Luka

255 22 2
                                    

Devin masih setia di tempatnya, tidak ada niatnya untuk beranjak dari tempat itu. Pikirannya entah melayang kemana, ia mengingat kembali kisahnya bersama Vanya.

Hingga ia teringat ucapan Marsha, haruskah ia menerima bantuan gadis itu atau tidak.

"Nya gue mesti gimana? " ucapnya dan memilih memejamkan matanya.

...

Bel tanda masuk sudah terdengar dari tadi Vanya, Keyb, Zalfa dan Ruth sudah kembali ke kelasnya masing - masing.

Vanya sedikit terusik dengan bangku kosong disamping dirinya, ia memikirkan lelaki itu.

"Dia kemana kok gak ada? " pikir Vanya

" Ahh bodo amat kok gue jadi ngurusin dia" ucap Vanya sambil mengeluarkan buku dalam tasnya.

Lalu ia tersadar bahwa seharian ini ia tidak melihat Malvin di sekolah.

Vanya membalikkan badannya untuk bertanya kepada Zalfa

"Zal, gue baru ngeh Malvin gak sekolah hari ini, dia kemana? " Tanya Vanya

Zalfa sedang sibuk dengan handphonenya pun menjawab.

" Oh Malvin... Ijin dia tau deh ada apaan tiba - tiba dia bilang ga ke sekolah hari ini dan suruh gue buat absen ijin buat dia" ucap Zalfa kembali fokus ke handphonenya dan vanya mengangguk - angguk mengerti.

Guru masuk menandakan pelajaran selanjutnya segera dimulai, namun Devin tetap tidak terlihat, mungkin saja Devin berniat membolos sampai akhir pelajaran.

"Vanya dimana teman sebangkumu? Tasnya ada berarti dia ada disekolah" ucap Guru tersebut.

"Aku tidak tahu bu sejak kembali ke kelas, ia sudah tidak ada" jawab Vanya.

Sang Guru nampak berfikir, akhirnya ia menyuruh Vanya untuk mencari Devin si anak baru.

"Vanya, bisakah kamu mencari anak baru itu? Sepertinya Bapak harus memberi dia sedikit pembelajaran tentang disiplin" ucap sang Guru.

"Ta.. tapi Pak" ucap Vanya gugup sejujurnya ia tidak ingin berhadapan dengan Devin saat ini.

"Kenapa? Kamu tidak mau membantu Bapak?" ucap sang Guru.

"Ahh, tidak Pak saya akan pergi mencarinya" ucap Vanya dan bergegas keluar kelas.

Dalam pikirannya, bisakah ia berhadapan dengan Devin karena selama Devin menjadi teman sebangkunya, ia selalu mengacuhkan Devin

"Tenang Van, elo pasti bisa hadepin dia" pikirnya.

...

Marsha berjalan tak tentu arah, rasanya ia tidak sanggup untuk menerima pelajaran untuk saat ini ia memutuskan untuk duduk di taman belakang sekolah, entah apa yang dia rasakan saat ini, senang sekaligus patah hati.

Senang karena lelaki yang ia sukai tidak secuek sebelumnya bahkan lelaki itu tahu namanya senyum sekilas nampak di wajah Marsha, namun sedetik kemudian wajahnya kembali muram.

"Sadar Sha! Lo gak bisa ngarepin dia lagi" ucap Marsha.

saingannya adalah seorang Vanya yang notabene lebih baik dari segi manapun dibanding dirinya.

"Saingan sama kak Vanya? Ya gak mungkinlah" Ucapnya lagi

Kak Vanya beruntung" ucapnya sambil menghela nafas.

...

Dikelas Marsha, Ruth terlihat gelisah ia tidak hentinya mengutak - atik handphonenya mengirimi pesan kepada Marsha karena sampai tiga puluh menit pelajaran dimulai, Marsha belum juga masuk ke dalam kelas.

"Marsha mana sih? Untung Gurunya kaga masuk cuma tugas doang kalau gak bisa disuruh keliling lapangan 10 kali putaran dia" ia menggerutu kesal pasalnya ia tidak berhasil menghubungi Marsha sedari tadi.

...

Vanya mencari keberadaan Devin ia mencari lelaki itu hingga toilet pria namun nihil sekarang ia berada di bangku taman sekilas ia melihat Marsha duduk di bangku yang lain.

