3 - Cedric dan Happy

8.1K 849 22
                                    

"Hari ini kumpul satu angkatan. Harus kumpul lengkap, nggak boleh izin kecuali mati." Cedric berteriak ketika teman-teman satu angkatannya berkumpul. "Jangan ada yang kabur."

Ayolah, Cedric itu cuma dimanfaatkan sama senior untuk memata-matai Arkan dan yang lain. Tapi dia belagunya setengah mati, Arkan saja muak. Omong kosong, Cedric itu lalai. Paling juga hari ini dia pulang duluan.

Arkan akhirnya mendelik, batasnya keluar rumah hanya sampai pukul lima. Kalau lebih, biasanya Vidra akan memarahinya habis-habisan seperti kemarin. "Tapi gue--"

"Nggak ada tapi-tapian. Lo udah bikin satu angkatan kena marah gara-gara ngehajar Bang Gala. Mikir dong!" semuanya menatap Arkan tidak suka. Mereka kenapa sih?

"Gue nonjok Bang Gala juga ada alasannya kali!"

"Apa? Mau nunjukin lo bisa segalanya, hah? Berhenti dengan sikap arogan lo, Arkan! Lo nggak bisa selamanya petantang-petenteng seolah-olah bisa mengatasi semuanya!" mata Cedric melotot. Arkan ngeri sendiri jika membayangkan dua netra Cedric meloncat ke arahnya.

"Gue cuma melakukan apa yang harus gue lakukan," Arkan menjawab santai. "Lagian apa usaha kalian buat angkatan ini? Diem-dieman pas lagi pemantapan materi? Kalau ditanya tuh dijawab! Mereka makin menjadi-jadi kalau lo semua diam!"

Cedric menurunkan pandangan tajamnya. Anak itu juga ikut mengkerut kalau sudah evaluasi, apalagi pertemuan tempo hari. Cuma Arkan yang berani maju dan menginterupsi.

"Cuma pengen dianggap keren kan? Nggak murni pengen jawab kan? Lo cuma pansos masuk Barananta!" Cedric memulai lagi. "Lo lihat aja siapa yang bakal jadi ketua Barananta tahun ini!"

Arkan mendesah, "gue nggak pengin. Sori. Lo terlalu gila jabatan, Dric. Lo lupa bahwa lo sekarang sama aja sama yang lain. Beraninya pas nggak ada kakak kelas."

"Udah berantemnya?" cuap Satriya ketika mereka berdua diam agak lama. "Jadi kumpul nggak nih?"

Cedric melengang. Ditinggalnya Arkan sendirian. Sementara bocah itu digandeng Kadavi dan Teguh, Satriya berusaha menetralisir hawa panas diantara mereka berdua.

"Siwi, lo udah bilang Kak Intan kapan kita bisa penempuhan PDL?"

Siwi menggeleng, gadis itu menghela napas kasar. Diambilnya kertas yang sudah lusuh di tangan Stella, "diundur. Bang Gala nggak mau hadir minggu ini."

"Apasih jadi senior kok nggak kompeten? Itukan masih bagian dari proker angkatan dia!" Semua pandangan tertuju pada Arkan. "Emang semuanya salah gue?"

"Lo terlalu berlebihan Ar," jawab Siwi lemah. Gadis itu mau menangis rasanya. Jadwal yang sudah ia buat sedemikian rupa harus berantakan. "Bisa kan nggak usah main tonjok sembarangan. Apalagi dia senior. Apapun masalah lo, menyentuh senior itu bukan opsi yang ujungnya baik."

"Apa yang lo lakukan kalau gue yang dicekek sama Bang Gala?" Stella menyahut. Kebetulan Siwi adalah saudara sepupu Stella. "Lo biarin gue gitu aja?"

"Ya enggak juga," Siwi menyahut. "Tapi—"

"Arkan cuma nggak mau adeknya kenapa-kenapa. Arkan nggak mau Arsen ikut dalam masalahnya." Stella membela lagi. Arkan sebenarnya tidak tahu siapa Stella. Yang jelas Arkan senang ada satu orang di pihaknya.

Barananta [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang