23 • I'll Be There

1.9K 290 14
                                    

Part 23 : I'll Be There
•••







Selama bumi masih berputar, dan aku masih bernafas

Meski hujan semakin deras,

Namun aku akan tetap berdiri di tengah lapang

Menanti dirimu yan tak kunjung datang

Meski—

'CEKLEK'

"Ya ampun kakak! Jangan bikin aku kaget!"

Buku diari yang sedang dipegangnya hampir terjatuh ke lantai. Baru saja gadis itu ingin menggoreskan lanjutan puisi itu ketika pintu kamarnya terbuka secara tiba-tiba. Yeri sudah hapal kelakuan buruk kakaknya itu, yakni masuk tanpa mengetuk pintu dulu. Kadang-kadang privasi sang gadis dipertaruhkan di sini.

Seperti saat ini. Sedang asyik-asyiknya menulis puisi galau, malah dikejutkan dengan kehadiran kakaknya sendiri.

"Hari ini mawar," ujar Doyoung sembari meletakkan sebuah buket bunga mawar di meja kecil dekat tempat tidur Yeri. Aroma mawar merebak indera penciuman gadis itu. Minggu kemarin bunga lily. Dua minggu yang lalu bunga tulip. Kira-kira minggu depan apa ya?

"Ini udah taun ke empat dan dia bakal beneran datang kali ini," lanjutnya. Pria itu melepas bunga mawarnya dari plastik pembungkusnya yang cantik dan kemudian menaruhnya di vas. Setelah itu barulah menghampiri Yeri dan duduk di kursi kecil yang ada di sebelah tempat tidur adiknya. Gadis itu kembali sibuk dengan diarinya.

Doyoung memperhatikan wajah adiknya dengan seksama. Yeri terlihat semakin pucat dari hari ke hari. Tubuhnya jauh lebih kurus dibandingkan dulu. Bahkan ada lingkaran hitam di bawah matanya. Hanya bola mata coklat jernihnya yang masih memancarkan sinar.

Walau sedang sakit, adiknya yang kini berusia 24 tahun itu masih bisa menampakkan wajah ceria di hadapannya. Ia bersyukur adiknya masih bertahan sampai detik ini.

Realita hidup memang sulit ditentang sekaligus ditebak. Doyoung berjuang menahan air matanya yang lagi-lagi hendak jatuh. "Mark ngabarin kakak kemarin. Katanya hari ini dia mau ke rumah sakit ketemu kamu lebih dulu di banding yang lain," katanya dengan bibir bergetar.

Raut wajah Yeri menegang. "Kakak… gak bilang apa-apa kan…?"

Doyoung menggeleng. "Enggak, mereka cuma tau kamu sakit,"

Yeri tersenyum bahagia. "Kakak juga harus bantu aku kali ini. Mau kan?" tanyanya sembari mengacungkan jempol pada sang kakak.

"Bantu aku supaya keliatan kuat di hadapan mereka kak…," jawab Yeri dengan senyumnya "Aku mau jadi Kim Yerim yang dulu, Kim Yerim yang kuat..."








•••






Tak banyak yang berubah sejak ia meninggalkan Seoul 4 tahun lalu. Netranya menyapu setiap detail pemandangan di Seoul melalui kaca mobil yang ditumpanginya. Mendadak ia teringat masa kecilnya ketika melewati beberapa tempat bersejarah baginya. Misalnya sekolah dasarnya dulu. Ia masih ingat masa-masa dimana ia berlarian kesana-kemari dengan lincah bersama teman-temannya. Atau ketika ia melewati taman kota membuatnya ingat taman di dekat rumahnya, tempat saat dulu ia sering bermain ayunan atau perosotan di sana, bersama seorang anak perempuan yang manis.

"Tuan Lee, kita sudah sampai."

Mark tersentak pelan. Ia melihat dari balik kaca mobil, bangunan Seoul Hospital yang menjulang di hadapannya.

Bulan lalu, Doyoung mengabarinya. Jika Mark berencana mengunjungi Yeri, pulanglah langsung ke Seoul karena gadis itu sedang di rawat di Seoul Hospital. Ketika ia menanyakan apa sakit yang diderita Yeri, Doyoung menjawab kalau ia kembali tugas di Seoul dan sepulang dari Singapura Yeri terkena demam tinggi dan harus diopname.

Yeri's Protectors | SM 99LWhere stories live. Discover now