Because You ¦ Tujuh

31 2 0
                                    

Happy reading!
🍭

_______________________

7. Sebuah Pelukan

—••—

Kita yang semula tak saling kenal, sekarang harus terpaksa saling mengenal. Jika seperti itu, apakah kita yang semula saling menaruh benci akan berubah menjadi saling menaruh hati?

—••—

Akibat dari lemburnya tadi malam, Bella ketiduran di perpustakaan hingga bel pulang sekolah menyerukan suaranya.

Jika saja penjaga perpus tak membangunkannya, sudah dipastikan ia akan di ruangan penuh buku ini hingga malam.

Bella mengambil tasnya di kelas yang sudah kosong. Ia berdecak kesal saat menyadari Lala tak mencarinya. Segitu kesalnyakah dia?

Sudahlah, nanti juga balik sendiri. Ini bukan pertama kalinya Lala marah sama Bella. Apalagi masalahnya hanya sepele. Paling-paling besok Lala sudah ribut mengajaknya ke kantin meski sering Bella tolak.

Dengan langkah gontai, Bella melangkah menuju parkiran khusus sepeda. Lututnya masih sakit, tapi ia harus bekerja setelah ini. Lalu helaan napas berat lolos dari mulutnya.

"Loh?!" Mata Bella membelalak kala mendapati roda sepedanya hanya tinggal satu. Buru-buru Bella menghampiri sepeda satu-satunya itu, lalu mencari roda yang satunya di dekat area sepeda.

Namun nihil. Rodanya sudah hilang.

Entah orang iseng mana yang melakukan hal konyol seperti ini. Yang jelas, itu sangat kekanak-kanakan.

Bella tak berhenti untuk mengutuk orang yang membuat ulah.

"Kalo gini urusannya gimana gue bisa ke tempat kerja...," Bella ingin menangis saat ini juga rasanya.

Ia sangat marah. Dan ia tidak bisa melampiaskannya. Jadi dia hanya bisa menangis meratapi sepedanya yang teronggok mengenaskan.

Bella berlutut, kepalanya pusing. Belum lagi lututnya mulai berdenyut saat Bella memaksa menekuk sendinya.

Sakit sekali rasanya. Ia berharap ada seseorang yang mau menolongnya.

Ngomong-ngomong tentang Lala, Bella tak bisa menghubungi gadis itu. Bukan karena Lala tak mau menjawab pesannya, namun ponselnya dalam keadaan mati sekarang. Kehabisan baterai.

Satu bulir cairan bening baru saja lolos melewati pipi mulus Bella. Untuk menutupinya, ia menangkupkan kedua telapak tangannya pada permukaan wajah. Ia tak ingin seorangpun melihat dirinya tengah menangis, namun Bella juga tak bisa menghentikan tangisannya.

"Lo nangis?"

Suara bass dari arah belakang membuat Bella tersentak. Suaranya familier di telinga Bella.

Saat menoleh, senyum miring Brian menyambutnya. "Cengeng banget jadi cewek." Ketusnya.

Bella buru-buru bangkit berdiri. "Pasti lo kan yang ngambil roda sepeda gue?" Tuduh Bella langsung. "Cepet balikin!"

"Emang lo punya bukti?" Brian berkata remeh.

"Cuma elo satu-satunya orang yang sanggup nglakuin hal ini ke gue."

"Cih, PD banget lo."

Bella menarik napasnya dalam-dalam. Saat ini roda sepedanya lebih penting daripada harga dirinya. Maka dari itu, "gue mohon kembaliin roda sepeda gue, Brian Jayandra." Tekan Bella pelan namun tajam.

Because of YouWhere stories live. Discover now