one🍰 ㅡhujan di halte

3.2K 178 44
                                    

"Aduh, gimana dong?" gumam Reva. Ia masih sibuk menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari kalau-kalau dirinya beruntung kali ini, dan menemukan orang lewat.

Reva memundurkan badannya sehingga semakin rapat pada halte bus tua itu.

Dirinya mengambil kembali ponsel yang tadi sudah dimasukkan ke dalam tas selempangnya, dan berulang kali menekan tombol power.

Reva memukul pelan tiang di sampingnya, kesal. "Ah elah. Ya ga bakal nyala lah, Rev. Orang baterenya habis."

Ia melirik arloji di pergelangan tangannya. Sudah jam lima sore. Udara juga sudah semakin dingin, ditambah hujan yang mengguyur kota Malang saat ini. Reva lagi-lagi menghembuskan napasnya kasar. Kenapa bisa sesial ini nasibnya?

Reva baru saja pulang dari membeli beberapa keperluan untuk kamar kosnya, yang tidak dia bawa dari Jakarta karena berat. Namun sialnya, saat di toko swalayan serba murah tadi dan hendak memesan ojek daring, entah mengapa tidak ada sinyal di ponselnya. Ia pun terpaksa berjalan sebentar menjauhi toko itu, siapa tahu ada keajaiban untuk sinyalnya.

Bodohnya, Reva berjalan menjauhi arah kosnya. Belum juga dapat sinyal, Reva mulai merasakan rintik-rintik hujan membasahi tubuhnya. Belum sampai lima detik, gerimis itu berubah menjadi hujan deras.

Gadis itu kemudian berlari menuju sebuah halte bus, yang tampaknya sudah tidak dipakai lagi karena setahu Reva yang sudah tiga hari tinggal di kota itu, tidak ada bus lewat wilayah ini.

Dan saat Reva mengecek ponselnya untuk melihat apakah sinyal sudah masuk ke providernya, ternyata ponselnya mati total.

Maka di sinilah dia, berdiri di halte dengan tangan kirinya menenteng kantong kresek putih, dan tangan kanannya masih memegangi ponsel. Hujan masih deras juga sedari tadi, dan ia menyesal tidak membawa jaket. Reva semakin merapatkan tubuhnya pada bagian belakang halte itu. Ia tahu bahwa rumornya Malang memang memiliki udara sejuk, namun tidak tahu bila sedingin ini. Apa karena ia berasal dari kota yang terkenal panas ㅡJakartaㅡ maka Malang terasa sangat dingin?

Reva kembali mengamati sekeliling, namun tidak ada orang lewat. Heran, tadi rasanya saat ia membeli barang, toko itu sangat ramai, dan banyak juga orang lalu lalang di jalan. Sekarang mengapa sepi begini?

Ia bersender pada tiang di sampingnya. Kakinya mulai pegal. Reva berdecak kesal, mengapa tidak ada tempat duduk yang ada atapnya di dekat sini?

Reva kembali melirik ponselnya pasrah. Kalau terus begini, satu-satunya cara memang hanya menunggu hujan reda, atau naik angkot menuju kosannya. Kemungkinan besar ia tidak bisa menjalankan opsi kedua karena Reva masih belum tahu rute angkot di kota ini.

Reva merutuki dirinya sendiri, mengapa tadi di kosan ia bermain PUBG dulu? Padahal baterenya sebelum ia bermain tadi sudah tinggal lima puluh persen, menyebabkan saat ingin memesan ojek daring tadi, batere ponselnya jadi tinggal lima persen.

Ia mengayun-ayunkan kakinya, sehingga sendalnya basah karena hujan. Reva mengibaskan kakinya untuk menghilangkan air tersebut, walaupun tentu saja tidak akan membuatnya menjadi kering. Ia baru sadar bahwa tidak harusnya ia main-main air sekarang kalau tidak mau sakit flu lagi, padahal dua hari lagi ia harus masuk kuliah sebagai mahasiswa baru.

Sekarang saja ia baru sembuh dari sakitnya kemarin, entah sakit apa, mungkin karena tubuhnya harus beradaptasi dari cuaca Jakarta ke cuaca Malang, jadi dari hari pertama ospek, ia tidak nafsu makan apa pun. Bahkan disertai batuk. Untungnya sudah mendingan.

Reva menajamkan pengelihatannya, ia tidak salah lihat, kan? Di sampingnya, ada sebuahㅡ ah, maksudnya seorang lelaki yang kira-kira seumuran dengannya. Entah sejak kapan ia muncul di situ, mungkin terlalu sibuk bermain air makanya tidak sadar.

Reva & Refa [COMPLETED]Место, где живут истории. Откройте их для себя