"Gue batal ikut," jawab Vanila pedas namun terdengar ada penyesalannya dari suaranya.

Benar, Vanila akhirnya putus asa. Baru dua putaran ia berlatih, tapi semangatnya sudah meredup.

Sebelum-sebelumnya ia tidak pernah mengira, jika patah hati juga bisa membuatnya patah semangat.

"Gue mau nantangin lo." Late bangkit lalu merogoh sesuatu dari sakunya. "Hp lo, mau gue balikin nggak?"

Vanila mendongak. Menatap lekat-lekat ponsel di genggaman Late. Iya benar, itu ponselnya.

Jadi si Lalat udah ngaku ke Kak Heksa kalo dia stalkernya?

"Eits!" Late menyingkir sambil berjinjit. Tangannya diulurkan ke atas ketika Vanila mencoba meraih ponselnya. "Tidak semudah itu, Marimar."

Bibir Vanila mengerucut. Tingginya memang tidak berjarak jauh dengan cowok itu. Tapi kalau Late berjinjit, jelas makin susahlah menggapainya.

"Lo mau apalagi, sih?" Vanila membungkuk lemas. "Gue udah nggak punya tenaga buat war."

"Kita adu lari!" tukas Late dengan ekspresi canggung. Ia pun tampak sedikit ragu mendengar ucapannya sendiri.

Late menarik napas panjang. "Kalo lo menang, hp lo gue balikin. Dan video di kelas tadi, yang bagian lo amnesia pas story telling itu, bakal gue hapus."

"Tapi kalo lo kalah, lo harus tetep ikut lomba ini," jelas Late sambil mengangkat kertas di tangannya. "Gue bakal cek sendiri besok, lo beneran dateng atau nggak."

Vanila mendengus kasar. Tak tahu sebenarnya apa yang diinginkan Late, sampai-sampai mengajaknya adu lari.

Terakhir kali saat menemaninya latihan kemarin -oh ralat, lebih tepatnya menganggu. Ya, setelah Late dan Browny mengganggunya berlatih kemarin, cowok itu bahkan tampak seperti orang sekarat.

Sekarang malah nantangin gue adu lari? Sakit emang ni cowok.

"Ah, bodo amat. Gue bisa beli hp baru, kok. Lagian hp itu udah buluk juga. Ambil sono, ambil. Nggak butuh gue," kata Vanila pura-pura tak peduli lalu beranjak menjauhi Late.

Padahal kalau benar-benar ponselnya tidak kembali, sungguh Vanila menyayangkan galeri foto miliknya yang kebanyakan dihiasi wajah tampan Brilian.

"Oh, lo takut kalah, ya?" celetuk Late yang sukses menahan langkah Vanila.

"Lo takut sama nyinyiran orang, masa pelari kalah sama youtuber? Pantesan nggak pernah menang kalo ada event. Ternyata lawan youtuber aja K.O?" Late membuat suaranya terdengar semenyebalkan mungkin.

Vanila berbalik. Wajahnya merah padam menahan amarah. Tangan gadis itu yang terkepal, sudah siap dilesatkan ke wajah Late.

"Udah bosen hidup?" ancam Vanila, sengaja menahan kepalan tangannya tepat di depan mata Late. "Oke, gue terima tantangan lo."

Late tersenyum picik. Lain dengan ekspresi sesosok cowok yang sejak tadi mengintai di belakangnya. Tanpa sepengetahuan Vanila, sedari tadi Randy mengawasi keduanya dengan earphone yang menempel di telinga.

Anjir Late cari mati aja.

Rendy nyaris berderap menghampiri keduanya, kalau saja Late tidak buru-buru memberi kode melalui sebuah kibasan tangan di balik punggung. Seolah ingin meminta Randy menjauh, atau paling tidak tetap di posisi semula.

Setelah sampai di tepi lapangan, Late dan Vanila mengambil ancang-ancang. Keduanya berdiri dengan posisi merunduk.

Senyuman Late terulas. Sudah lama sekali rasanya, ia tidak merasakan momen kompetisi olahraga seperti ini.

VaniLate (SELESAI)Where stories live. Discover now