5. Balai Kambang

84 58 9
                                    

Sontak bola mata ini memandang tajam lelaki berambut ikal di depanku. Apa yang sedang dia lakukan sekarang ?

"Boleh, tapi sarapan dulu, pasti tadi belum sempet makan kan ?" Jawab Ibu.

Aku membawa Arka ke ruang tengah untuk makan karna di rumah ini tidak ada ruang makan.

Menu hari ini nasi pecel karna Arka pernah mengatakan makanan kesukaannya adalah soto ayam dan nasi pecel.

"Kenapa cuma ambil tempe goreng dan bumbu pecel aja ?" Tanyaku.

"Karna aku nggak suka sayur."

"Bukannya suka pecel ?"

"Iya adek, suka pecel tapi nggak suka sayurnya." Tegasnya.

"Suka kok nanggung-nanggung."

"Iya biarin." Jawabnya dengan mulut penuh nasi.

"Maaf, jadinya kakak cuma maem tempe aja, maaf nggak ada lauk lagi." Sesalku.

"Ah nggak papa, ini enak banget kok, nasinya kakak aja udah habis." Jawabnya diiringi senyum.

Sungguh ini membuatku semakin menyesal. Maaf Arka, setiap kamu datang aku tidak pernah menyambutmu dengan benar.

♡♡♡

Mentari di sudut timur seolah mengikuti kami menyusuri jalanan yang kami lalui dengan keheningan. Ini kedua kalinya aku bertemu Arka dan pertama kalinya aku pergi bersamanya. Kini jarak kami hanya sebatas ransel hitam di punggung Arka. Ransel yang sedari tadi aku gunakan sebagai pegangan. Mana mungkin aku berani menyentuhnya. Apalagi dia sudah memiliki wanita. Ah, aku jadi berfikir, apakah perjalanan ini terlarang ? Aku tidak dianggap pelakor kan ? Aku hanya menghargai tawarannya dan... dan karna aku menginginkan pantai. Siapapun pacar Arka, aku harap hal ini tidak akan menimbulkan salah faham.

"Ada apa kak?" Aku bertanya karna Arka tiba-tiba menghentikan motornya. Bukankah ini masih jauh? Kita masih di hutan jati. Lagipula aroma pantai juga belum tercium.

"Sepertinya ban motornya bocor, adik turun dulu."

Aku turun dari boncengan motor bebek Arka dan benar saja ban motornya bocor disaat seperti ini.

Kami menyusuri 1km lebih jalanan dengan berjalan kaki dan aku nggak tau dimana ujungnya, atau seenggaknya adakah tukang tambal ban disini ? Rasanya mustahil. Aku mulai lelah, apalagi Arka, entah seberapa lelah yang ia abaikan. Perjalanan Sidoarjo-Malang yang jauh, 60km jalur pantai yang kita tempuh saat ini, dan berjalan kaki seperti sekarang. Sungguh aku tidak bisa membayangkan bagaimana rasa capek yang ditahannya. Lagi-lagi Arka selalu berhasil membuatku meleleh.

"Aa itu ada tambal ban dek, ayo sedikit lagi." Seru Arka seraya menunjuk suatu kios.

Kamipun bergegas dan mempercepat langkah.

Sesampai di kios aku menunggu di kursi panjang yang tersedia disana. Arka memeriksa ban nya seraya mengobrol dengan tukang tambal ban itu. Aku mengayunkan kakiku yang menggantung karna kursi ini terlalu tinggi.

"Maaf dek, udah bikin adek harus jalan jauh" Ujar Arka seraya menyodorkan sebotol minum.

"Nggak papa kak, dan makasih untuk minumannya." Sambungku dengan senyum.

Kami bersebelahan namun suasana diantara kami selalu sunyi. Aku benci suasana ini.

♡♡♡

Begitu lega saat aku lihat samudra lepas seakan tanpa batas di depanku. Deru ombak seperti alunan melodi yang menenangkan. Desir lembut angin menyentuh kulit. Silih berganti buih datang dan hilang. Benar, kini aku di pantai. Kerinduanku terobati, meski yang ingin aku kunjungi pantai lain. Goa Cina bukan Balaikambang. Mau dibuat apa, ini satu-satunya pantai Malang dengan akses jalan mudah.

"Sebenarnya aku takut pantai." Ucap Arka memecah keheningan diantara kita yang duduk dibawah pohon menikmati view indah ini.

