Bad Boy

3K 350 51
                                    


“Sebentar ku telah kecewa

Biarlah aku pergi

Nikmati luka ini

Perih ini...

Sendiri...”

(Tangga – Cinta begini)

💕

Beberapa menit berkendara dalam keheningan, akhirnya mereka sampai di apartemen Raka. Memasuki ruangan, Carla langsung disambut oleh aroma yang sudah ia kenal. Aroma parfum Raka yang memenuhi ruangan.

Entah kenapa Carla selalu senang berkunjung ke unit di gedung apartemen ini, entah itu milik Leo atau Raka. Mungkin karena pemandangan kota yang terlihat dari jendela baginya sangat indah. Atau juga karena ia mengidam-idamkan tempat tinggal seperti ini, meski di tengah kota tapi terasa sepi, damai. Sangat cocok dengan kepribadiannya. Meskipun sekarang ia juga tinggal sendiri tetap saja kos-kosan dan apartemen jauh berbeda.

Carla langsung menuju dapur untuk menyiapkan makanan yang mereka beli, sementara Raka bersiap mandi dan berganti pakaian. Lelaki itu tidak sempat membersihkan diri di area futsal karena buru-buru mengajak Carla pulang demi menghindari Carla mendengar ocehan teman-temannya.

Mereka membeli seblak. Carla pikir Raka ingin makanan berat, seperti olahan nasi, karena setelah olahraga pasti dia akan lapar. Ternyata lelaki itu malah hanya membeli camilan. Sudah begitu Raka memesan yang super pedas. Dilihat dari warna kuahnya yang semerah darah saja membuat Carla bergidik. Dia juga suka pedas tapi hanya sanggup di level biasa.

Setelah siap, Carla membawa dua wadah itu menuju meja depan televisi. Saat itu bertepatan dengan Raka yang sudah selesai membersihkan diri.

“Cepet banget. Udah mandi?” tanyanya heran.

“Udah dong. Nih kalo nggak percaya.” Raka tiba-tiba menarik Carla ke dadanya membuatnya terkesiap.

“Ih, Raka ngapain sih!”

“Coba cium, wangi nggak?” Raka terkekeh geli.

“Iya udah wangi.” Carla mendorong tubuh Raka lalu dengan wajah kesal ia memukulnya pelan.

“Mukanya merah banget. Belum juga dimakan seblaknya,” goda Raka. Melihat Carla yang cemberut membuatnya semakin tergelak.

“Buruan makan. Jangan kebanyakan ngomong!”

Masih dengan sisa tawanya, Raka berujar, “Iya, sayang. Jangan marah dong.”

Carla memutar bola matanya. Sudah tidak mempan dengan rayuan Raka. Padahal sebenarnya ia tidak benar-benar marah. Hanya saja ia malu jika Raka terus melihat mukanya memerah.

Sambil menonton televisi, mereka memakan seblak milik masing-masing. Tapi keheningan itu mendadak terpecah saat ponsel Raka berdering. Raka segera mengambilnya dari saku. Untuk beberapa saat ia hanya memandangi layarnya tanpa mengangkat panggilan. Dan mendadak menggeser tanda reject, membuat Carla bingung.

“Kok nggak diangkat?” tanyanya.

Raka terlihat tersentak, “Oh. Itu, nggak kenal nomornya.”

Carla mengangguk saja. Pasalnya dia juga seperti itu kalau ada nomor tidak dikenal. Kecuali kalau nomor itu meneleponnya berkali-kali, bukan tidak mungkin itu hal yang penting. Seperti saat ini saat ponsel Raka kembali berdering.

Lagi-lagi lelaki itu hanya menatapnya seperti menunggu agar panggilan itu mati sendiri.

“Angkat aja, Ka. Siapa tau penting.” saran Carla.

Roller CoasterWhere stories live. Discover now