•• 19 ••

334K 23.5K 5.9K
                                    

Kini Kajen sudah berada di apartment Albar. Albar mengantarnya dan pergi tanpa pamit. Cowok itu terlalu misterius dan aneh, bahkan Kajen tidak ada niatan membuat cowok itu ikut serta dalam masalah yang ada di hidupnya. Tapi kenapa?

kajen memeluk dirinya sendiri, ia masih teringat ciuman lelaki itu saat mengatakan hal yang benar-benar gila. Apa Albar mencintainya? Tidak mungkin kan? Cowok itu hanya kasihan padanya? Tapi apa rasa kasihan memang berlebihan seperti itu sampai mau bertanggung jawab atas hal yang bukan perbuatannya?

Jujur Kajen bingung sekarang, kenapa dia masih ingin melibatkan Albar dalam kehidupannya. Seharusnya ia sekarang sudah mati mengenaskan hanyut di kali, bukan di sini.

Tuhan...apa rencana-Mu selanjutnya? Apa yang akan terjadi?

...

Kini Albar sudah berhadapan dengan Asya yang sudah berderai air mata. Percayalah, Albar tak berniat membuat ibunya menangis, namun dia pikir ini cara yang terbaik untuk gadis itu. Gila?ya bisa dikatakan begitu.

"Kenapa Albar? Mama selalu bilang kalau lelaki itu harus menghargai wanita...mama juga bilang jagalah wanita seperti kamu menjaga ibumu, tapi-" asya sudah terisak. Sedangkan Albar hanya menunduk dengan rasa berkecamuk di hatinya.

"Mama nggak mau kamu jadi brengsek," tutur Asya lagi kini sudah menghapus air matanya.

"Kamu harus tanggung jawab!" Ucap Asya entah mengapa ia teringat pada kejadian masa lalunya. Pasti sakit sekali jadi perempuan itu, rasanya benar-benar hancur seluruh dunia ini.

"Ma," panggil Albar, "papa udah tahu?" Lanjutnya. Dan dengan segera Asya mengangguk.

"Sebentar lagi papa kamu pulang, kamu harus dengar semua tuturannya, bagaimana jalan yang terbaik untuk kamu, kamu masih SMA, Bang. Mama nggak tahu harus ngomong apa, mama sedih..."

"Maafin Albar..."

Tak lama orang yang sedang ditunggu tunggu akhirnya datang. Fano dengan wajah datar tanpa ekspresi langsung masuk ke dalam rumah dan berdiri di samping Asya. Di depannya sudah ada Albar yang tidak takut atau bahkan bersembunyi di samping Asya. Dia Albar anaknya yang dengan beraninya mengakui kesalahannya.

"Ada apa ini-" ucapan Rean terhenti pada saat melihat suasana cukup tegang. Mata Fano yang terus menatap intens pada Albar dan Asya yang sudah berderai air mata di tambah Albar yang...seperti biasa tanpa ekspresi sama seperti bapaknya.

"Jadi apa rencanamu?" Tanya Fano mencoba menguji anaknya ini.

"Bertanggung jawab," jawab Albar. Rean bingung dengan percakapan tersebut.

"PAPA GENDONG!" Pekik Jessie anak terakhirnya, belum sempat Jessie menyentuh Fano, Asya sudah menangkap anaknya.

"Ayo ke kamar," ajak Asya.

"Jessie mau ke papa," pintanya.

"Jessie denger Mama?" Tanya Asya tanpa ekspresi. Melihat itu Jessie langsung murung, dan segera pergi. Setelah kepergian Jessie, barulah Fano bersuara lagi.

"Kamu tahu kamu buat kesalahan?" Tanya Fano.

"Iya."

"Kenapa nggak pake pengaman?" Pertanyaan Fano yang datar tanpa ekspresi membuat Asya menatap Fano tidak percaya begitupun Rean, sedangkan Fano hanya terdiam tanpa ekspresi. Dengan cepat Asya memukul bahu Fano pelan membuat Fano tersenyum kecil pada istrinya.

"Serius, Fano. Kamu jangan bercanda!" Jelas Asya sembari menatap suaminya kesal.

"Ya gimana, nasi udah jadi bubur. Kalau kamu lelaki,kamu punya cara terbaik buat dirimu dan masa depanmu, bagaimana kamu menatanya itu ada di dirimu." Mendengar itu Albar termotivasi, lalu tersenyum.

24/7 (SELESAI)Where stories live. Discover now