan dengan seksama penjelasan Freya. Walaupun otaknya sedikit rusak, Kavin berusaha untuk mengerti. Kavin manggut-manggut sendiri. Meski, lebih banyak tidak mengertinya.

"Oke. Kerjain sendiri," titah Freya diakhir penjelasannya.

Menunggu Kavin menyelesaikan tugasnya, membuat Freya mengantuk. Dia menyangga kepalanya dengan siku tangan kanan, wajahnya dia hadapkan pada Kavin. Freya terkantuk-kantuk, matanya pun terpejam.

Sedikit lagi Kavin akan selesai dengan PR-nya. Guru fisika-nya ini memang minta ditampol. Karenanya, waktu tidur Kavin terbuang percuma. Hingga Kavin menyelesaikan nomor terakhir.

"Gu--"

Kavin memiringkan wajahnya. Mengikuti posisi Freya yang sudah terlelap di meja belajar. Dengan tangan yang dijadikan bantal. Kavin melihat lekat wajah damai Freya. Sedikit rasa bersalah muncul dibenaknya.

"Maaf, gue nyusahin kalian semua. Gue sayang sama kalian. Gue sayang sama lo, Al," lirih Kavin tetap memandang Freya.

Dia memposisikan tangan kanannya di belakang kepala Freya, sedangkan tangan yang satu lagi, dia letakkan di lipatan lutut. Kemudian, Kavin mengangkat tubuh Freya yang ringan. Dengan pelan, Kavin meletakkan Freya diatas kasur dengan hati-hati, agar gadis itu tidak terganggu. Tidak lupa, Kavin menutupinya dengan selimut.

"Kalau lo nutupin sesuatu dari orang, bukan berarti gue nggak tau tentang itu," ucapnya.

Sebelum keluar, Kavin mengelus rambut Freya yang terikat. Tersenyum, mengecup singkat kening Freya.

❤️

Kelamaan abdate yaaa, maapp
Selamat membacaa🤗
Byee💕

Sakit For SaveriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang