02 • Mark Lee

6.8K 843 34
                                    

Part 2 : How To Be Yeri? Ft Mark

•••






•••

flashback


Puluhan orang berpakaian hitam memenuhi ruangan ini. Ekspresi mereka bermacam-macam. Dari yang paling sedih sampai yang biasa saja terkumpul dalam satu ruangan.

Saat itu Yeri berusia 7 tahun. Bola matanya yang jernih dan besar terus mengedar menatap wajah pelayat lainnya. Ia kemudian memfokuskan diri pada foto wanita yang dipajang disana. Tanpa sadar senyumnya terukir. Wanita itu begitu cantik, sama seperti bunga plum.

"Rim, ayo!" Panggil sang ibu seraya menuntunya. Yeri mengangguk dan mengikuti langkah sang ibu untuk penghormatan terakhir pada wanita dalam foto itu.

Setibanya disana, netranya berpusat pada seorang anak laki-laki dengan pita putih di bahunya. Ia tidak fokus berdoa dan hanya memandangi anak itu. Bahkan saat ibunya menarik ia mendekat untuk mengucap kalimat bela sungkawa pun, Yeri masih menatap anak laki-laki itu.

Merasa di perhatikan, si anak laki-laki mengalihkan pandang dan mengusap air mata yang membasahi wajahnya. Namun Yeri malah tersenyum tipis. Menurutnya anak laki-laki itu lucu.

"Mark jangan sedih terus!"

Bukan Yeri yang berkata, melainkan sang kakak, Kim Doyoung. Ia kini mengusap kepala anak laki-laki itu. Yeri heran tentu saja, bagaimana bisa kakaknya mengenal anak laki-laki itu.

Mereka menjauh, memberikan ruang bagi pelayat lain. Dan Yeri mendekati sang kakak.

"Kakak kok kenal dia?" Tanyanya.

"Dia siapa?"

"Anak laki-laki yang tadi!" Tanpa di jelaskan pun Doyoung tahu siapa yang adiknya maksud.

"Dia temen kakak." Yeri hanya mengernyit, ia baru kali ini melihat anak laki-laki yang kakaknya panggil Mark itu.

"Kamu gak bakal kenal karena kamu sibuk latihan vokal." Tambahnya seolah mengerti kerutan bingung di wajah adiknya.

Dan Yeri hanya mengangguk sembari memperhatikan anak laki-laki itu. Entah mengapa, ia begitu penasaran pada anak itu.

Keluarga Yeri tidak ikut sampai acara pemakaman selesai karena sang ayah memiliki urusan penting di kantor. Karenanya mereka pulang lebih awal.

Namun entah mengapa, Yeri tidak ingin pergi. Ia tidak ingin melihat anak laki-laki itu menangis.

...


Paginya ia lalui seperti biasa, berangkat sekolah sendirian sambil berjalan kaki. Jarak sekolahnya cukup dekat dari rumah, jadi ia tidak perlu naik kendaraan ataupun diantar. Kakaknya sudah memasuki sekolah menengah jadi ia tidak berangkat bersama.

Untuk menuju sekolahnya, ia harus melewati taman terlebih dahulu. Taman itu dibatasi oleh pagar rumput dan untuk masuk kesana harus berjalan beberapa meter terlebih dahulu. Namun karena banyak yang tidak sabaran, ada beberapa pagar yang diterobos secara paksa.

Salah satunya yang berada di dekat sebuah rumah besar bercat putih. Tak jauh dari pagar rumah itu terdapat pagar rumput yang rusak.

Ia menatap pagar rumput tersebut, ada sebuah pohon plum tumbuh dekat pagar. Ia baru ingat jika ini sudah musim semi. Musim favorit Yeri.

Ditatapnya kembali celah di pagar rumput itu. Dari celah itu, ia dapat melihat punggung seorang anak kecil berkaus putih. Manusiakah? Pikirnya.

Penasaran. Yeri perlahan mendekat menatap ragu satu-satunya celah untuk masuk ke taman itu. Namun rasa penasaran mengalahkan keraguannya. Dengan yakin, ia masuk melalui celah itu. Celah yang dibuat cukup kecil jadi ia harus menyingkirkannya sedikit dengan tangannya. Usahanya membuahkan hasil meski jarinya sedikit tergores. Namun itu tak masalah karena hasilnya, ia dapat melihat kelopak bunga plum berguguran.

Yeri's Protectors | SM 99LTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang