PART 14 : GELISAH

Mulai dari awal
                                    

"Anjir, suara lo ngalahin kuntilanak lahiran," gerutu Key sambil memeloti Vanila. "Dah buruan naik."

"Eh jangan, Bang. Majuan dikit dah. Pak Beto kan punya anjing. Nanti kalo sampe anjingnya ngamuk terus ke luar gimana?" tanya Vanila mulai terlihat cemas.

Key menarik sudut bibirnya. "Kan ada elo pawangnya!" tanggapnya dengan nada bergurau. Namun sedetik kemudian, wajahnya berubah pias. "Van, barusan lo nggak nyumpahin -"

Vanila meneguk ludah. Seluruh tubuhnya gemetar, sadar kalau baru saja menyumpahi dirinya sendiri. Di dalam hati, ia seperti memiliki stopwatch yang bergerak dengan hitungan mundur.

"Tiga..,"
"Dua..."
"Satu..."

Guk Guk Guk

"Bang, buruan elaaaah. Gue jadi kebelet pipis, nih!" Vanila mengguncang-guncang lengan kakaknya. "BANG KEY!"

"Aaaah, seandainya motor lo bisa jalan sendiri," keluh Vanila dengan suara lirih.

Mendadak, Key tampak kelimpungan. Panik bukan main. Motornya tiba-tiba tak terkendali. Ia belum memasukkan porsneling, namun secara ajaib motornya melaju sendiri sampai melewati rumah Pak Beto.

Kerjaan Vanila nih pasti. Besok-besok minta sumpahin biar bisa balikan sama Tesa, ah.

***

Area Jalan Veteran sampai ke Jalan Merdeka sudah disterilkan. Ribuan peserta yang mengikuti event Run and Shine, tampak berlalu lalang dengan jersey berwarna biru yang diberikan oleh panitia ketika mendaftar.

Vanila menyunggingkan senyumnya. Sepasang matanya berbinar. Diperhatikan saksama orang-orang yang berlalu lalang dengan jersey, celana training dan running shoes yang beraneka warna.

Tanpa sadar, Key turut mengulas senyuman. "Oh, iya. Nanti lo balik sendiri bisa, kan? Jam sembilan gue ada seminar di kampus," ucapnya setehgah ragu.

Ia ingin sekali menemani adiknya selama event running berlangsung. Tapi apa daya, mandat dari kampus juga tak bisa diabaikan begitu saja.

"Tenang, Bang. Nanti gue yang anterin," celetuk sebuah suara dari balik punggung kakak beradik itu.

Tanpa menoleh sekali pun, Vanila sudah bisa menebak siapa si pemilik suara. 

"Heh, Lalat. Lo ngapain sih, ke sini? Ganggu pemandangan aja." Vanila berbalik, lantas termundur beberapa langkah begitu berhadapan langsung dengan Late.

"Buseeet, lo mau olahraga atau mau ngemall? Sampe silau mata gue," tukas Vanila sambil berdecak.

Ia lantas meneliti penampilan Late dari ujung rambut sampai kaki. Rambut Late yang sedikit bergelombang, ditata rapi menggunakan gel.

Lalu kemeja berwarna biru gelap yang dikenakan cowok itu, dimasukkan ke dalam celana. Jangan lupakan sepatu hitam mengkilat yang tampaknya baru saja disemir.

Dilihat sepintas saja, penampilannya lebih mirip orang-orang yang hendak melamar kerja.

"Yaelah, Van. Ini penampilan gue yang paling sederhana, kok." Late sok rendah hati. "Bang, gue boleh nemenin Vanila, kan?" Kini ia beralih menatap Key.

"Oke-oke. Gue ijinin lo nemenin Vanila di sini." Key manggut-manggut lalu menatapnya dengan serius. "Asal dengan satu syarat. Sampein salam gue ke Tesa."

Sengaja ia mengucapkan kalimatnya dengan kencang agar didengar Vanila. Dan benar saja, kalau Key tidak cepat-cepat lari, pasti kepalanya sudah benjol kena timpuk.

Kini, tinggalah dua manusia berbeda kutub itu yang sedang saling menatap. Bukan tatapan ala sinetron FTV yang bermakna cinta pada pandangan pertama. Oh, tentu bukan.

VaniLate (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang