5. Datangnya Leo

8K 722 32
                                    

Apa warna baju kalian saat baca?

.
.
.

Alden baru saja selesai olahraga ringan di ruang gym. Hari libur seperti ini biasanya Alden memiliki kesibukan tertentu, tetapi sekarang dia ingin bebas. Namun alih-alih berada di rumah dengan tenang, kedatangan Fiona yang tiba-tiba membuat Alden kebingungan.

"Ngapain kamu ke sini?" tanya Alden pada Fiona yang baru saja duduk di sofa.

Fiona mencomot martabak manis yang dibelinya sebelum ke sini. "Kakak mau martabak?" tawarnya.

Alden tidak menggubris tawaran Fiona. "Hari ini kita tidak ada latihan, Fiona."

"Tau, kok." Fiona mengangguk-anggukan kepala. "Cuma bosen aja di rumah, jadi main ke sini."

"Di sini bukan tempat main kamu!" Alden menyahut sensi.

Fiona menarik tangan Alden dan membawanya duduk di sofa tepat di sampingnya. Fiona menyodorkan martabak manis di depan mulut Alden. "Cobain, deh. Ini enak."

Alden memalingkan wajah. Aroma martabaknya menyengat hidungnya. "Saya enggak makan makanan luar."

"Sekali-sekali makanya makan." Fiona tetap menyodorkannya.

Lama Alden bergeming sambil berpikir hingga akhirnya dia menerima suapan martabak yang Fiona berikan.

Fiona tersenyum lebar lalu lanjut makan. "Aku kesepian di rumah. Weekend pun Mama Papa selalu kerja."

"Kamu enggak punya teman untuk diajak ke rumah?" tanya Alden. Tiba-tiba tertarik menanggapi curhatan Fiona, seperti malam kemarin. Bedanya kali ini Fiona tidak menangis bombai.

"Ada banyak yang mau jadi temen aku, tapi aku enggak mau. Kalaupun ada, aku enggak menganggap mereka seratus persen temen."

Ada banyak jenis teman di dunia ini. Namun tidak ada satu pun yang Fiona sukai. Teman itu seperti pisau untuk buah. Terkadang harus mengirisnya dulu baru dinikmati.

Sejauh ini hanya Ica yang dia anggap teman.

"Lalu kenapa kamu datang ke sini? Saya juga bukan teman kamu," tanya Alden.

"Kak Alden enggak mau jadi temen aku?"

Alden menggeleng. "Enggak."

Fiona mencibir. Kemudian tanpa sengaja matanya kembali melihat kalung yang tersembunyi di balik kaus Alden. Kalung itulah yang membuatnya selalu ingin berada di dekat Alden. Walau dia sendiri tidak tahu apa alasannya.

"Tuan."

Fiona menoleh saat Kris datang. Pria itu menghampiri Alden, kemudian membisikan sesuatu. Samar-samar Fiona mendengar apa yang Kris katakan.

"Tuan Leo datang ingin bertemu."

Sedetik setelah itu, Fiona bisa melihat Alden tampak menegang. Dan tak berselang lama, seorang pria dewasa muncul. Pria itu tampak lebih tua dari Alden. Penampilannya rapi dengan wajahnya yang tidak kalah mempesona dari Alden.

"Ouw, ada perempuan cantik." Leo memperhatikan Fiona dengan tatapan yang membuat dia tidak nyaman.

Fiona ikut berdiri ketika Alden berdiri. Alden meraih pergelangan tangannya, memastikan dia di dekatnya. Kemudian berbisik, "Kamu ke ruang musik dulu."

Fiona menatap Alden. "Tapi kan-"

"Sekarang, Fiona!" kata Alden tegas. "Saya ada perlu."

Tanpa mencoba mendebat lagi, Fiona melenggang pergi ke ruang musik. Sesaat dia melewati Leo yang masih menatapnya. Fiona tidak menyukai tatapan itu.

Imperfect CoachWhere stories live. Discover now