"Maca? Kenapa ada disini bukan di kelas? " Ucap Vanya saat menghampiri bangku Marsha.

Marsha yang sedang termenung sedikit kaget pasalnya ia seperti ketahuan bolos pelajaran oleh kakaknya. Ya Marsha sudah mengganggap Vanya seperti kakaknya sendiri, rasanya seperti memiliki kakak perempuan, karena memang Marsha hanya memiliki kakak laki - laki yaitu Alif.

"Kok kaget gitu? Hmm.. Bau - baunya ada yang mau bolos mata pelajaran nih" Ucap Vanya lagi.

"Enggak kok tadi kaki Marsha agak keram jadi duduk bentar disini" ucap Marsha yang berbohong.

Vanya tersenyum dan mengangguk, padahal ia tidak seratus persen percaya pada alasan Marsha seperti ada yang ditutupi darinya.

"Cejo sendiri ngapain disini? " tanya Marsha

" Gue di suruh cari anak baru yang bolos" ucapnya agak kesal.

"Ia lo liat gak? Yang ganteng, rambutnya biru, pipinya chubby" Ucap Vanya semangat.

"Eh, gue ngomong apa tadi? " ucapnya setelah mencerna apa yang baru saja dia katakan. Ia merutuki dirinya sendiri setelah ia mengatakan lelaki itu ganteng.

Marsha yakin orang yang di cari Vanya adalah Devin, siapa lagi kalau bukan pangeran rambut birunya yang berani mewarnai rambutnya dengan warna biru yang cukup terang.

"Cejo udah cari di rooftop? " Ucap Marsha.

"Oh iya! Kok gue gak kepikiran kesana" Ucap Vanya ia bergegas pergi meninggalkan Marsha sendiri.

...

Vanya kini berada di anak tangga rooftop yang terakhir, saat melihat seseorang disana sedang bersandar di sebuah kursi, yang ia yakini adalah Devin. Bagaimana Marsha tau bahwa lelaki itu ada disini? Pikir Vanya.

Langkahnya terhenti tiba - tiba saja ia terbayang kejadian dulu saat Devin menyakiti hatinya, luka itu masih membekas.

Namun ia bertekad untuk tidak menghindar dari lelaki itu lagi, meski dalam keadaan terpaksa, karena mau tidak mau ia harus menemui lelaki itu.

Vanya berjalan perlahan mendekati Devin. Dengan suara bergetar Vanya menyuruh Devin kembali ke kelas.

"Lo dicariin Pak Monang, sebaiknya lo turun dan balik ke kelas kalo ga mau kena hukum" ucap Vanya.

Devin terkesiap dan bangun dari posisinya, suara itu, suara yang gadis yang ia rindukan. Devin membalikkan badan, ia tersenyum melihat gadis di hadapannya.

Namun berbeda dengan Vanya. Ekspresi terkejut tak dapat terhindar dari wajah cantik Vanya. Bagaimana tidak? Ia melihat wajah lelaki dihadapannya ini penuh lebam bagaimana bisa lelaki itu mendapatkan luka itu?.

"Muka lo.. Ke..kenapa?" ucap Vanya.

Devin menyeringai ternyata gadis ini ternyata masih memperhatikannya.

"Luka yang kakak kamu bikin ini gak seberapa dibandingkan luka di hati kamu karena aku Van" ucap Devin.

"Kak Ridwan maksud lo?" ucap Vanya.

Devin hanya tersenyum, keheningan tercipta beberapa saat tidak ada yang ingin memulai percakapan kembali.

"Nya.. Aku mau ngelurusin kesalahpahaman kita" ucap Devin memecah keheningan itu.

"Gue gak mau bahas itu! Gue turun duluan" ucap Vanya membalikkan badannya dan hendak pergi.

"Sampai kapan Nya? Hah.. Setidaknya kamu dengerin penjelasan aku dulu, cukup itu" Ucap Devin yang frustasi.

"Gak sekarang Vin" Gumam Vanya namun sepertinya masih di dengar Devin.

"Sebaiknya lo turun, gue gak mau kena hukum gara - gara lo!" ucap Vanya dan berjalan menuruni tangga.







Kira - Kira Vanya mau gak yah dengerin penjelasan Devin?

Terus gimana sama Marsha?

Tunggu part selanjutnya yaa :)

Salam Telya💕

Bukti untukmuWhere stories live. Discover now