Irene tersenyum cantik seperti biasanya. Senyum yang dulu membuatnya selalu terpukau dan berdebar. Kemana perginya debaran itu?

"Vin, mau membantuku?"

"....."

"Ayo kita buat pertunangan kita batal. Aku hanya menyukaimu sebagai teman. Ayo kita berteman saja. Aku.... Menyukai..."

"Aku tau. Tanpa kau jelaskan aku sudah sangat tau." Potong vino memaksakan sebuah senyuman terukir.

"Teman?" Irene menjulurkan tangannya.

"Teman." Vino menyambut tangan mungil irene. Entah kenapa sedikit perasaan yang mengganjal selama ini hilang.

'selamat tinggal cinta pertama'

"Aku merindukan Joy...."

Irene menatap langit taman rumah sakit. Vino mengangguk. Ia juga bersadar di kursi taman sambil melihat langit kota yang kosong tanpa bintang.

Masih hangat dipikiran vino bagaimana kejadian saat mereka menemukan Joy tak sadar di lorong sekolah dengan berlumuran darah.

Seandainya saja mereka menjelaskan pada Joy. Maka Joy tidak akan pergi dan mengalami hal buruk itu.

Seandainya saja mereka cepat menyusul Joy maka kejadian itu mungkin bisa dicegah.

Penyesalan memang selalu datang terlambat. Apalagi saat melihat ekspresi eunwoo panik saat itu. Ekspresi panik yang terlalu kentara. Intuisinya sebagai laki-laki membuatnya tau perasaan eunwoo.

Yah.... Mungkin kali ini pun ia harus mengalah.

Seorang alvino patah hati bahkan sebelum jatuh cinta. Vino terkekeh. Benar-benar konyol. Joyceline hanyalah salah satu sahabat yang menyenangkan untuknya.

"Apa ada yang lucu?" Ucap jinno menatapnya heran.

Sebegitu sukanya jinno sampai ia tidak ikhlas kalau vino pergi berdua dengan Irene. Semua angan dalam pikiran vino hilang seketika.

Mungkin bagi jinno aneh melihat vino terkekeh sendirian sambil melihat ke arah langit. Irene yang disampaikannya saja diam. Aneh bukan?

Irene dan vino menoleh. Jinno dengan pedenya duduk ditengah. Benar-benar kekanakan. Ngomong-ngomong ia dan jinno sudah baikan. Tanpa ada kata maaf. Cukup kejadian joy membuat mereka sadar bahwa teman lebih berharga daripada apapun.

"Apa salahnya berbicara pada tunangan sendiri?"

Menggoda jinno sesekali sepertinya menyenangkan. Vino menggkode Irene mencari sekutu.

"Yak... Kalian bahkan belum resmi bertunangan dan itu belum diumumkan secara resmi. Baru kabar dari media" sungguh suara jinno membuat tawa Irene dan vino pecah.

"Tidak menyenangkan menjadi nyamuk diantara kalian berdua. Lebih baik aku ke kamar Joy."

Vino bangkit dari duduknya meninggalkan jinno dan Irene. Biarkan dua orang yang kasmaran itu saling jujur.

Vino berhenti berjalan. Langit malam ini. Langit disini benar-benar gelap segelap perasaannya. Ada kekosongan disana. Tapi ia tak tau apa itu.

.....

Suara bunyi beeeb yang keluar dari alat-alat yang di pasang di tubuh Joy berbunyi setiap beberapa detik sekali. Diruangan VVIP yang cukup luas itu ada ayah ibu dan teman-teman  dekat Joy yang menunggu Joy sadar. Orang tua Joy sangat berterimakasih dengan keluarga Irene yang selama ini membayar biaya pengobatan.

Dengan amat perlahan tangan Joy reflek bergerak. Tapi mereka diam saja. Entah ini sudah reflek ke berapa dari tangan Joy.

Awalnya mereka heboh dan berkali-kali memanggil dokter yang berjaga. Tapi kini mereka sudah mulai terbiasa. Kata dokter itu hanya reflek.

Sudah hampir satu bulan Joy koma.Wajah lelah kedua orang tua Joy dapat dilihat dari kantung dibawah kedua mata mereka. Sesekali teman sekelas Joy datang menjenguk. Tapi hanya F4 dan Irene saja yang selalu datang sepulang sekolah.

"Paman... Istirahatlah... Biar aku yang menjaga Joy malam ini." Eunwoo menarik ayah Joy untuk istirahat.

"Kau datang sendiri eunwoo?"

"Yang lain akan menyusul nanti. Sekarang paman istirahatlah. Biar aku saja yang menjaga Joy."

Ayah Joy mengangguk.

"Terimakasih sudah menjaga Joy. Aku akan pulang sekarang. Malam ini kalian akan menginap kan?"

Eunwoo tersenyum dan mengangguk mantap.

"Tenang saja paman, besok kami libur."

Eunwoo duduk di samping kasur Joy begitu ayah Joy pergi. Tangan kanannya menggenggam tangan Joy sedangkan tangan kirinya mengelus rambut Joy.

Sedangkan vino yang berniat masuk kamar inap Joy masih terdiam di depan pintu. Tangannya masih dengan setia memegang gagang pintu itu tentunya.

Ia melihat tatapan mata eunwoo ke Joy. Tanpa penjelasan pun ia bisa menebak apa arti tatapan itu. Eunwoo pasti datang bersama jinno tadi.

"Kenapa kau tak masuk??" Sehun menepuk pundak vino.

"...."

Sehun menengok ke kaca yang ada di pintu. Ia tersenyum penuh arti ke arah vino.

"Apa?" Tanya Vino dengan dingin.

Entah kenapa rasa Vino seperti ketahuan mencuri. Jantungnya berpacu dengan cepat. Ingatkan vino kalau Sehun punya tingkat kepekaan yang tinggi.

"Pantas kau tak masuk." Saut Sehun.

"...."

Vino langsung membuka pintu tanpa menjawab membuat Sehun tambah ingin tertawa.

"Kalian sudah datang?"

Eunwoo melepaskan tangannya yang mengusap rambut Joy dengan alami. Perlu diulangi eunwoo melepaskannya dengan alami. Seakan-akan itu adalah hal biasa dan natural.

"Paman pergi kemana?" Tanya Sehun.

"Paman baru saja pulang. Kalian tak berpapasan dengannya tadi?"

Sehun cuman menggeleng. Vino hanya diam dari tadi. Ia masih dalam mood yang jelek.

"Aku heran apa yang di impikan oleh ibu ya sampai dia betah sekali tertidur sampai selama ini?" Eunwoo memperlihatkan puppy eyes andalannya.

"Entahlah.... Diakan memang doyan tidur." Sehun mengangkat bahu.

Gerakan refleks dari tangan Joy membuat eunwoo heboh. Apalagi ketika dengan perlahan Joy membuka matanya. Sehun dan vino seketika mendekat saat tau Joy sadar.

"Joy... Kau sadar?" Ucap eunwoo.

"....."

Joy cuman diam menatap ketiga orang di sekitarnya. Apa ini? Ia kembali ke dunia novel? Lagi?

......

Setelah sekian lama akhirnya ya...
Eum.....
Maaf kalo agak aneh buat yang part ini.

Jangan lupa vote....

peran pendukungOnde histórias criam vida. Descubra agora