1-9 : Gosip

435 41 5
                                    

Kembali ke asrama menandakan kembalinya kesibukanku akan latihan hingga tidak sempat membuka sosmed. Lebih ke malas sebenarnya, karena beres dari latihan aku lebih suka ngegangguin yang lain ataupun tidur. Untung-untung ada yang ngajak keluar, seperti saat ini.

Hari ini, aku menjadikan salah satu restoran dekat pelatnas sebagai titik temu dengan kak Kevin. Kami dikejar jam ishoma, jadi tidak bisa pergi jauh-jauh. Sejujurnya agak resiko, mengingat jaraknya dengan pelatnas yang tak sampai sepuluh menit dan merupakan resto langganan warga asrama, memungkinkan kami kepergok.

Sudah setengah jam sejak duduk disini, namun kak Kevin masih tidak membiarkanku untuk berbicara. Katanya kangen.

"Emang apa yang dikangenin?" tanyaku saat ia lengah karena mulutnya kini fokus melahap makanan yang baru datang.

"Hemuanya," jawabnya dengan mulut penuh. Tanganku bergerak untuk mengambil selembar tisu lalu kusodorkan padanya. "Kenapa nggak dilapin? Biasanya gemes kalo belepotan gini."

"Lo punya tangan, kali aja lupa."

Baru akan kembali berucap, kak Kevin menyela, "Tahun baru muncak, yok? Bareng temen-temen gue."

Napas kuhela panjang, ini tidak sesuai perkiraan. Pria di depanku seolah-olah tidak ingin menjaga jarak meski saat liburan sekalipun. Dengan tekad bulat, kugenggam tangannya, membuat pemiliknya tersentak. "Gue nggak bisaㅡ"

"Sekali ini aja, nanti lo mau apapun gue turutin." Ia menyela ucapanku, lalu meletakkan tanganku yang semula menggenggamnya penuh harap kembali ke samping piring.

Sial, caranya menatap ... kelemahan terbesarku sejak hubungan ini dimulai. Tapi tentu aku tidak boleh begitu saja terlena, semua ini harus diselesaikan.

Gelenganku tidak membuatnya gentar. Kak Kevin lantas memberi penawaran lain, yakni menemaninya belanja. Sejujurnya ini bukan kali pertama, tapi entah mengapa dari nada bicaranya seolah belanja yang dimaksud cukup penting.

Dari tempatku duduk kini, Ajay dengan earphone yang tersambung pada hp nya—untuk mendengarkan percakapanku lewat panggilan suara yang masih tersambung—memberi isyarat agar aku menyetujui permintaan itu.

Iya, dia ikut, berjaga barangkali pria di depanku main tangan saat aku mengajukan putus.

Sebenarnya aku sedikit berharap ia akan menghampiri mejaku dan memberitahu Kak Kevin penyebab hubungan kami harus diakhiri. Nyatanya ia hanya menatap tanpa ekspresi.

Setelah makan siang usai, kak Kevin hendak memberiku tebengan, tapi langsung kutolak dengan alasan lagi cod sama temen. Setelah memastikan dia pergi, aku menghampiri Ajay lalu menjatuhkan kepala tepat di atas meja kayu yang dipoles mengkilap.

"Pelan-pelan aja, nggak usah terlalu dipaksain. Semua perlu waktu," katanya dengan nada tenang. Namun bukannya membuatku lega justru semakin tertekan. Bisa-bisanya dia masih sabar saat aku berusaha menyudahi semua ini secepat mungkin.

Setelah menghabiskan sepiring Rose Pasta yang dipesannya, Ajay mengajakku untuk kembali ke pelatnas. Tentu kami tidak masuk bersama, aku meminta diturunkan dekat pertigaan lalu ia pesankan ojek.

Ojek telah membawaku ke depan PBSI beberapa menit yang lalu, tapi aku masih terpaku disana bahkan setelah bapak berjaket hijau itu pergi. Dari tempatku berdiri kini, dapat terlihat jelas bagaimana Ajay yang masih berada dalam mobilnya dicegat oleh kak Kevin—entah untuk alasan apa. Begitu menyadari keberadaanku yang tak jauh, mereka menyudahi obrolan karena kak Kevin mendekat.

"Kalo tau bentar doang mending bareng gue tadi," katanya datar, yang kurespon dengan cengiran palsu. Lantas kami beriringan, melewati Ajay yang belum beranjak tanpa melakukan kontak mata.

Kami langsung memasuki gelanggang, sebab sebelum pergi tadi tas raket masih disana. Bila biasanya hanya setengah hari, kini kak Kevin dapat berlatih di ganda campuran lebih lama sebab di turnamen super 300 mendatang Minions tidak diturunkan.

Aku tentu masih berlatih dengan Jeje di ganda putri karena kami diikutkan, mungkin nanti sore.

Entah perasaanku saja, atau memang orang-orang tengah berbisik untuk membicarakanku. Bahkan salah satu junior yang baru bergabung dengan pelatnas—aku lupa namanya—salah tingkah saat tau aku menempati lapangan di sebelahnya.

"Latihan saudara-saudara, ngerumpi mulu. Itu mulut disentil malaikat tau rasa lu pada." Ajay datang dengan suara menggelegar, lantas mengambil tempat di seberang net lapanganku bersama kak Apri. "Nah ada lawan nih, Pri. Gas in lah."

Bila biasanya langsung diiyakan, kini kak Kevin menolak. Ia meninggalkan gelanggang dengan tas raketku yang disampirkan di bahunya, seakan sengaja agar aku mengikutinya.

Kami sudah berjalan cukup jauh tanpa pembicaraan, agak ngeri juga untuk bertanya karena mukanya sangat masam. Aku inisiatif berpura-pura keseleo, berharap dia peka lalu mulai membuka suara.

Mendengar keluhanku, ia menoleh lalu memintaku duduk di pinggir jalan. "Sakit?" tanyanya singkat yang kujawab dengan gelengan.

"Lo kenapa sih?"

Bukannya menjawab, ia beranjak pergi. Tas raketku sudah diletakkan, jadi tak ada alasan untukku mengikutinya. Saat akan beranjak, seorang gadis—tidak tau namanya—tiba-tiba saja berkata sarkas saat melewatiku.

"Kak, gue tau lo cakep, gue yang cewek aja insecure sama lo. Tapi jangan manfaatin wajah lo buat bisa macarin dua cowok yang bahkan sahabatan dong," katanya di hadapanku. Keningku mengernyit, siapa deh dia?

Aku berusaha acuh dengan sengaja meninggalkannya, tapi gadis itu menyusul, bahkan kini layar handphone-nya disodorkan di depan wajahku. Tampak dua foto yang di-grid dari postingan akun Instagram penyebar gosip di kalangan atlet.

Di kanan, tampak kak Kevin yang baru keluar dari kamar hotel. Sedangkan di foto lain, ada Ajay yang sedang duduk di bebatuan sungai dengan pencahayaan yang minim. Dan di dua foto itu, ada aku. Foto pertama saat akan ke Bandung, dan foto kedua sebelum terjadi insiden terpeleset.

Selama ini aku dibuntuti?

Apa ini juga penyebab dua pria itu bersitegang dan lirikan sinis warga pelatnas tertuju padaku?

Tanpa berniat merespon, aku pergi meninggalkan gadis yang kini tertawa sinis itu. Melewati setiap orang sambil menunduk, berusaha mengurangi kontak mata hingga berhasil masuk ke kamar. Bisa terdengar jelas beberapa orang yang berada di asrama mempertanyakan sikapku yang aneh, kemudian sebuah suara menceritakan apa yang terjadi. Aku tidak mengenali suara itu, masa bodoh.

Dengan segera ku hubungi admin dari akun penyebar foto tadi melalui DM. Tak kusangka, responnya cepat. Atau mungkin dia memang menantikan pesan dariku.

Setelah perdebatan panjang mengenai sumber foto yang tidak ingin dibocorkannya, sang admin menyatakan bersedia menghapus postingan itu asal aku mengonfirmasi hubungan dengan dua pria tadi.

Kubiarkan pesan itu tanpa balasan. Lantas aku menelpon Ajay, guna meminta izin agar kami bertiga—termasuk kak Kevin—bertemu untuk membahas ini. Namun kalimat yang diucapnya saat panggilan baru tersambung membuatku bungkam.

| Postingan udah di takedown, Kevin yang minta. Dia tau ada sesuatu tentang kita, tapi dia konfirmasi ke admin kalau kalian pacaran dan lagi break karena masalah internal.
| Atau yang dimaksud, dia berusaha bikin gue jadi orang ketiga? Gila.
| Ati-ati deh, kita jaga jarak dulu, ya?








5-4, 030619

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 11, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

𝘿𝙞𝙛𝙛𝙚𝙧𝙚𝙣𝙘𝙚 | Lagi Di RevisiWhere stories live. Discover now