Delapan

9.5K 399 22
                                    

+628xxxxxxxxxx
Sha.

Navasha menatap heran ketika mendapati chat whatsapp dari nomor yang tidak ia kenal. Tapi dari pop up chat dan foto profil laki-laki itu, Navasha tahu siapa orang yang mengiriminya chat. Nathaniel Deosan, laki-laki yang paling ingin ia hindari di bumi ini. Dari mana laki-laki itu mengetahui nomor ponselnya? Tidak mungkin dari keluarganya atau para sahabatnya, bukan? Mereka tidak mungkin memberinya tanpa seizin Navasha.

"Bodo amat," gumam Navasha tanpa memedulikan chat tersebut. Deo hanya akan berjuang diawal. Pada akhirnya dia akan menyerah dan Navasha bisa kembali hidup tenang. Ya, Navasha yakin akan hal itu.

+628xxxxxxxxxx
Kamu online tapi kok nggak balas chat aku?

Pop up chat laki-laki itu muncul kembali di layar ponselnya. Navasha memang sedang online saat ini, sedang membalas chat Runi tentang pekerjaan.

"Sampai kapan pun gue nggak bakal balas chat lo," gumam Navasha dalam hati. Mungkin Deo akan kembali mengirimi chat tidak penting. Tapi, Navasha yakin itu tidak akan lama.

"What the ...." Navasha mengumpat begitu layar ponselnya yang awalnya menampilkan obrolannya bersama Runi berubah menjadi panggilan masuk. Dan sudah pasti orang dibalik itu semua adalah Nathaniel Deosan.

"Gila, ya. Nekat sampai nelepon. Telepon aja terus. Nggak bakal gue angkat," cibir Navasha pada ponselnya, seolah dia sedang mencibir mantan kekasihnya itu.

Hingga setengah jam kemudian, panggilan masuk dari Deo tidak berhenti sedikitpun. Ketika panggilannya sudah berakhir, Deo akan mengulanginya kembali. Begitu seterusnya. Apa laki-laki itu tidak bosan dan lelah melakukan hal seperti? Navasha mendadak geram karena ia jadi susah untuk membalas chat Runi.

+628xxxxxxxxxx
Angkat, Sha. Aku nggak akan berhenti sampai kamu angkat teleponku.

Navasha menggeram kesal lalu menghempaskan ponselnya ke kasur. Ia muak dengan Deo yang mengganggu hidupnya setelah sekian lama menghilang. Hingga lima belas menit kemudian, Navasha terpaksa mengangkat panggilan itu. Mau tidak mau karena ia sama sekali tidak bisa menggunakan ponselnya ketika panggilan dari Deo terus saja masuk.

"Mau kamu apa sih?!" semprot Navasha galak. Ia merasa tidak perlu mengucapkan salam atau basa-basi pada laki-laki menyebalkan ini.

"Galak banget calon istri aku," kekeh Deo dari seberang sana.

"Calon istri gundulmu! Mimpi aja. Aku nggak mau jadi calon istri kamu. Kamu nggak ingat aku udah nolak kamu waktu itu?" geram Navasha.

"Liat aja nanti. Kamu pasti bakal jadi istriku," kata Deo terlalu percaya diri. Navasha menggeram. Laki-laki sialan!

"Nggak penting banget, ya, anda nelpon saya cuma untuk hal ini. Buang-buang waktu." Navasha sudah siap untuk mematikan sambungan telepon saat Deo tiba-tiba saja mengintrupsi.

"Kalau kamu matiin teleponnya, aku nggak masalah mau nelepon kamu terus kayak tadi. Sampai tengah malam pun aku bisa. I can do this all day long." Navasha menggeram kesal yang disambut tawa oleh laki-laki diseberang sana. Jika saja saat ini Deo dihadapannya, mungkin ia sudah memukul laki-laki itu tanpa ampun hingga dia puas.

"Mau kamu apa sih nelepon aku? Kamu nggak ada kerjaan? Urus sana anakmu. Jangan ganggu aku," ketus Navasha. Ia yakin Deo tidak mempunyai alasan lagi jika menyangkut tentang anaknya.

"Nirmala lagi di rumah neneknya. Yang hari itu ketemu sama kamu pas Nirmala hilang di rumah sakit. Kamu ingat?" Dalam hati Navasha mengangguk. Tentu saja ia ingat. Ia tidak menyangka jika wanita paruh baya yang kehilangan cucunya itu adalah mertua dan anak Deo.

FatumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang