29. Kado Untuk Nio

5.2K 505 29
                                    

Belakangan ini Kris mengamati dan menyadari kalau kesehatan Alden menurun. Aktivitasnya meningkat dan makannya tidak teratur—tidak seperti Alden yang biasanya. Itu sebabnya, Kris memaksanya untuk pergi ke rumah sakit.

Alden menjalani serangkaian tes yang rutin dia lakukan dalam beberapa tahun ini. Hanya saja kali ini sedikit terlambat dari jadwal yang seharusnya. Dan hasilnya mengecewakan. Ginjal Alden mengalami penurunan fungsi dan lebih dari lima puluh persen berisiko gagal ginjal.

Tidak banyak yang berubah dari Alden ketika menerima diagnosis dokter. Wajahnya tetap datar, selalu tenang seperti biasanya. Namun, hal itu justru membuat Kris khawatir. Kris ingin tahu, apa yang ada dipikiran Alden sekarang?

"Lo baik-baik aja?" Kris melempar pertanyaan ketika mereka berdua menyusuri koridor rumah sakit. Dia mendorong kursi roda yang Alden gunakan karena pagi tadi Kris menemukan pria itu dalam kondisi cukup lemah.

"Gue penasaran dari sekian pertanyaan kenapa orang-orang selalu menayakan itu ke gue?" Alden mendengkus.

"Kenapa lo keras kepala? Dokter bilang lo harus mulai perawatan."

Alden tidak terlalu menyukai rumah sakit karena hanya akan mengingatkannya pada hal-hal pahit dalam hidupnya. Itu sebabnya, dia enggan dirawat di rumah sakit. Tidak sulit baginya untuk mendatangkan tim medis di rumahnya sendiri seperti yang biasa dia lakukan.

"Lo sendiri tahu gue enggak pernah mau dirawat di sini." Alden tersenyum kecut. "Lagian pada akhirnya gue bakal gagal ginjal."

Kris tercekat. Kemungkinan itu sangat bisa untuk terjadi. Kris masih tidak bisa berpikir apa yang harus dia lakukan kalau hal itu benar-benar menimpa Alden.

"Al."

Alden merasakan Kris berhenti mendorong kursi rodanya usai sebuah suara memanggil namanya terdengar. Alden bisa langsung tahu siapa yang tengah berdiri di depannya—menghalangi jalannya.

"Tuan Leo." Kris menunduk hormat dan menyapa. Walau Leo bukanlah tuan yang harus dia layani, tetapi pria itu adalah anggota keluarga Serge dan cucu dari Emma Serge yang begitu dia hormati.

Leo cukup terkejut ketika bertemu dengan Alden di rumah sakit. Terlebih Alden menggunakan kursi roda dan rona wajahnya yang sedikit pucat. "Lo sakit, Al?"

"Apa peduli lo?"

Leo mengabaikan tanggapan sinis adiknya. Dia beralih menatap Kris dan meminta jawaban darinya.

"Tuan Alden dalam kondisi kurang sehat, jadi saya membawanya ke rumah sakit untuk medical check up," jawab Kris.

"Semua baik-baik aja?"

Tidak ada yang menjawab di antara Alden dan Kris. Hingga akhirnya Alden berkata, "Kita pulang, Kris."

Namun Leo mencengahnya. "Bentar-bentar, karena lo di rumah sakit, kenapa enggak sekalian jenguk Papa?"

Bertemu David adalah hal terakhir yang ingin Alden lakukan. Masih ingat dengan jelas perkataan yang begitu menyayat di pertemuan terakhir mereka di rumah sakit ini. Masih terekam dengan jelas apa yang sudah David lakukan padanya hingga dia begitu sulit melupakan.

Dan Alden tidak lagi ingin terluka.

Tangan Alden mengayun meminta Leo mendekat padanya. Lalu berbisik, "Orang sakit mana yang jenguk orang sakit lain?"

***

"Kak Alden kelihatan pucat." Fiona memperhatikan Alden yang kini terbaring di sofa dengan menjadikan dirinya sebagai bantal.

Mereka berdua menikmati waktu sore dengan bersantai di perpustakan rumah Alden. Sejak berpacaran, sepulang sekolah Fiona akan meluangkan waktu untuk datang ke rumah Alden.

Imperfect CoachWhere stories live. Discover now