Terbongkar

3.1K 347 29
                                    


“Bye, selamat berpisah lagi
Meski masih ingin memandangimu
Lebih baik kau tiada disini

Sungguh tak mudah bagiku
Menghentikan segala khayalan gila
Jika kau ada dan ku cuma bisa
Meradang menjadi yang di sisimu
Membenci nasibku yang tak berubah

Dan upayaku tahu diri
Tak slamanya berhasil
‘Pabila kau muncul terus begini
Tanpa pernah kita bisa bersama
Pergilah, menghilang sajalah lagi”

(Maudy Ayunda – Tahu diri)

💕


Bertemu dan berkumpul bersama teman atau orang-orang terdekat kadang bisa menjadi cara kita untuk menghibur diri, terhindar dari stres. Bercanda tawa atau sekadar berbagi kisah dapat menjadi obat stres yang ampuh karena dengan begitu tanpa sadar kita melepas sedikit beban.

Itu yang sedang dilakukan Carla.

Waktu luang yang ia habiskan bersama teman-teman semasa kuliahnya ia coba nikmati semaksimal mungkin. Sejenak melupakan permasalahan yang terjadi antara dirinya dan—si playboy—Raka. Meskipun ia tidak sepenuhnya merasa lepas.

Carla ingin sekali bercerita pada mereka tentang permasalahannya. Berbagi cerita seperti layaknya sahabat lalu mereka mencari jalan keluar, atau sekadar dihibur sudah cukup. Carla juga ingin seperti kebanyakan orang yang bisa leluasa bercerita kepada teman-temannya. Tapi kenyataannya ia tidak bisa.

Ia tidak terbiasa terbuka mengenai kehidupan pribadinya pada keempat orang itu. Ketidakpercayaanlah yang melandasinya. Kejadian di masa lalu sedikit banyak mempengaruhi sifat tertutupnya ini. Hanya orang-orang yang Carla anggap spesial yang bisa ia izinkan masuk ke dalam dunianya. Seperti yang pernah Leo bilang bahwa kita tidak bisa memaksa diri kita untuk terbuka pada orang lain kalau kita tidak mau.

Terlebih, disana ada Anna. Dan semua permasalahan yang sedang menderanya bersumber dari lelaki yang pernah dekat dengan perempuan itu. Kalau Carla nekad bercerita, bisa-bisa ia dianggap pengkhianat.

Alhasil, Carla mau tidak mau harus memasang ‘topeng’ itu lagi. Bersikap biasa saja seperti ia tidak punya masalah. Menjadi yang paling tenang diantara lainnya. Tersenyum dan tertawa meski kenyataannya hati sedang terluka.

“Wey, udah sekian lama belum ada yang pecah telor juga nih kita?” celetuk Pandu saat mereka berada di salah satu restoran Jepang. Setelah sekian lama berbicara ngalor-ngidul membicarakan banyak hal, obrolan lagi-lagi merembet tentang pernikahan.

“Kenapa sih obrolannya nggak jauh-jauh dari itu?” gerutu Ringgo.

“Kesel ya, Go?” Anna terkikik. “Umur lo udah berapa? Faktor umur itu. Mau nggak mau obrolannya pasti merembet kesitu.”

“Yang udah punya pacar dulu tuh, nggak repot kalau mau minta nikah. Kan udah ada gandengannya.” Carla menyahut.

“Emangnya lo belum, La?”

“Belum.”

“Gandengan sih ada, tapi nikah emang gampang? Orangnya aja nggak ada kabar gimana mau minta dinikahin,” curhat Myla tiba-tiba.

“Curhat ya, bu?” ejek Anna. “Deh, yang abis berantem di pinggir jalan.”

“Siapa yang berantem di pinggir jalan?”

“Tuh si Myla sama cowoknya.”

“Anjir, sinetron abis.” Pandu tergelak.

“Sialan lo!”

Roller CoasterNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