PART 18 : BIARLAH

Start from the beginning
                                    

"Hee, maaf." Melihat Heksa yang mendadak bad mood, Late jadi kesal dengan dirinya sendiri. "Oh, iya. Lo ke sini ngapain, Bang?"

Heksa memasukkan sebelah tangannya ke saku celana. Berdiri di depan meja resepsionis sembari menyandarkan tangan kirinya.

"Ya biasalah. Gue kalo weekend gini, gabut nggak kerjaan. Jadi ya mau ngecek -"

"Woaah, jangan-jangan ini hotel punya keluarga Bang Heksa, ya?" Late sudah menyimpulkan sendiri sebelum Heksa menyelesaikan ucapannya. "Pantesan pelayanan di hotel ini top abis."

Sumpah demi apapun, Late baru saja menjilat ludahnya sendiri. Seperti terkena amnesia, kepalanya mungkin harus ditampol lebih dulu agar sadar.

Bukannya beberapa menit yang lalu, ia uring-uringan mengeluh pada beberapa pegawai dan teknisi hotel?

"Ya gitu, deh. Lo liat aja di situs traveliku, rata-rata pada kasih bintang lima buat hotel ini," tukas Heksa bangga.

Ia sebenarnya tidak niat mengibul. Tapi kalo situasinya menguntungkan seperti sekarang, diam namun tidak mengelak adalah pilihan yang tepat.

Lumayan, makin tenar gue kalo dikira yang punya hotel ini.

"Halah...sok-sokan bilang kalo pelayanan di sini bagus, padahal tadi sempet ngomel-ngomel," celetuk Vanila yang baru saja berderap mendekati Late.

Ia sebenarnya tidak tertinggal jauh di belakang Late. Tapi malas saja kalau harus bertemu Heksa lebih dulu.

"Heh, cewek ninja. Lo bisa diem, nggak?" Late sedikit merunduk lalu memberi peringatan dengan suara lirih. "Jangan bikin gue malu di depan idola gue."

"Oh, kalian ke sini berdua?" Heksa memicing curiga. Sebelah alisnya dinaikkan. "Jangan bilang kalian ke hotel -"

"APA, KAK? APA?" Vanila melotot, karena tahu Heksa tak bisa membalasnya dengan hal serupa. Kakak kelasnya itu kan punya mata minimalis. "Kita kenapa? Ha?"

Ingat pernah disumpahi Vanila dan benar-benar membuatnya apes, Heksa terpaksa mingkem.

Cowok itu menyeret Late lalu dibawa menjauh dari Vanila.

"Lo beneran jalan sama tu cewek?" bisik Heksa, khawatir kalau Vanila masih bisa mendengarnya.

"Iya, Bang. Kan kemarin lo yang minta," jawab Late bangga karena sudah berhasil melaksanakan mandat idolanya.

Heksa bergidik diam-diam. "Lo nggak takut, Lat?"

Late mengernyit bingung. "Takut kenapa, Bang?"

"Ya dulu gue pernah disum..." Heksa menimbang-nimbang ucapannya sendiri.

Kalau bilang yang sebenarnya, nanti Late jadi takut terus menjauh dari Vanila, gimana dong?

"Tapi by the way, Bang. Lo juga nggak takut sama Kak Pijar? Kayaknya gue sering liat lo jalan bareng dia deh," tanya Late sambil mengusap-usap dagunya.

Mendengar itu, Heksa langsung mencak-mencak. "Takut sama Si Zombie?" Ia tertawa sinis. "Sialan ni bocah tau aja," lanjutnya di dalam hati.

"Heh, lo nggak nyadar lagi ngomong sama siapa?" tanya Heksa sambil membusungkan dadanya.

"Di dunia ini nggak ada satu pun orang yang gue takutin. Lo harus tahu kalo gue pernah berantem lawan anak kelas tiga." Heksa kembali menyombongkan diri.

"Woaaa.." Late menatapnya dengan mata berbinar. "Lo pasti yang menang ya, Bang?"

Heksa mengangguk tiga kali dengan gaya sok. "Yaiyalah, gue gitu loh. Nggak usah pake nanya, udah jelas gue yang menang."

VaniLate (SELESAI)Where stories live. Discover now