"Lebih tepatnya, aku takut dengan ombak-ombak itu, yang bergantian datang." Lanjutnya tanpa memandangku, matanya memandang samudra dan seolah-olah menghitung ombak yang datang.

"Lalu kenapa mengajakku kemari?" Tanyaku penasaran

"Karna adek pengen." Jawabnya singkat. Sekarang dia membuang mukanya padaku seraya tersenyum.

"Kakak tau ini bukan pantai yang adek pengen, tapi seenggaknya kerinduan itu terobati kan ?" Lanjutnya.

Aku hanya membalasnya dengan senyuman.

Wajah Arka terlihat begitu teduh, tanpa sadar aku memandangnya begitu dalam. Ingin aku pertanya kepadanya, Apa arti diriku untukmu ? Apa gadis kecil ini berharga bagimu ? Entah rasa apa yang aku tanggung sekarang, Apa hanya aku yang merasakan perasaan ini ? Bagaimana denganmu Arka ? Tetapkah kau hanya menganggapku adik ? Tentu, karna wanita lain disana telah memilikimu.

"Jauh-jauh diajak kesini malah ngelamun, dasar Tembem" Ucap Arka seraya menyiramkan segenggam pasir padaku. Ah apa dia sadar sedari tadi aku memandangnya ? Ah memalukan.

"Ayo, kesana kak !" Ujar ku mengajaknya bermain ombak.

"Ayolah, udah jauh-jauh kesini kan. Rugi kalo nggak basah-basahan." Lanjutku.

Arka berjalan mengikutiku menuju tepi pantai.

"Apa nggak masalah kita kesini berdua ?" Tanyaku

"Kenapa jadi ma-" Arka menggantung ucapannya saat ombak datang. Aku rasa dia benar-benar takut. Terlihat jelas kegelisahan di wajahnya.

"Setakut itu kah ?" Tanyaku. Arka hanya tersenyum mengisyaratkan iya.

"Maaf, karna Rara kita berada disini." Sesalku

"Nggak ada yang perlu di khawatirkan kan ?. Ayo kita foto bareng!" Ajak Arka.

Aku menggeleng.

"Maaf, aku benar-benar nggak suka foto kak."

Terlihat wajah kecewanya lagi, sama persis seperti 1 bulan lalu. Aku semakin merasa bersalah.

"Nggak papa dek, fotoin kakak kalo gitu." Ucapnya dengan senyum.

Arka memberikan handphonenya. Aku menekan tombol power dan kini fotoku yang Arka jadikan wallpaper. Tingkahnya benar-benar diluar dugaanku. Kenapa segala hal yang dia lakukan selalu membuatku kebingungan.

"Kakak udah siap!" Serunya membuatku kelagapan.

"Ah iya. Satu.. dua.. tiga.." aku mengambil beberapa foto Arka dan pemandangan disekitar sini.

Setiap kali ombak datang, seketika Arka mematung dan menahan nafas. Tinggahnya sangat lucu. Andai kamu tau Arka, ombak datang memberi ketenangan, bukan untuk ditakuti.

Seusai berfoto, kita kembali berteduh di bawah pohon menikmati segarnya kelapa muda. Dengan setia ransel hitam ini sedari tadi selalu menjadi jarak antara kami.

"Oiya dek, hp kakak mana ?"

Aku menyodorkan HP Arka kembali ke tuannya. Dengan cekatan Arka membuka kunci dan meneluri kamera. Kini dia asyik memotret tulisan yang dia buat di atas pasir

ARRA

"Arra pacar kakak ?" Tanyaku

"ARRA, Arka dan Rara" jawabnya seraya senyum kepadaku.

"Kenapa aku ? Bukannya kakak punya pacar ?" Tegasku. Aku ingin terjawab semua keraguan yang terus menghantui ini.

"Emangnya apa yang salah seorang kakak sangat menyayangi adeknya." Jawabnya.

Apa yang harus aku bantah. Tidak ada kesalahan menyayangi saudara. Tapi sikap baiknya membuat aku mulai munyukai dia. Dasar cewek baper. Aku terlaku peka dan terlalu berharap banyak pada Arka. Sadarlah Rara, kamu hanya sebatas adik dan nggak lebih.

♡♡♡

EncounterWhere stories live. Discover now