forty🍜 ㅡthank you [END]

1.7K 83 166
                                    

Oktober, 2027.

Reva turun dari mobilnya. Ia menengok kanan-kiri, mencari pintu masuk untuk karyawan. Ini merupakan kali pertamanya ia mengunjungi kafe milik Refa cabang Jakarta, maka ia agak bingung dengan tata letaknya.

"Bu Revania, ya?"

Reva menoleh saat mendengar seseorang memanggil namanya. Ia tersenyum canggung, dan mengangguk pada seorang satpam yang kira-kira umurnya empat puluh tahun itu.

"Iya, benar," balas Reva, walau agak heran darimana bapak ini bisa tahu namanya. "Eng, anu, mau ke ruangannya Pak Refansyah lewat mana, ya?"

"Iya, silakan lewat pintu belakang situ, Bu. Yang sampingnya ada wastafel," ujar satpam itu, sembari menunjuk dengan jarinya. "Nanti di dalam langsung tanya aja ya, Bu. Saya harus jaga di sini, soalnya. Jadi gak bisa nganterin."

"Oh iya, gak apa-apa, Pak. Makasih banyak udah dikasih tau," kata Reva, sambil tersenyum lebar. Ia kemudian berpamitan dengan satpam itu, dan berjalan menyusuri taman belakang.

Reva membuka pintu tersebut, dan langsung disambut oleh seorang karyawan yang sedang memilah-milah gelas.

Pegawai itu sontak menatap Reva, dan melemparkan senyum padanya. Reva membalas senyum cowok itu.

"Istrinya Pak Refa?"

Reva tertawa kecil, kemudian mengangguk, masih heran karena semua orang di sini tampaknya mengenalnya. "Iya. Pak Refa-nya di mana, ya?"

"Bapak lagi keluar sebentar, ada urusan. Sebentar lagi balik kok, Bu," balas pegawai itu. Ia kemudian menunjuk pintu di pojok ruangan, "Ibu tunggu di dalam saja gak apa-apa."

"Oh, oke. Makasih, ya."

"Nanti saya hubungi Pak Refa kalau istrinya datang," ujar cowok itu.

"Eh, jangan," ucap Reva. "Saya emang gak bilang mau dateng ke sini, hehe."

Setelah berpamitan, Reva berjalan menuju ruangan tersebut. Ia membuka pintu, mengintip ke dalam.

Setelah memastikan tidak ada siapa-siapa, Reva masuk, dan menutup pintu. Ia berjalan ke arah meja yang terletak di tengah ruangan, kemudian duduk di kursinya.

Reva memperhatikan seluruh penjuru ruangan tersebut. Ada sofa, dispenser, papan tulis, bahkan kasur kecil. Mungkin kasur itulah yang pernah diceritakan suaminya, kasur tempat ia tidur siang, atau tempat karyawannya tidur kalau harus menginap karena selesai bekerja terlalu malam.

Reva kemudian memperhatikan benda-benda yang ada pada meja di depannya. Laptop, gelas, rak kecil, dan yang sedaritadi mengusik perhatiannya, frame foto yang berisikan foto-foto dirinya dengan Refa.

Reva tersenyum, memperhatikan foto yang diambil setelah akad nikah, sekitar satu tahun lebih tujuh bulan lalu. Ia teringat bagaimana ekspresi tegang Refa waktu mengucapkan ijab kabul, dan bagaimana dirinya hampir setiap detik menghirup minyak kayu putih untuk memberikan efek tenang pada pikirannya.

Nanti sore, dia dan Refa akan datang ke pesta ulang tahun pertama anaknya Meita dan Dimas. Reva tertawa kecil mengingat rasanya baru kemarin, Meita, yang sedang hamil tiga bulan waktu itu, tidak menolak ajakannya untuk menjadi pembawa acara di resepsi pernikahannya. Waktu berlalu sangat cepat.

Ia bersandar pada kursi putar tersebut. Alasannya ke sini hanya agar bisa bertemu suaminya beberapa jam lebih cepat. Tidak ada alasan lain selain kangen. Refa tadi berangkat sangat pagi, bahkan sebelum Reva bangun, karena ada yang harus diurus dengan mitra supplier es batunya. Demi bisa datang ke sini, Reva tidak memberitahu Refa sama sekali karena cowok itu biasanya melarang untuk datang ke tempat kerjanya ㅡalasannya takut gak fokusㅡ, jadi Reva akhirnya membuatkan bekal, agar ia bisa punya alasan nanti, kalau ditanya.

Reva & Refa [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang