11. Kejadian Malam Hari

7.1K 571 18
                                    

Menggigil. Fiona kedinginan dengan baju basah kuyup setelah berlari menerobos hujan. Dia sendirian di halte bus yang tidak ada orang selain dirinya.

"Kakak." Bibir bergetar Fiona tidak berhenti memanggil kakaknya. "Kak Brian."

Fiona tidak ingin menangis lebih banyak lagi, tetapi dia tidak sanggup untuk menahan walau satu tetes saja. Ingatan tentang ayahnya yang menamparnya terus berputar, membuat hatinya semakin sakit dan sakit.

Selama ini Fiona merasa tidak pernah diberikan kasih sayang layaknya putri satu-satunya oleh ayahnya maupun ibunya. Brian pun sama. Itu sebabnya di saat seperti ini, hanya Brian yang Fiona cari. Meski selamanya, dia tidak akan bertemu lagi dengannya.

Fiona mendongak ketika sebuah mobil berhenti di depannya. Kemudian dua orang pria dewasa muncul.

"Nona Fiona." Kris memanggil.

Bibir Fiona semakin bergetar melihat Kris dan Alden. Kris memegang payung, melindungi tuannya dari hujan.

"Kak Alden." Fiona menghampiri Alden, menubruk tubuhnya dan memeluk erat.

"Fiona, kenapa kamu malam-malam ada di sini?" tanya Alden. Dia bahkan tidak keberatan pakaiannya ikut basah.

Fiona tidak menjawab, dia hanya terus menangis sesenggukan di balik dada Alden.

"Fiona ada apa? Bilang sama saya." Mengetahui Fiona duduk meringkuk di halte bus sendirian membuat Alden khawatir. Apalagi dia bisa merasakan Fiona masih membawa tas sekolah di punggungnya.

"A-aku mau ikut Kakak. Aku enggak mau pulang." Fiona bicara tersendat-sendat karena tangisnya. Membuat Alden tidak tega mendengarnya.

Kris yang di sebelah Alden bisa langsung tahu kalau Fiona sedang ada masalah dengan keluarganya. "Sebaiknya kita masuk ke dalam mobil. Hujannya semakin deras."

Alden setuju. Dia bisa merasakan tubuh menggigil Fiona. Dengan dibantu Kris, Fiona masuk ke dalam mobil. Duduk di samping Alden dengan pria itu yang terus memeluknya. Alden menyelimuti Fiona dengan selimut yang selalu ada di mobilnya.

***


Fiona minum teh hangat yang baru saja diberikan oleh Bi Marni. Dia duduk bersandar di sebuah kamar tamu. Pakaiannya sudah diganti, Bi Marni juga yang memberikannya. Namun kalau dilihat dari modelnya, ini bukan milik Bi Marni.

"Sudah lebih baik?" tanya Alden. Dia duduk di tepi ranjang Fiona.

Fiona mengangguk kecil. "Udah, makasih ya Kak."

"Saya enggak tahu kamu ada masalah apa, tapi kalau butuh tempat tinggal sementara kamu boleh numpang di sini. Hanya satu hari, setelah itu kamu harus pulang,"

Fiona menggigit bibir, menatap Alden rumit. Alden ini ... apa tidak bisa memilih kata yang lebih baik dari numpang?

"Satu minggu boleh?" tanya Fiona tidak tahu diri.

Alden menjitak dahi Fiona pelan. Gerakannya tepat sekali. "Rumah saya bukan untuk ngungsi. Apalagi untuk orang bermasalah seperti kamu."

Fiona mengusap dahinya. "Kak Alden kenapa jitak dahi aku terus, sih?"

"Sini."

Fiona bingung. "Apa?"

"Dahi kamu."

Sontak Fiona menutupi dahinya dengan kedua tangan. "Jangan dijitak lagi dong!"

"Saya enggak jitak, walau enggak keberatan kalo kamu mau." Alden menyingkirkan tangan Fiona. Lalu meletakkan tangannya di dahi Fiona. "Kamu demam Fiona."

Imperfect CoachWhere stories live. Discover now