@Chapter 7.

1.1K 136 6
                                    

Jika melihat sekilas kota ini benar-bemar seperti kota yang baru di terpa bencana. Api menyala di mana-mana, asap membumbung tinggi ke langit malam yang gelap. Namun sayangnya tak ada suara-suara berisik dan pekikan yang biasanya hadir mengiringi sebuah bencana. Malam yang kelam ini lebih sepi dari yang seharusnya. Namun langkah kaki tiga orang pun hadir mengisi kesepian malam penuh bencana ini.

"Ini kota terakhir, ya." Seorang wanita berdiri di tengah-tengah jalan yang dioenuhi rongsokan terbakar. Ia bersama dengan dua orang lainnya.

"Ini kota terakhir." Jawab rekannya, seorang lelaki lain. Ia melihat ke sekeliling dan merasa puas dengan segala yang terjadi.

"Kita harus terus lanjut." Sahut seorang wanita lain di sebelahnya. Ia terlihat lebih serius dari keduanya. Ia tidak merasakan kepuasan seperti yang seharusnya, ia malah merasakan kekhawatiran yang makin menguat setiap saatnya.

"Tentu. Kita tidak boleh berhenti." Wanita yang di tengah berjalan maju. Dari kejauhan wujud yang sangat besar terlihat samar. Hanya mata dari makhluk besar itu yang nampak di tengah kepulan asap dan kobaran api. Merah gelap yang lebih pekat dari asap dan lebih panas dari api. Makhluk itu berjalan lambat namun pasti, menuju kehancuran berikutnya.

~~~

Portal di dalam ruangan itu mendesis pelan lalu tak lama kemudian Sakura melompat keluar dari sana. Sedetik kemudian Yena dan Yuri menyusul. Mereka masih tetap berdebar-debar dan ketakutan. Sakura berdiri dan duduk di kursi, Yena dan Yuri menyusulnya.

"Tuan Lee, mana dia ?" Tanya Sakura.

"Tadi aku lihat ada seseorang yang melompat masuk dan menyerang. Tuan Lee menghadangnya." Jawab Yuri. Napasnya masih saja tersengal.

"Lalu bagaimana keadaannya ?" Tanya Sakura lagi. Dia mulai merasa cemas.

"Aku tidak tahu."

"Dia pasti baik-baik." Sahut Yena.

"Kamu yakin, hah ?!" Sakura ternyata masih tetap menyimpan kemarahan pada Yena.

"Hei, kamu masih marah padaku ?!" Sahut Yena yang tidak terima dirinya diposisikan sebagai pembuat masalah.

"Pikir saja sendiri." Sakura memalingkan muka dari Yena.

"Kamu pikir aku tahu kalau jadinya akan seperti ini ? Kalau tahu begini pasti aku juga tidak akan melibatkan kalian, kok !" Yena mulai berkaca-kaca. Sakura hanya melirik sebentar.

"Sudah lah, kalian ini. Yang penting kita sekarang selamat." Yuri mencoba menenangkan dua orang yang sedang bersitegang itu. Entah dia bisa atau tidak. Karena mereka memang baru kenal sebentar mereka sama sekali belum mengerti satu sama lainnya. Yuri pun bingung bagaimana menengahi mereka. Kini keduanya diam, tapi masih tetap tidak mau saling memandang.

Portal mendesis lagi, mengalihkan mereka dari posisi saling memusuhi. Lee muncul masih dengan katana di tangannya. Tapi wajahnya kelihatan tegang dan berkeringat. Ketiga gadis itu pun merasakan bahwa sebentar lagi mereka akan kena marah.

"KALIAN !" Lee menunjuk mereka bertiga. Ketiganya tersentak kaget. Baru pertama kali ini mereka mendengar suara tinggi dari Lee.

"Ma-maafkan, kami." Kata Yena sambil berulang kali menundukkan kepalanya.

"Kalian bisa saja mati tadi !" Lee berusaha meredam amarahnya. "Bagaimana kalau aku tidak datang tepat waktu. Kalian bisa habis sama monster itu."

"Kami janji tidak akan mengulanginya lagi, Tuan." Ucap Sakura takut-takut. Dia melihat katana yang menyala kebiruan itu masih tergenggam di tangan Lee.

"Yasudahlah." Lee menghela napas dan melenyapkan katana di tangannya dengan sekali ayunan. Dia pun duduk di salah satu kursi bersama mereka.

"Aku peringatkan sekali lagi. Nasib semesta kalian itu bergantung pada kalian. Jadi jangan lakukan hal bodoh yang bisa membuat kalian kehilangan nyawa." Kata Lee sembari menatap ketiga gadis itu secara bergantian.

"Baik, Tuan Lee." Ketiga gadis itu menjawab bersamaan.

"Baik. Aku tadi sudah bicara dengan atasan. Kalian sudah tahu, kan kalau jumlah kalian sebenarnya ada dua belas ?"

"Iya, kami tahu."

"Tapi aku baru menemukan sebelas orang termasuk kalian. Jadi kita kekurangan satu orang."

"Lalu apa yang harus kami lakukan ?" Tanya Sakura.

"Kalian akan membantuku mencari satu orang lagi. Dia adalah pemegang kunci utama. Dia adalah pusat dari kalian." Jelas Lee. Ketiga gadis itu mengangguk paham.

"Memangnya kenapa mencari dia jadi sulit ? Bukankah anda menemukan kami dengan mudah ?" Tanya Yena.

"Ada beberapa alasan. Di siklus sebelumnya sang center, sebutan dari pemegang kunci utama itu, dipilih lebih lama daripada yang lainnya. Di siklus sebelumnya lagi The Order of One menemukannya lebih dulu dan melenyapkannya. Sekarang dia sudah dipilih tapi aku tidak tahu kenapa aku tidak bisa menemukannya." Jelas Lee.

"Astaga, semua hal ini kelihatannya sangat menakutkan. Apa kami harus terus berhadapan dengan monster seperti tadi itu ?" Tanya Yena.

"Kalian akan menghadapi yang lebih buruh lagi." Jawab Lee. Yena merengek putus asa kemudian menjatuhkan kepalanya pada meja mendengar jawaban itu.

"Kenapa harus aku yang dipilih..." rengek Yena.

"Tenang saja. Kalian pasti bisa menghadapi mereka. Kalian pikir kunci-kunci itu akan diserahkan pada orang yang lemah ? Kekuatan Para Pemegang Kunci milik kalian belum dibangkitkan saja."

Yena mengangkat kepalanya lagi. "Benarkah ?"

"Tentu saja." Lee tersenyum.

"Jadi kami bisa punya pedang yang menyala seperti punya anda tadi ?" Sakura kelihatan bersemangat. Matanya melebar.

"Tentu saja." Jawab Lee. "Itu gampang sekali."

Lee berdiri dari kursinya. "Nah, sekarang akan kutunjukkan bagaimana Imperium bekerja."

"Apa ? Imperium ?" Tanya Yena yang bingung mendengar kata-kata asing untuk kesekian kalinya.

"Kekuatan para pemegang kunci yang berasal dari energi semesta yang di wakilinya." Jawab Lee. Dia lalu berjalan mendahului mereka ke arah pintu. Ketiga gadis itu saling berpandangan.

"Sekarang saatnya kita dapat semacam kekuatan yang luar biasa." Ucap Yena. "Aku tidak sabar."

Yuri mengangguk-angguk lucu.

"Aku harap semuanya tidak akan bertambah buruk setelah ini. Kalian tahu, kalau kekuatan kita bertambah maka musuh kita juga bertambah." Kata Sakura.

"Hei, bisa tidak jangan merusak suasana ?" Sahut Yena.

"Aku cuma mengatakan pendapatku, kok." Balasnya.

"Pendapatmu selalu saja pesimis. Tuan Lee bilang kekuatan yang akan kita dapatkan itu luar biasa. Kita pasti akan mengalahkan mereka."

"Apa menurutmu kamu bisa mengalahkan monster-monster yang kita temui tadi ? Kamu tadi gemetaran begitu."

"Ish ! Itu karena aku belum punya apa-apa untuk melawan !"

"Hoi ! Kalian ingin aku menunggu di sini seharian ?" Sahut Lee yang sudah berada di dekat pintu.

"Ah, maaf Tuan Lee." Sakura dan Yena menghentikan pertengkaran mereka, untuk sementara. Yuri berdiri lebih dulu sambil menggelengkan kepala dan berjalan menuju Lee.

"Ahhh, kenapa aku harus bersama mereka..." Gerutu Yuri sembari berjalan. Sakura dan Yena menyusul kemudian. Mereka masih saja melempar tatapan permusuhan.

Lee membuka pintu dan mereka keluar dari ruangan itu. Menuju tempat berlatih yang tidak mereka bayangkan sebelumnya.

~~~

To Be Continued...

12 Anomali. Where stories live. Discover now