30. Camping Bersamamu

Start from the beginning
                                    

"Oh ya? Camping di mana, Kak?"

"Di dalam rumah, dengan Oma."

Fiona tertegun. Namun hanya sesaat dia langsung tersenyum. "Seru banget dong camping di dalam rumah."

"Seru apanya? Enggak bisa bikin api unggun."

Fiona tertawa. "Iya juga, tapi karena sekarang kita camping di alam, kita bisa bikin api unggun."

Alden tersenyum. "Kamu benar-benar udah mempersiapkan camping ini dengan baik, eh?"

Ternyata sore berlangsung cepat dan matahari sudah tenggelam. Fiona dan Alden duduk bersebelahan di depan perapian yang sedang memanggang ikan.

"Kak Alden bisa makan ikan, kan?"

"Hm, enggak masalah."

Kalau Kris ada di sini dan mendengar jawab Alden, pasti dia akan bergumam, "Enggak masalah? Ck. Kalau Fiona memberinya batu dia pasti akan tetap memakannya."

Singkatnya Alden sudah menjadi bucin.

Fiona kembali mengolesi ikannya dengan bumbu yang sudah dia buat sejak di rumah, sementara Alden bertugas mengipasi bara apinya.

Suasana seperti ini Fiona sangat menyukainya. Dulu dia dan Brian juga hobi camping bahkan walau cuacanya sedang hujan. Malam ini beruntung karena tidak ada tanda-tanda akan hujan menurut ramalan cuaca. Meskipun suhunya lebih dingin dari biasanya, dia tetap menikmatinya.

Fiona melirik Alden yang sejak tadi tidak banyak bicara. Dia mengerti kalau Alden memang pendiam dan tidak pandai memulai obrolan, tetapi entah mengapa kali ini sedikit berbeda.

"Kak Alden mikirin apa?"

"Kamu—eh? Kamu tanya apa?"

Fiona tertawa. Dia mencubit pipi Alden gemas. "Pacar Fiona perhatian banget sih mikirin aku terus."

Alden salah tingkah. Dia menggaruk belakang lehernya merasa canggung. "Saya cuma lagi mikir kalo lomba kamu enggak akan lama lagi."

"Iya." Fiona teringat. Dia menghela napas. "Bener-bener enggak lama lagi."

"Latihanmu tinggal satu pertemuan, lakukan dengan serius. Setelah itu Bu Ratna yang mengambil alih."

Fiona menggigit bibir, teringat pada Tasya—sepupunya dan mulai pesimis. "Latihan Tasya gimana, ya? Di lomba nanti apa dia bakal lebih baik dari aku lagi?"

Alden menggenggam sebelah tangan Fiona, mengusapi punggung tangannya. "Kamu enggak perlu mikirin gimana Tasya. Fokus dengan latihan kamu dan optimis, oke?"

Fiona tersenyum lebar. "Oke."

Selama ini jika dibandingkan dengan Tasya, Fiona sering kali merasa pesimis. Meski Ica menyemangatinya seperti api berkobar-kobar, dia akan tetap merasa rendah. Namun berbeda dengan Alden. Dia seperti terhipnotis. Hanya dengan beberapa patah kata, Alden berhasil membuat Fiona yakin dengan dirinya sendiri.

"Kak Alden beneran dateng ya, sebagai pacarku bukan pelatihku."

Pertanyaan ini yang terus mendiami kepala Alden. Datang ke perlombaan Fiona di Swiss. Apakah dia bisa? Kondisi kesehatannya semakin hari semakin menurun, apakah dia bisa bertahan hingga hari itu?

Fiona mengernyit saat Alden tidak kunjung menjawab. "Kak?"

Alden tersenyum lalu menjawab, "Sebagai laki-laki yang enggak mau mengecewakan pacarnya, tentu saya harus datang, kan?"

"Janji?"

Alden mengangguk.

"Cantelan dulu."

Alden memberikan jari kelingkingnya yang disambut dengan jari Fiona untuk dikaitkan.

"Tapi Fiona."

Fiona menatap Alden yang ingin mengatakan sesuatu. "Hm?"

"Saya juga seorang bos yang sibuk, kalo saya melihat lomba kamu ... sepertinya Kris enggak bakalan selamat kali ini."

Fiona tertawa. "Kalo gitu aku bakalan kasih hadiah sepulang dari Swiss karena udah bikin dia lembur."

***

Malam itu mereka lewati dengan banyak tawa. Makan bersama, menikmati api unggun bersama, bernyanyi bersama, sampai terlelap mereka terus bersama.

Fiona punya beberapa mantan kekasih, tetapi tidak ada yang bisa membuatnya nyaman seperti yang dia rasakan di dekat Alden. Berbaring, memeluknya, dan tidur dengan perasaan aman dan nyaman.

Sementara Fiona tidur lelap, Alden justru masih terjaga. Dia mengusapi rambut kekasihnya, sesekali tangannya menyusuri wajah Fiona. Mencoba mengingat setiap pahatan di wajah perempuan itu.

Di dunia ini hanya ada tiga wanita yang Alden hargai dan sayangi. Ibunya, Oma, dan Fiona. Dua dari mereka telah meninggalkannya. Mungkin yang terakhir akan berbeda.

Dalam keheningan Alden berbisik pelan, "Kita bersama untuk waktu yang sebentar. Jadi, jangan membuat lebih banyak memori karena itu menyakitkan. Lupakan aku, lupakan semuanya."



***

yak mari hitung maju dari bab 30 berapa bab lagi buat tamat?

sekarang updatenya bener-bener gak nentu harinya ygy, harusnya malam minggu kemarin nih updatenya tapi mager parah buat eksekusi

mau ngomong apa sama

alden

fiona

see u next chapter

see u next chapter

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Imperfect CoachWhere stories live. Discover now